Misteri Mbok Ati

1481 Kata
Embusan angin kian kencang terasa. Bayangan hitam melintas dengan cepat di hadapan gadis itu. Aura arwah semakin terasa jelas, hingga sebuah penampakan memperlihatkan dirinya pada Ariya. Perlahan, sosok samar itu pun terlihat oleh pasang mata Ariya dan juga Aksan. Wujud seorang wanita tua dengan pakaian lusuh terlihat jelas di mata Ariya. Rambutnya yang telah memutih sepenuhnya itu dibiarkan terurai berantakan, hingga membuat wujud wanita itu terlihat semakin menyeramkan. Manik matanya hitam, ada kesedihan terlihat di kedua bola mata yang sudah tak menampakkan aura kehidupan lagi. "Saya sudah menduga bahwa kamu bukanlah anak biasa," ucap arwah wanita tua itu. Ariya terdiam. "Apa maksudmu?" tanya Ariya. "kenapa kamu bisa menampakkan diri pada saya?" Senyum tersungging di wajah rentanya. "Saya bisa membantumu keluar dari sini," ujar sosok wanita tua itu. Ariya merasa sedikit ragu, tetapi saat ini ia tak memiliki pilihan lain, karena ia tahu bahwa berada di dalam hutan malam hari begini akan sangat berbahaya, terlebih saat ini Aksan tengah terluka. "Benarkah? Saya mohon, bantu kami untuk keluar dari hutan ini," pinta Ariya. "Tapi, saya memiliki sebuah syarat. Kamu harus berjanji melakukan permintaanku ketika keluar dari hutan ini," ujarnya lagi. "Syarat ap--" Manik mata Ariya membelalak, sekilas ia melintasi kilasan waktu. Sebuah kejadian masa lalu terlihat jelas di penglihatannya. Gadis itu melihat seorang wanita paruh baya tengah membawa bakul yang terbuat dari anyaman bambu, wanita itu berjalan menyusuri jalan setapak di hutan lebat yang sepertinya adalah hutan ini. Di punggung wanita itu terlihat sebuah bakul yang berisi tanaman hutan dan juga beberapa buah-buahan yang di ambil dari hutan ini. Memang, sebagian warga memanfaatkan hutan ini sebagai sumber pangan tanpa harus merusaknya hingga hutan pun masih terlihat sangat asri. Wanita itu tengah mencari sebuah tanaman herbal yang di percaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit, tanaman herbal yang ia cari merupakan tanaman yang biasanya hidup di antara bebatuan, sehingga untuk mencarinya maka harus melewati jalan hutan yang terjal untuk sampai di bagian Utara tempat tebing-tebing tinggi menjulang. Tempat seperti inilah habitat asli dari tanaman rambat itu . Wanita tua yang bernama Mbok Ati adalah seorang peracik tanaman herbal yang biasa mencari tanaman di hutan ini. Ia kini sudah berada di area tebing, manik matanya melihat tanaman yang ia cari berada di antara bebetauan tebing. Akan tetapi, ia harus memanjat setidaknya tiga meter tingginya untuk mencapai tanaman itu. Walaupun usianya tak muda lagi, semangatnya masih menggebu-gebu, hingga ia tak putus asa dan mencoba untuk meraih bebatuan dengan tangan sebagai tumpuan agar bisa menggapai tempat tanaman itu tumbuh. Ia memposisikan kakinya pada batu-batu tebing, usaha memang tak mengkhianati hasil, sedikit demi sedikit ia berhasil memegang tanaman rambat itu. Tanpa berlama-lama lagi, Mbok Ati segera mencabut tanaman herbal itu. Namun, nahas, ia sama sekali tak memperhitungkan keadaan selanjutnya. Tangan kanannya yang sibuk mencabut akar tanaman herbal itu membuat ia sedikit lupa di mana saat itu posisinya. Tanpa sadar, tangan kirinya terlepas dari tumpuan batu tebing. Sontak saja Mbok Ati terkejut dan berusaha untuk meraih bebatuan lain, tetapi nasib berkata lain. Ia terjatuh dari tebing setinggi tiga meter, di tangannya masih tergenggam tanaman herbal yang ia cari sekaligus mencari penyebab dari kematiannya. Tubuhnya tergeletak di atas bebatuan di bawah tebing, darah segar menetes deras dari kepalanya yang terbentur batu. Tak berapa lama kemudian, Mbok Ati pun mengembuskan napas untuk terakhir kalinya. Cahaya terang membawa Ariya kembali ke alam nyata setelah melihat kilasan waktu bagaimana Mbok Ati meninggal dunia. Ariya menatap ke arah sosok Mbok Ati dengan napas terengah-engah. "Mb-mbok Ati?" tanya Ariya memastikan. Senyum kembali tersungging dari wajah rentanya. "Sudah kuduga, kamu memang istimewa," ucapnya, "bagaimana dengan tawaran tadi?" tanyanya lagi. Ariya yang masih sibuk menetralkan detak jantungnya pun mengangguk setuju. "Saya setuju, asal Mbok bisa membawa kami keluar dari hutan ini," ucap Ariya. "Baiklah, ikuti aku," ucap arwah Mbok Ati. "Terima kasih," ucap Ariya sembari berlari ke arah Aksan yang masih terkejut karena melihat sosok wanita tua itu berbicara pada Ariya. "I-itu apa?" tanya Aksan gagu. Ariya memapah Aksan agar ia bisa berdiri. "Nanti aku ceritakan, Kak. Sekarang kita harus keluar dari hutan ini," jawab Ariya dan berjalan ke arah Mbok Ati. Aksan terdiam, manik matanya masih meneliti ke arah sosok arwah Mbok Ati. Akan tetapi, ia tak bisa bertanya apa-apa lagi karena rasa takut di dalam hatinya membuat ia lemah. Mbok Ati berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Sementara itu, Ariya dan Aksan mengikuti dari arah belakang. Mereka melintasi semak belukar dan juga jalanan yang cukup terjal, terdapat banyak sekali akar pohon yang malang melintang di antara rerumputan hingga tak jarang membuat Ariya dan Aksan terjatuh karena tersandung. Satu jam perjalanan mereka tempuh melewati puluhan hingga ratusan pohon yang hidup di hutan ini yang hanya bermodalkan senter dari ponsel dan juga bantuan dari Mbok Ati. Akhirnya, semua rasa lelah itu terbayarkan ketika lampu-lampu rumah warga mulai terlihat dari kejauhan, tak lama lagi mereka akan sampai di pinggir hutan dan bisa keluar dari hutan ini. Mbok Ati berhenti berjalan ketika jarak keluar dari hutan sudah tidak jauh lagi. "Sudah sampai," ucap Mbok Ati setelah sedari tadi terdiam. "Terima kasih, Mbok. Kami sangat berhutang budi," ucap Ariya mengucapakan terima kasih. "Baiklah, tapi kamu harus menyelesaikan janji kamu. Turuti permintaanku," ucap Mbok Ati. "Baik, Mbok. Saya akan menuruti permintaan, Mbok. Tolong katakan, maka saya akan segera melaksanakannya," ujar Ariya. "Pergilah ke rumah yang ada di pinggir desa bagian selatan, rumah kayu di depannya ada sebuah pohon beringin. Masuklah, temui seorang perempuan dan beritahu dia akan adanya letak uang tersembunyi di atas blandar. Berikan semua uang itu untuk perempuan yang ada di dalam rumah," pintanya. "Baiklah, sekali lagi terima kasih. Saya berjanji akan menepati janji saya, Mbok." Tak ada jawaban. Sosok Mbok Ati tiba-tiba saja menghilang tanpa jejak hingga membuat Aksan yang terdiam kembali terkejut. "Ariya, i-itu tadi apa?" tanya Aksan. "Nanti saja, Kak. Lihatlah, itu rumah Ibu, ayo kita ke sana. Ibu pasti khawatir," ucap Ariya dan kembali memapah Aksan untuk segera keluar dari hutan ini. "Aksan! Ariya! Di mana kalian?!" Terdengar suara teriakan memangil nama kedua insan itu. Sontak Aksan dan Ariya terkejut, mereka senang karena bisa menemukan warga. Dengan langkah semangat mereka pun keluar dari hutan yang di sambut oleh para warga di pinggir hutan itu. Semua warga desa mengucapkan syukur pada Yang Kuasa. Rupanya, Dewi meminta bantuan para warga untuk mencari keberadaan putranya setelah tak menemukan mereka selepas Maghrib. Seorang tetua desa mengatakan bahwa arti dari melihat burung Weluh adalah buruk. Burung indah itu konon milik dari penghuni hutan ini, ia menampakkan diri pada orang yang di incar oleh penghuni hutan dan membuat orang yang diincar akan tersesat ke dalam hutan. *** Pagi pun tiba. Ariya yang sudah bangun sejak subuh segera keluar dari dalam rumah saat keadaan rumah dan juga desa dalam keadaan yang sepi. Aksan masih terbaring di tempat tidur karena kakinya yang terluka. Beruntung, Dewi segera memanggil dokter malam itu hingga luka yang di sebabkan oleh akar pohon itu tak terinfeksi. "Aku harus menepati janjiku," ucap Ariya sembari menatap ke arah langit berwarna jingga. Mentari sebentar lagi akan menampakkan dirinya pada dunia. Ia harus cepat agar tak membuat Aksan dan sang ibu khawatir pada dirinya. Gadis itu berjalan menyusuri jalanan desa. Ia mengingat letak dari rumah yang di sebutkan oleh Mbok Ati. Tiga puluh menit pun berlalu, ia berjalan ke arah selatan desa. Manik matanya menatap ke arah sebuah rumah yang di depannya terdapat sebuah pohon beringin berusia puluhan tahun. "Sepertinya, ini rumah yang di maksud oleh Mbok Ati," gumamnya. Tak ingin membuang waktu, gadis itu pun segera memasuki halaman rumah yang terbuat dari kayu jati itu. Rumah yang dibangun khas seperti rumah khas desa itu terasa menenangkan. Ada ukuran tak di kenal di dinding rumah, tetapi Ariya tak begitu memperhatikan, ia hanya ingin segera menyelesaikan janjinya. Tok! Tok! Gadis itu mengetuk pintu. Tak lama, pintu pun terbuka dan menampakkan seorang wanita yang kira-kira berusia dua puluh tahun. "Ada apa?" tanyanya pada gadis itu. "Maaf mengganggu, apa benar ini rumah Mbok Ati?" tanya Ariya. "Benar, ada keperluan apa? Ibu saya sudah tidak ada," ucap perempuan itu. "Saya tahu. Saya datang ke sini karena titah beliau," ujar Ariya. "Apa maksud kamu?" tanyanya semakin kebingungan. "Mungkin anda tidak akan percaya, tapi Mbok Ati menyuruh saya untuk memberitahukan bahwa ada uang tersimpan di atas plafon kamarnya dan semua uang itu diberikan kepada anda," jawab Ariya. "Apa kamu gila? Ibu saya sudah meninggal dunia, tidak mungkin kamu mendapat perintah dari ibu saya," ujarnya. "Percayalah. Saya tidak berbohong." Ariya berusaha untuk menyakinkan perempuan itu. "Tidak! Pergi kamu dari sini! Dasar orang gila!" teriak perempuan itu. Ariya di dorong hingga tubuhnya tersungkur di atas teras. Ia bingung harus berkata apa, jalan satu-satunya agar ia percaya adalah dengan fakta. "Mbok Ati meninggal karena mengambil tanaman herbal di tebing bagian Utara Hutan Asih. Beliau ingin membuat sebuah obat herbal untuk seorang pasien yang tengah mengalami sakit keras di desa ini," ujar Ariya membeberkan fakta. Sontak saja perkataan Ariya membuat wanita itu terdiam. Memang ucapan Ariya semuanya benar, hingga perempuan itu menjadi bingung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN