"Aku ingin kau," ujar Jungoo dengan begitu percaya diri, mengintimidasi dengan cara yang begitu lembut—melalui pesona yang luar biasa. Tak ada keraguan bahkan seakan yang dia katakan bukan sesuatu yang penting. Atau justru hal penting yang pasti dia dapatkan. Tanpa keraguan ataupun sebuah basa-basi. Kemenangan mutlak tepat setelah memulai.
Seojin tentu saja terkejut. Tak habis pikir dengan kelakuan sang adik. Seharusnya sejak awal tidak mempercayai sedikitpun apapun yang terlontar dari bibir Jungoo. Bagaimanapun bocah nakal itu akan selalu bertindak sesuka hatinya. Maka Jinseok harus menghentikan ini sebelu berlanjut lebih dalam. Kalau yang diinginkan Jungoo hanya sekadar tanda kutip, mungkin dia bisa memperbolehkan. Tapi mati-matian mencari sang gadis sementara Jungoo bisa mendapatkan wanita manapun, sungguh tak mungkin hal itu saja yang diinginkan.
"Kau sudah berjanji tidak aneh-aneh!" seru Jinseok mengebu. Tak peduli lagi image dirinya sebagai pemegang saham terbesar Bangtan. Lagipula nantinya Taeri benar-benar akan menjadi asisten pribadinya. Sejujurnya ia berniat melepas Taeri begitu saja setelah tahu kelanjutan yang terjadi, tapi melihat bagaimana Jungoo begitu mengebu dengan gadis itu, Jinseok yakin jelas bahwa harus menggenggam—mengontrol—sebelum adik terkecilnya itu kelewat batas.
"Aku tidak aneh-aneh hyung," jawab Jungoo seenaknya. Masih begitu tenang seakan dia benar-benar tidak melakukan kesalahan sama sekali. Ya, tidak sedikitpun.
Jinseok harus tahan untuk tidak marah atau berteriak menggelegar yang rasanya sulit sekali dilakukan pada Jungoo. "Kau tak sadar apa yang baru kau lakukan? Kau itu seorang Jeon. Jangan macam-macam. Terserah mau bersenang-senang atau apapun. Tapi ingat posisimu. Kook kau bahkan sudah ditunangkan. Bagaimana kalau calon istrimu nanti itu akan mengetahui? Kita ini jalan hidupnya sudah diatur sejak awal."
Taeri terkekeh memecahkan ketenggangan di ruangan itu. Jinseok langsung menoleh dengan bingung sementara gadis itu menutup mulutnya, berusaha menghentikan tawa.
"Apa?" Tanya Jinseok pada Taeri yang reaksinya tak terduga sama sekali.
Taeri masih harus berusaha menghentikan tawanya dan menunduk sekilas—menujukan rasa hormatnya pada sang atasan. Selanjutnya tak memberi jawab atau penjelasan apapun, dia malah menatap Jungoo sambil tersenyum asimetris. "Tuan Jeon, bukankah kalau kau menawarkan sesuatu harusnya kau memberi tahu dulu apa yang akan aku dapatkan? Maksudku—aku lebih suka melihat duu berapa banyak keuntungannya agar tahu apa itu layak atau tidak."
Jawaban yang mengesankan.
"Apa orientasi hidupmu itu benar-benar uang?" Tanya Jungoo sambil terkekeh sekilas dengan sinis. Jelas niatnya meremehkan.
Kalau orang lain mungkin akan tersinggung. Taeri yang dulu juga mungkin akan seperti itu. Namun sekarang dia sudah mengenal dirinya sendiri. Berdamai dengan segala hal buruk yang kini malah dia sukai.
"Orientasi hidupku adalah diriku sendiri. Kebahagianku."
Jungoo terdiam sesaat dan mengangguk-angguk dengan tampang sombongnya. "Yang akan kau dapatkan itu sama seperti apa yang akan kau lakukan."
"I'm listening."
"Aku akan menarikmu ke duniaku. Kau dapat merasakan semua yang aku rasakan. Bersenang-senang dan segala yang kau inginkan."
"Wow. So I kinda like a Cinderella?"
"Kau bisa mengatakan itu. Tapi pangeran itu payah. Tidak dapat menyenangkan wanita. Kalau aku? Kupastikan kau mendapat apa yang kau inginkan setara atas atas apa yang kau lakukan."
"Aku suka kalimat itu. Terdengar realistis, bukan iming-iming kebahagiaan semu. Segala yang sebanding. Timbal balik." Taeri mengangguk sambil satu lengan di lipat di depan torso atas, satunya lagi menunjuk-nunjuk Jungoo.
"Pertanyaannya—apa yang akan aku lakukan di duniamu? Ingin aku? Untuk apa?" Tanya Taeri lagi tanpa terlena sedikitpun.
Jungoo tertawa puas sambil bertepuk tangan takjub. Gadis yang menarik. "You got it! Jadi mari kita membuat hyung yang tersayang ini tenang dengan menjelaskan apa sebenarnya tujuanku." Jungoo melirik pada Jinseok dan lalu kembali lagi pada sang gadis.
"Seperti yang kau dengar, aku sudah ditunangkan. Perjodohan atau semacamnya lah. Tak habis pusing dengan itu."
"Haruskah aku bilang turut berduka cita atau berlagak simpati?" sela Taeri jelas sarkastik.
Jungoo kembali terkekeh. "Tidak perlu. Seperti yang aku katakan. Tidak masalah untuk hal itu. Sudah aturannya begitu. Lagipula ini demi keluarga dan juga martabat. Termasuk uang. Kami memang tidak bisa berhubungan dengan sembarangan orang.
Masalahnya adalah aku bahkan tidak tahu bagaimana memperlakukan wanita sebenar-benarnya seakan jatuh cinta. Aku harus melakukan itu pada pasanganku. Membuat dia semakin yakin padaku yang memang sebelumnya tentu sudah terlena oleh wajah tampanku.
Jadi aku membutuhkan kau untuk membantuku. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa tentang wanita. Apa yang mereka inginkan dan sukai. Kau membantuku dengan—segalanya. Sara kencan, hadiah, bersikap atau apapun. Dia harus tergila-gila padaku dan menikah. Kami harus bersama demi kebaikan keluarga kami." Jelas Jungoo panjang lebar.
Taeri dan Jinseok terdiam untuk mencerna segalanya dalam kepala. Ada rasa lega bukan main pada diri Jinseok. Sementara Taeri begitu tenang mengangguk-anggukan kepala mengerti sepenuhnya.
"Maka itu aku memintamu menjadi asisten pribadiku. Tapi hyung ini keras kepala sekali. Takut aku melakukan hal macam-macam yang membahayakan image kami. Tentu akan berdampak juga pada nilai saham jika ada skandal pastinya."
"Deal!" ujar Taeri tiba-tiba di tengah suasana yang rasanya baru beberapa saat sedikit reda tapi masih harus menyesuaikan diri. Membuat kaget kedua pria yang ada di sana. Mungkin terlihat seperti keputusan yang begitu cepat—impulsif. Tapi Taeri sudah memikirkan matang-matang dengan begitu cepat. Sekalipun dampaknya buruk, dia siap dengan konsekuensi ataupun risikonya.
"Senang berbisnis dengan anda," ujar Jungoo buru-buru mengulurkan tangannya. Mereka berdua itu sama saja. Jinseok sampai bingung sendiri.
Taeri membalas uluran tangannya dan mereka berjabat tangan.
"Tunggu! Tunggu! Aku tidak mengerti, Kook. Kenapa harus Taeri?" sela Jinseok karena masih merasa banyak hal janggal. Bagaimanapun harus berhati-hati.
"Sederhana hyung. Dia tidur denganku dan malah pergi lari sejauh mungkin. Menutupi identitasnya. Maksudku—aku ini Jeon Jungoo. Saat itu aku tahu dia orang yang tepat. Rahasia kita aman padanay. Ia bukan tipikal orang yang akan menyerang baik jika tak yakin. Dia pasti tutup mulut dengan ini semua."
Jinseok mengangguk setuju. "Tapi Jeon Jungoo, hyung tak akan merubah keputusan. Taeri tetap akan jadi asisten hyung."
Taeri dan Jungoo cukup terkejut mendengar itu. Menoleh secara bersamaan dengan wajah kebingungan yang lucu. "Kenapa? Hyung bisa memilih kanidat lain. Bahkan hyung tak membutuhkan asisten pribadi. Hyung sudah punya banyak dari asisten pribadi di kantor sampai dikamar!" ujar Jungoo dengan bibir dimajukan tidak terima.
"Untuk mengawasimu. Bagaimanapun aku harus mencegah apapun terjadi. Sudah tugasku," jelas Jinseok penuh kendali seperti biasa.
Tak ada pilihan dan memang tidak merugikan, Jungoopun mengangguk. Menurut Jungoo dia juga tidak membutuhkan Taeri setiap waktu. "Ya sudah."
Kemudian dia kembali menoleh pada Taeri. "Aku akan membuat kontraknya segera untuk ditanda tangani."
"Ah, ya itu perlu. Tapi memang apa saja yang akan ditulis? Tak ada hal plus yang—kau tahulah."
"Akan aku tulis kalau kau ingin," jawab Jungoo sambil kembali tersenyum licik.
"Terima kasih, aku tidak ingin bekerja di bidang portitusi saat ini," tolak Taeri dengan senyuman elegan yang cukup tak sesuai dengan kata yang dilontarkan.
Jungoo kembali terkekeh singkat. Mungkin ini adalah hal bagus. "Tak ada yang terlalu penting nanti dikontrak selain—
Kau tak boleh jatuh cinta padaku. Itu mutlak."
Taeri mengedikan bahu santai. "Kau tampan dan kaya, wajar percaya diri seperti itu. Tapi sumpah Tuan Jeon, jangan cringe. Ini bukan drama korea. Jadi tulis saja sesukamu. Aku tak peduli. Tenang saja. Tapia da satu syarat utama yang harus kau ikuti."
"Apa?"
Giliran Taeri tersenyum licik dan berjalan begitu dekat pada Jungoo yang sekarang sudah duduk manis di sofa. Ia mencondongkan badannya mengunci Jungoo dengan salah satu tangan. Wajah mereka cukup dekat dengan mata memandang intens. "Kau harus memanggilku dengan memakai noona. Aku suka itu."
Taeri mengerlingkan sebelah matanya berbisik pelan. "Taeri noona, begitu ya Tuan Jungooie."
[]