4. Drama Queen

1913 Kata
“Astagfirullah, ngapain Om ada di sini?” heboh Rahi. Sean menatap datar sosok yang dua jam ini dia cari di seluruh sudut mall, ternyata orangnya sedang jingkrak-jingkrak di tengah kerumunan fangirl dari para penari yang musiknya bikin kepala pusing. Padahal perjalanan Sean ke sana cukup dramatis sebab sempat baku hantam dengan seseorang yang selama ini diduga menguntit anak majikannya. Belum lagi soal kencan butanya yang gagal. “Jangan bilang kalo Om ini fanboy?” Rahi membekap mulutnya demi mendramatisir keadaan. “Daebak, daebak, DAEBAK!” Sean meringis dalam hati, kehebohan Rahi semakin menjadi di antara bisingnya nyanyian serentak penonton konser dance cover itu yang bunyinya: Yeah, it's the love shot. Na na nanananana .... “Mengidolakan siapa, Om? Dari fandom mana? EXO, ya?” Yang sedang diputar sekarang kan lagunya suami sekaligus jajaran mantan Rahi di dunia lain, mungkin saja hasrat terpendam dalam diri pengawalnya ini adalah demen sama akang-akangnya Rahi, kan? Adududuh, Rahi girang sendiri membayangkannya. Ingatkan Rahi untuk meledek Om Sean-nya itu sepulang dari sini. Yang terpenting sekarang adalah teman fannya bertambah satu. Ngomong-ngomong soal fan, Misa lagi nggak di sana. Kawan seperfangirlan Rahi sempat izin ke toilet dan belum kembali. “Saya habis cari kamu, saya mau jemput kamu.” “APA?!” teriak Rahi, sejak tadi dia bicara dengan volume tinggi. Tapi Sean seperti biasa, mengabaikan situasi dan kondisi membuat Rahi tuli dadakan. Keberadaan Sean di sana bukannya membuat Rahi colaps karena ketahuan belangnya sudah main kabur-kaburan bahkan kibul-kibulan, tapi dia malah girang. Ya, positive thinking saja lah. Mungkin kedatangan Sean di sana adalah untuk menonton para dance cover. Singkatnya, seorang fanboy. Namun, ketika tangan Rahi disentak tiba-tiba oleh Sean dan menariknya jauh dari sana, Rahi sadar bahwa keoptimisannya bersifat mustahil. “Apa-apaan, sih! Sakit, Om!” Sean melepaskan cengkeramannya. Melihat Rahi yang meringis sambil mengusapi pergelangan tangannya sendiri. “Kamu yang apa-apaan!” bentak Sean. Pertama kali Rahi dibentak, parahnya itu Sean yang bukan siapa-siapa selain pekerja sang papa. Bayangkan, semasa hidupnya Rahi belum pernah dibentak, digertak, atau pun dimarahi apalagi di depan umum. “Berani bentak-bentak aku, heh?! Aku laporin ke Papa nanti dan bikin Om dipecat!” “Kamu ngancam saya?” Rahi memandang Sean dengan berani, dagu terangkat. Masih di mall loh ini. “Apa kurang jelas? Oke, aku bakal bikin Om jadi pengangguran mutlak biar makin miskin sekalian!” Hal yang membuat Sean terkadang memikirkan masa depan Rahi yang suram. Entah siapa jodoh gadis itu kelak, Sean berharap bukan dia orangnya. Amit-amit. Lagi pula, memangnya ada cowok yang mau sama Rahi? “Rezeki orang bukan kamu yang menentukan. Sekarang ikut saya pulang!” Lagi, Rahi diseret. Dicengkeram tangannya. Membuat Rahi tidak protes karena mulai sadar bahwa dia jadi pusat perhatian. Muka Rahi tidak setebal itu untuk bertindak lebih berani daripada tadi saat kesadarannya belum penuh. Sean menempatkan anak majikannya di kursi sebelah kemudi, lalu membanting pintu mobil itu dengan keras. Ya, Sean emosi. Bagaimana tidak di saat kencan butanya gagal total gara-gara ketengilan bocah ini? Sempat baku hantam pula. Sean melirik Rahi geram. Andai saja gadis itu bukan anak emas alias princessnya Samudra Aliando Martapatih, sudah sejak dulu Sean wujudkan rencana jahatnya. “Om, berhenti!” pekik Rahi tiba-tiba. “Misa masih di sana.” Sean tidak menggubrisnya. “Om denger aku ngomong gak, sih?!” “Telinga saya masih berfungsi.” “Kalo gitu berhentiin mobilnya!” Rahi geram. Sean tidak peduli. “Kamu bisa hubungi dia dan katakan sudah pulang duluan.” Secara tiba-tiba pengawalnya jadi menyebalkan. Rahi kesal, dia berikan sumpah serapah. Dimulai dari anjing, babi, dan kerabat-kerabatnya Rahi sebutkan. Keburukan yang hanya Rahi tunjukan di belakang keluarganya dan memang seperti itulah Rahi. Berkata kasar adalah rutinitas mulutnya jika sedang ngambek begini. Jangan tanyakan bagaimana reaksi Sean, dia sudah kebal dari segala sisi keburukan Rahi. Tapi tentu, hatinya selalu berdo'a: Jauhkanlah saya dengan wanita seperti ini.  *** Sepanjang usianya Sean hanya menemukan satu wanita yang menurutnya sangat tidak beradab, yaitu Rahi Dinata Martapatih. Ketika mobil telah sampai di garasi, Rahi langsung pergi begitu saja dan memeluk Samudra, papanya, sambil nangis. “Sayang, kenapa nangis?” “Om Sean marahin aku di depan banyak orang.” Tatapan Samudra langsung tertuju kepada yang Rahi sebutkan. “Waktu aku ngajakin Om Sean pulang, dia gak mau karena lagi asyik kencan buta, abis gitu aku dibentak. Padahal aku pikir dia ngajakin aku ke luar untuk jalan-jalan, tau-taunya malah kencan. Om Sean manfaatin aku biar dikasih izin sama Papa buat gak jagain aku demi kencannya itu, Pa.” Rahi melirik Sean. Dia memandangnya seolah berkata: Berani lo sama gue? Sini! “Terus kencannya gagal, Om Sean bilang gara-gara aku, Pa. Di mobil dia marah-marah. Papa aja gak pernah marahin aku, tapi dia?” Rahi menunjuk Sean. Dia jadi terlihat menyebalkan dan dramanya itu sungguh mengesalkan. Tapi Sean diam. “Bener begitu, Sean? Kamu marahin anak saya?” Mengadu dan memutar balik fakta. Sean masih diam melihat drama buatan anak majikannya. Jujur, level ketidaksukaan Sean terhadap Rahi semakin meningkat. Cewek itu punya cara tersendiri untuk membuatnya berdo'a kepada Tuhan dengan kalimat: Jika Rahi adalah jodoh saya, tolong jauhkan, batalkan, dan berikan jodoh yang lain, siapa saja asal bukan dia. “Papa selama ini gak tau, kan? Om Sean bahkan pernah lebih dari marah-marah ke aku." Ternyata kebohongan Rahi belum cukup untuk menjatuhkan Sean, alhasil mulutnya menyeletuk pada kebohongan yang lain. Gak apa-apa, masih saya liatin. Sean tetap tenang. Lalu Irina datang. “Kamu diapain sama Sean?” Terkesan panik sekali. Alasan Rahi seperti ini adalah untuk menunjukkan kekuasaannya kepada Sean dan kenyataan bahwa dia adalah ratunya. Rahi merupakan orang yang nggak seharusnya Sean bentak apalagi di depan umum. Rahi ingin Sean sadar kalau sedikit saja mengusiknya, maka tamat lah riwayat pria itu. Tuman! Rahi mengeluarkan jurus isak tangisnya. “Waktu di kamar--nggak, tiap kali kita di kamar, Om Sean selalu pegang-pegang aku.” Begitu natural persis seperti korban pencabulan yang diancam untuk bungkam oleh pelakunya. “D-dia bahkan cium aku, huaaa!” Sean melotot. “Tuh kan, Pa, Mami bilang juga apa!” Irina langsung menarik Rahi ke dalam dekapan, kemudian menatap tajam Sean sambil bilang, “Setelah berlaku gak senonoh sama anak saya, berani kamu melototin dia?!” Lagi, Rahi melirik Sean sambil mempercantik dramanya. Guys, selain fangirl dia juga drama queen. Jijik deh di mata Sean. “Saya gak berani ngelakuin itu.” “Terus Om nuduh aku bohong, gitu?!” Rahi naik pitam. Ini Sean kapan digulingkan dari kejayaannya sebagai pengawal kesayangan, sih?! “Cowok emang gak mau ngaku kalo salah. Mi, gimana kalo aku hamil? Aku masih sekolah.” Celetukan yang Rahi sendiri melongo setelahnya. Tunggu! Rahi diam sejenak. Dia ngomong apa tadi? “Berengsek kamu Sean, p*****l sialan! Saya kasih kamu kerjaan bukan buat merusak masa depan Rahi!” Samudra murka. Sebagai ayah yang mempekerjakan pengawal yang tahu-tahu kurang ajar seperti Sean, dia menyesal sekali. “Percaya sama saya, kalo perlu bawa Rahi ke rumah sakit, tes kebenarannya di sana. Saya beneran nggak mengapa-apakan Rahi.” Dalam sinetron, orang baik selalu difitnah, mirip seperti Sean. Irina menangis. Samudra menatap Sean bengis, sementara Rahi meringis. Kenapa jadi gini? “Saya--” “Kamu dipecat!” Finally ... Rahi menyeringai. Itulah akibatnya kalau bentak-bentakin Rahi. Iblis kecil dalam dirinya berbahagia, lupa kalau situasinya sekarang jadi kacau gara-gara sinema buatan dia. “Saya gak pernah nyentuh Rahi, saya berani sumpah.” “Persetan!” Samudra sudah marah. Irina yang menangis tersedu sedan sambil memeluk putri kesayangan mereka cukup membuat jiwa malaikatnya menguap. Tidak menyangka kalau orang yang selama ini dia percaya ternyata begitu mengecewakan. Jika pengawal yang dulu menjual Rahi demi memperkaya hidupnya, Sean justru menanamkan bibitnya. Samudra geram. “Pa, aku gak pa-pa kok.” Lama-lama Rahi khawatir dengan sandiwaranya sendiri. “Gak pa-pa apanya? Perut kamu isi, Ra, isi!” pekik Irina, sang ibu. Rahi meremas ujung bajunya tanpa sadar. Duh, kok jadi repot begini? “Aku beneran gak pa-pa, Mi. Aku gak bilang kalo aku lagi isi, kan?” Sean memilih diam karena ingin melihat sejauh mana Rahi berulah dan membereskan ulahnya sendiri. “Nggak!” Irina menggeleng. “Kamu udah diapa-apain sama dia. Mami bilang juga apa! Sean itu c***l, sepupu Mami dulu pernah mau diapa-apain sama dia, sekarang malah berimbas ke kamu. Penjarain aja, Pa!” Mungkin sejak dulu keluarga Martapatih memang pandai bermain drama. Yang dikatakan Irina tidak benar, itu hanya rumor yang disebarkan oleh sepupu Irina yang patah hati gara-gara putus cinta dengannya. Sean pernah membantah, tapi orang-orang lebih percaya kepada mereka yang berkuasa. Ya sudah, sekarang juga percuma kalau Sean bilang yang sebenarnya. Dia capek duluan dan makin tidak suka saja kepada turunan Martapatih. Kalau bukan karena gajinya tinggi, Sean juga nggak mau kerja di sini. “Jalan keluar terbaik, nikahin Rahi.” “Pa!” Pekikan serentak dari ibu dan anak. Ini baru nggak bisa dibiarin. Sean mengajukan protesnya. “Saya bersumpah gak pernah ngapa-ngapain Rahi. Mana berani, saya cuma pengawal.” “Tapi kamu miskin. Orang miskin bisa ngelakuin apa aja demi mencari sumber kekayaan hidupnya.” Ah, memiliki anak seperti Rahi mungkin tamparan untuk Samudra atas kalimat kejamnya. Hanya belum sadar saja kalau itu karmanya. “Pa, aku masih sekolah. Kok nikah?” “Kamu diem! Mikir, kalo sampe hamil di kemudian hari terus Sean kabur, siapa yang mau tanggung jawab? Tahu diri sedikit!” bentak Samudra. Rahi tersentak. Yang konon tidak pernah dibentak oleh orang tuanya, kini Rahi merasakan itu. Wah, apa bisa dibilang ini adalah karma? Tapi kok cepat sekali Rahi kena batunya? “Lagi pula kamu sebentar lagi lulus, tinggal ujian aja. Setelah itu, pergi dari sini dan selamat hidup susah bareng suami.” “Papa!” Serius karma, nih? Rahi bangkit, dia ingin marah. Tapi salah siapa? Irina tidak setuju, dia mengusulkan agar pelaku dipenjarakan saja, alias Sean dilaporkan ke polisi. Tapi sebagai kepala keluarga, Samudra memilih tidak menanggung malu lebih banyak dari kenyataan keturunannya menikah dengan orang yang serba kurang. Jadi, menikahkan mereka sebelum ada janin yang tumbuh di rahim anaknya adalah jalan terbaik untuk saat ini. Kalimat: Amit-amit, Ya Tuhan, amit-amit. Gumaman dewa batin Sean sepanjang masa, apa itu sia-sia? “Sean gak boleh keluar rumah, jangan berani untuk kabur. Besok sepulang sekolah Rahi, kita datangi kampung halamannya.” “Papa apa-apaan, sih. Aku gak mau!” Brak! Samudra menggebrak meja kayu dengan kualitas jati yang berusia lebih dari 80 tahun. Sekedar info: kayu jati itu merupakan hasil tanaman nenek moyangnya. “Ada apa, nih? Tegang bener,” seloroh Jefri yang lewat sambil ngemut permen bertangkai. Dia baru saja turun dari kamar semi kedap suaranya. “Adik kamu ...” Samudra memijat pelipisnya. “Hubungi Seril, suruh dia pulang. Minggu depan Rahi mau nikah.” Kacau sudah. *** Esok harinya. “Saya gak mau nikah sama kamu.” “Om pikir aku mau nikah sama Om?!” Rahi merinding. Dia bersedekap dan menatap keluar jendela mobil di tengah perjalanan mereka menuju kediaman keluarga Sean. Di mobil yang dikendarai sopir, isinya hanya Rahi dan Sean di bangku belakang. “Apa kata temen-temen coba kalo mereka tau hal ini?” Bisa ditertawakan mampus-mampusan Rahi. Kecuali Misa dan Andromeda yang minat dengan Sean. Yeah, meskipun pengawal, walaupun miskin, tapi Sean itu ganteng. Cuma Rahi tidak suka saja, nggak tahu kalau nanti? “Temen-temen kamu jangan sampai tahu.” “Iya lah, gila aja kali!” sahut Rahi nggak tahu diri mulutnya. Sean mendengkus. “Nasib buruk.” “Maksud Om apa?!” Sean diam. Benar-benar nasib buruk. Selama ini, apa salahnya hingga diberi calon istri macam Rahi? Apa yang membuat dia mendapatkan calon jodoh macam cewek mengerikan itu? Apa Sean kurang baik hingga cerminan hidupnya seperti Rahi Dinata Martapatih? Kekanak-kanakan, tukang bohong, licik, nyinyirnya minta ampun, intinya ... Rahi memiliki semua dari keburukan sifat manusia di bumi. Ya Tuhan. Rahi mengerucutkan bibirnya. Percayalah, selama ini Rahi baik sama Sean karena jasanya yang luar biasa itu sukses untuk mengelabui sang papa. Rahi merupakan orang yang: Kamu kasih aku A, aku balas kamu dengan kasih A dan B. Kamu baikin aku, aku pasti baikin kamu balik. Kamu jahatin aku, aku bakal lebih jahat lagi. Dan sekarang .... “Apes banget sih,” lirih Rahi. Hari ini adalah hari di mana keluarganya akan membuat Rahi dan Sean melangkah lebih jauh menuju hal yang lebih serius. Rahi sudah berusaha keras mengaku kalau dia berbohong tentang Sean yang c***l. Tapi karena terlalu sering berbohong, dia jadi tidak dipercaya lagi dan mereka lebih memercayai sandiwara yang sebelumnya jauh lebih meyakinkan. Ditambah ibunya yang kukuh kalau Sean memang secabul itu. “Saya yang apes dapet istri kayak kamu.” “Ngaca dong, Om!” “Kamu sudah?” Bye world! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN