3. Gradual Mischief

1622 Kata
Di sekolah. Seperti biasa Rahi ngerumpi dengan teman-temannya. Selain Misa, dia juga punya Andromeda, lalu ada Diandra yang bukan anak K-Popers. Bahan rumpian kali ini adalah member yang menurut mereka paling seksi. “Member terseksi di EXO itu Kai, kulitnya eksotis, bibirnya cipokable lagi. Kebayang deh kalo gue icip-icip bibir dia ... duh,” ucap Andromeda kesenangan. “Soal bibir, menurut gue Sehun lebih nyoi-nyoi gitu keliatannya, mana pink banget lagi, mungil-mungil manja. Seksi kan gak harus eksotis.” Tentu saja itu Rahi. Misa tak mau kalah mengagungkan biasnya. “Kyungsoo dong! Kalian gak lihat bibir dia love-love gitu bentukannya, padet lagi, atas-bawah oke.” “Tapi Kyungsoo gak punya roti sobek, Misa. Sehun juga tampangnya lebih kebayi-bayian gitu, beda sama Kai. Pokoknya soal seksi, Kai itu udah paket komplit deh.” Tahulah ya siapa yang ngomong. “Sumpah, gue gak ngerti kalian ngomong apa.” Kalau ini Diandra, dia paling anti dengan oppa-oppa Korea. “Nih, ya, mending kalian tuh belajar. Insaf dong, udah mau UN juga.” “Mending lo diem aja deh, Di,” sahut Andromeda. Diandra berdecak. “Realistisnya, emang para Oppa Korea kalian bisa apa kalau nilai UN kalian jeblok? Suka tuh sama yang berfaedah dikit ngapa!” “Kegantengan mereka itu sangat berfaedah sekali asal lo tahu,” ucap Rahi yang Misa angguki. “Buktinya si Rahi punya karya gara-gara suka sama Sehun. Ya kan, Ra?” “Nah! Selain itu, jiwa-jiwa bersedih gue tuh jarang muncul kalo bahas soal idola.” “Karena bahagia tiap kali lihat, inget, dan ngomongin soal idola. Dijamin, kita ini calon-calon awet muda!” imbuh Andromeda yang sepaham dengan Rahi. Merasa diskak-mat, Diandra mendengkus saja. Kalah deh dia kalau beradu argumen dengan kawan K-Popersnya. Lalu ketiga kawanan pecinta cogan Korea itu kembali ngerumpi, kali ini lebih ke gibah. “Ra, pengawal lo berapa sih umurnya?” “Kok tiba-tiba tanyain dia, An?” Misa yang sadar kondisi pun menunjuk sosok Sean si pengawal Rahi di dekat gerbang sekolah. Dari arah kantin, kawasan itu cukup terlihat. “Gue baru sadar, ternyata dia ganteng banget. Calon imam untuk perbaikan keturunan tuh, Ra.” “Lo doyan om-om, An?” tanya Misa. “Kalo om-omnya kayak dia mah siapa yang nolak, sih?” Rahi mengangguk. Pengawalnya memang ganteng, makanya Rahi suka gerepe-gerepein dia. “Istigfar ya kalian!” tegur Diandra. Misa mengerling. “Ngomong-ngomong, lo pernah dikhilafin apa aja sama Om Sean, Ra?” Yang ada Rahi tertawa. “Dia itu polos banget, asal kalian tahu. Mana pernah dia khilaf, waktu gue pegang-pegang dadanya aja gak ada reaksi.” “Serius? Waktu praktik buat n****+ dewasa lo itu, dia gak ngapa-ngapain lo gitu?” Andromeda mulai kepo. Rahi mengangguk dan bicara seadanya. “Iya, waktu gue tanya soal ciuman enaknya miring kiri atau kanan aja dia gak tahu. Pokoknya lemah teori dan praktik deh. Umurnya aja yang tua, tapi pengalamannya ecek-ecek kalo soal yang berbau dewasa.” “Berarti kalah ya sama isi otak lo?” sindir Diandra. Tapi Rahi angguki dengan bangga. “Yo'i dong! Makanya gue ajarin dia dikit-dikit, ya ... hitung-hitung les privat gitu.” Misa dan Andromeda tertawa. Sedangkan Diandra menyeletuk, “Gue tunggu tanggal khilafnya.” *** Dulu Rahi pernah diculik, lalu penculik menjadikannya jaminan dan meminta tebusan uang tunai senilai dua puluh juta rupiah. Berhubung Rahi adalah anak emasnya Samudra, tanpa menunggu detik kedua pun tebusan itu langsung disetujuinya. Bagi Samudra, dua puluh juta hanya setara dengan uang recehan. Ayolah, pakaian yang dikenakan keluarganya saja senilai puluhan juta, tentu keluarga Samudra lebih dari satu, ada istri, anak tiga, lalu kakek, belum lagi nenek serta para leluhurnya yang lain. Silakan hitung sendiri total kekayaannya yang dilihat dari isi lemarinya saja sudah beraroma dolar. Kalian yang miskin jangan dengki, ya! Itu slogan Samudra ketika dirinya diundang ke acara TV. Dan sekarang dia sedang menonton acara tersebut, entah kenapa dia merasa jadi yang paling berkilau di sana. “Papa kenapa milih Sean yang jadi pengawalnya Rahi, sih?” tanya Irina, istri tercinta. “Kerjanya bagus, meski miskin tapi tampangnya nggak malu-maluin.” “Ya tapi kan dia mantannya sepupu Mami.” Oh, jadi itu yang membuat maminya menatap judes Om Sean? Tapi apa hubungannya dengan kejudesan mami? Sosok Rahi sedang menguping di balik lemari besar ruang tengah, dia baru saja pulang sekolah. Di sana papa dan maminya sedang diskusi santai. “Toh, Sean profesional. Nggak gangguin kamu atau ngerecok minta balikan sama sepupu kamu, kan?” Irina mendesah. “Iya sih ... tapi kan gak harus Ocean Wiliam juga. Papa gak tahu, ya? Dia itu m***m, pernah hampir mesumin sepupu aku loh. Perasaan aku kan jadi gak enak.” Samudra terkekeh. “Enakin aja.” “Gimana bisa? Rahi itu anak kita, cewek satu-satunya, kalo Sean macem-macemin Rahi gimana? Parahnya lagi, mereka sering main di kamar, Pa!” “Loh, bagus dong? Tahu tempat mereka.” “Astagfirullah, Pa!” Samudra tertawa, entah apa yang lucu. “Bukannya kalo Sean mau ... harusnya udah terjadi dari dulu, kan? Buktinya sampai sekarang Rahi baik-baik aja tuh.” “Itu kan dulu Rahi masih kecil.” “Tapi Papa merasa lebih aman kalo Sean yang jagain Rahi. Inget gak dulu waktu pengawalnya bukan Sean? Hampir dijual anak kita.” Irina membuka mulutnya hendak bicara, tapi gagal begitu mendengar teriakan putrinya. “Mami! Es krim cokelat Belgia aku di mana, ya?” “Di kulkas dong, Sayang.” “Kalo pulang sekolah bilang salam dulu, salim dulu sama orang tua, terus ganti baju, makan, baru nanyain es krim!” omel Samudra. Rahi tidak menggubris. Memang kurang ajar. Dia yang baru saja pulang sekolah langsung menguping, lalu mengambil es krim dan ngacir ke kamarnya. *** Di kamar, Rahi mulai sibuk dengan dunia kepenulisannya. Ada 99+ notifikasi dan beberapa pesan yang langsung dia cek isinya. Imnaya: Kak Rain, aku suka banget sama karya Kakak yang 'Paman'. Semangat terus ya Kak nulisnya! Aku nunggu updatean selanjutnya. Membaca itu Rahi nyengir. Lalu membalas seadanya. Kemudian membaca pesan dari akun yang lain. PenawarRindu: Boleh minta follback gak, Kak? Lalu Rahi mengklik profil orang itu, dia sudah mencantumkan di bio akunnya bahwa dia penganut selektif follback. Jadi sebelum mengikuti akun orang lain, dia terlebih dahulu melihat-lihatnya. Apakah akun tersebut memiliki karya atau tidak, apakah dia kenal secara pribadi atau tidak, barangkali pernah tegur sapa dengannya di dunia selain aplikasi ini. Tapi karena merasa asing dan kurang menarik minat jiwa 'memfollbacknya', jadilah Rahi mengabaikan pesan tersebut. “Maaf, ya. Bukannya aku jahat atau sombong, cuma aku mau konsisten aja sama keterangan selektif follback di bio.” Itulah si pemilik akun Rainbow. Lalu Rahi beralih ke pesan berikutnya. SyailaQia: Kak, aku fans Kakak! Aku suka banget sama karya Kakak. Eh? Rahi mengernyitkan keningnya. Akun itu terasa asing. Lalu Rahi balas: Kamu baca karya aku yang mana? Sebelum membalas, tentu saja sudah Rahi kepoin terlebih dahulu ke bagian aktivitas akun orang tersebut. Dan luar biasa, tidak ada jejak bahwa akun itu membaca karyanya. Rahi tersenyum miring. Cukup tahu, antara silent reader atau orang yang proses SKSD padanya. Tapi Rahi tidak mau berprasangka buruk dulu. Jadi dia ladeni saja sampai ujungnya ketahuan secara tiba-tiba akun tersebut berkata: Kak, baca karya aku ya! Aku kirim lewat Line, ya? Cuma dikit kok. Rainbow: Sebenernya aku gak suka dipaksa loh. Seperti itu. Terkadang Rahi agak waspada dengan pembaca yang demikian. Entahlah, kalau memang karyanya ingin dibaca, tidak harus menerornya seperti ini. Kalau memang Rahi tertarik, dia pasti akan membacanya tanpa diminta. Asal kalian tahu saja, kalau bosan terkadang Rahi suka lihat-lihat profil pembacanya. Atau jika ingin promosi, maka promosilah pada tempatnya, Rahi sudah menyediakan kolom pesan di akunnya untuk orang-orang yang ingin promosi, bukan malah promosi di kolom komentar. “Boleh saya masuk?” Rahi menoleh, vokal bariton itu menyentak kegiatannya. “Masuk aja, Om.” Sean pun masuk ke kamarnya. Lalu Rahi keluar dari aplikasi menulisnya dan duduk anteng di ranjang. “Tumben. Ada apa, nih?” Pasalnya baru kali ini Sean berinisiatif lebih dulu untuk mampir di kamarnya, biasanya kan selalu Rahi yang undang. “Hari ini kamu gak mau ke mana-mana, kan? Saya ada urusan soalnya.” Ehm. Rahi merasa tersanjung. Pengawalnya ini memang beda, mau ada urusan saja harus laporan dulu padanya. Cowok sesopan itu, mana mungkin berani mengapa-apakannya. Ngawur nih obrolan teman-temannya waktu di kantin. Lalu Rahi menepuk bagian kasur di sebelahnya. “Sini, Om, duduk!” Sean melirik kasur yang Rahi tepuk. Seperti undangan untuk ... stop! Sean berdeham. Otaknya sudah diatur untuk tetap suci jika berhadapan dengan Rahi. Lalu dia duduk di sana. Dengan kurang asem Rahi mengelus kepala Sean sambil tersenyum. Seperti majikan kepada peliharaannya. “Urusan apa, Om?” “Yang jelas bukan urusan kamu.” Rahi berdecak, lalu menempatkan kembali tangannya di pangkuan. “Aku boleh ikut?” “Nggak. Makanya saya ke sini sekaligus mau minta tolong buat bilang ke Papa kamu, siang ini saya cuti ada urusan mendesak.” Soalnya kalau bukan Rahi yang minta, nanti Sean tidak diizinkan. “Ini urusan darurat menyangkut masa depan saya.” Waw. Rahi manggut-manggut sok paham. “Kasih tahu dulu urusan apa, nanti aku bantu.” Rahi mengaku IQ-nya 200+ kalau berurusan dengan Sean. “Saya mau kencan buta.” Rahi menatap Sean dengan tampang polosnya. “Di mana?” Sean balas menatap Rahi dengan tampang datarnya. “Kafe.” “Kafe mana?” Sean mulai tidak nyaman. Ini anak kok kepo banget? “Kafe yang kemarin kamu datangi sama Misa.” Ujung-ujungnya tetap dia jawab. Rahi senyum. “Oke. Tunggu di sini, ya? Aku izinin dulu ke Papa.” Tanpa menunggu jawaban Sean, Rahee langsung pergi demi meminta izin papanya. Namun, bukan Rahi namanya kalau menuruti keinginan orang lain tanpa dikurang-lebihkan. Seperti sekarang .... “Iya, aku ke kafe-nya sama Om Sean kok.” “Bener?” Rahi mengangguk mantap. “Kalo Papa gak percaya, tanya aja ke Om Sean.” “Ya udah, jangan bandel.” Rahi langsung mencium pipi sang papa. Samudra memang kurang percaya kepada Rahi, tapi dia terlalu percaya kepada Sean. Jadi, selalu mudah untuk Rahi permainkan hanya dengan membawa nama Sean di dalamnya. Sebelum kembali ke kamar, Rahi mampir di kamar mandi dulu untuk menghubungi sang kawan. Yang bunyinya, “Katanya di G mall ada dance cover. Nonton, yuk!” “Iya, ada suami gue Bang Bagas. Tapi emang lo dibolehin?” Rahi bisik-bisik cantik. “Berangkat aja dulu, entar bahas ini kalo udah di sana.” “Oke, gue siap-siap, ya?” “Sip. Ketemuan di TKP.” Rahi langsung mematikan sambungan teleponnya. Akhirnya .... Telah lama dia menginginkan hal ini, tapi selalu dilarang oleh orang tuanya. Alasan mengapa Rahi meskipun kaya raya tapi sebagai fangirl dia hanya modal kuota. Sekarang mah nonton dulu dance cover, nanti kalau oppa-oppanya ada di Indonesia, barulah Rahi memikirkan cara untuk kabur diam-diam. Yeah, kenakalan bertahap. Itulah seorang Rahi Dinata Martapatih yang dilimangi harta dan super dimanjakan. Menganggap ringan hal-hal yang sebenarnya berisiko. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN