Gemerisik daun yang menggesek dengab alas kakinya terdengar keras di indra pendengarannya. Tanah nya terasa lembab akibat hujan semalam. Aroma pepohonan, rumput liar yang basah tercium mengusik indra penciuman Leyna hingga membuatnya mengerutkan hidung. Leyna mengedarkan pandangannya ke segala arah, ia pernah mendengar tentang tempat ini namun belum pernah menginjakkan kakinya di sini. Sama sekali tidak pernah. Jensen bilang hanya ini jalannya untuk sampai ke suatu tempat yang akan mereka tuju. Mobil Jensen berhenti di sisi jalan besar masuk ke dalam hutan, dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang hampir di tutupi rumput liar. Jensen menggenggam tangan Leyna erat, beberapa kali wanita itu hampir saja tergelincir.
"Masih jauh?."tanya Leyna yang mulai terbakar rasa penasaran. Semua warna hijau ini sangat memanjakan mata, namun Leyna tetap harus waspada. Sesuatu bisa saja bersembunyi di balik semak-semak belukar yang rimbun itu.
"tidak jauh. Sebentar lagi sampai."Lima menit terasa sejam. Bukan karena tempatnya melainkan kesabarannya dilanda rasa penasaran tinggi. Leyna tak sabar untuk sampai di tempat tujuan. Butuh 15 menit bagi mereka untuk sampai di sebuah jembatan, ada air terjun yang sangat deras mengaliri sungai yang begitu jernih. Rasanya seperti cermin, air nya begitu jernih dan menyegarkan ketika Leyna mencuci tangannya di aliran sungai.
"Aku tidak tahu ada tempat ini di Seattle."Jensen menyukai ketika ia menunjukkan sesuatu pada Leyna dan wanita itu akan berekspresi takjub dengan pemandangan yang ditemukannya.
"Ku dengar kau selalu menghabiskan waktu untuk bekerja. Kau melewatkan segalanya nona Megan."Leyna setuju dengan hal itu, namun ia sudah terlanjur jatuh cinta dengan pekerjaannya.
"Ku pikir kau menemui banyak hal di luar sini. Sangat cantik."
"Senang kau menyukainya."
Leyna menghadap ke arah Jensen dengan bibir tersenyum merekah, senyuman Leyna membuat sesuatu dalam diri Jensen bergetar. Jensen berdiri semakin mendekat ke arah Leyna, meraih pipinya lalu mencium bibirnya yang membuat tubuh Leyna membeku seketika. Terlalu mengejutkan baginya, sentuhan bibir Jensen yang lembut menempel di permukaan bibirnya. Dentuman keras terasa berdebar di jantungnya. Semburat hangat mengisi pipinya, Leyna memejamkan mata merasakan permukaan bibir Jensen di bibirnya. Bagaimana rasa lembut ketika ia mengulum bibirnya, ketika lidahnya menyapu bibir Leyna dan menghentak hatinya memberikan getaran di sepanjang aliran darahnya. Ciuman pertamanya dengan Jensen dan sangat-sangat manis.
Jensen menghentikkan ciumannya, matanya menatap kedua mata Leyna teduh, pancaran matanya seolah menggambarkan perasaannya yang membuat Leyna sedikit takut. "Jadilah kekasihku."
Leyna hanya menatap kedua mata Jensen dan tak mengatakan apapun, mencari-cari sesuatu kebenaran dalam ungkapan nya barusan melalui tatapannya yang teduh. Leyna merasakan ketulusan Jensen namun tetap menampik nya dan merasa Jensen terlalu terburu-buru. Bukannya menolak Leyna mengangguk setuju yang membuat Jensen tersenyum lebar. Leyna tak tahu Jensen memiliki senyum lebar semanis ini, biasanya hanya ada senyum tipis yang ia tunjukan Leyna menyukainya. Senyuman Jensen membuatnya berkali-kali lipat lebih tampan.
Jensen kembali mencium bibir Leyna dan kali ini lebih dalam. Lebih menyeluruh hingga membuat jantung Leyna berdebar keras. Sapuan hangat di permukaan bibirnya lebih menyeluruh, Leyna memejamkan mata membalas ciuman Jensen yang memabukkan. Jensen mengajak Leyna menyusuri sungai dan kembali ke mobil saat pukul 11 siang. Tak terasa menghabiskan 3 jam lamanya di dalam tanpa merasa lelah.
"Sore hari kau akan menghabiskan waktumu dengan sahabatmu. Apa saat ini sampai sore kita bisa bersama?." Leyna memiringkan sedikit kepalanya seolah tengah berpikir akan sesuatu lalu senyuman di bibirnya menggoda Jensen dan terkekeh ringan.
"tentu saja. Mau kemana lagi kita?."
"ikut saja."
***
Edward berdiri di depan Bioskop. Matanya mengedar ke segala arah mencari-cari seseorang yang seharusnya datang ke sini. Mereka sudah janjian untuk menonton film keluaran Marvel yang baru. Ia sudah menghabiskan kopinya yang ia beli setengah jam lalu namun Leyna belum juga datang. Beberapa kali Edward melirik jam yang berada di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul 6. Tidak biasanya Leyna terlambat hingga 1 jam tanpa ada kabar. Edward berdiri menyandarkan punggungnya lada pilar gedung, matanya mencari-cari keberadaan Leyna lalu memutuskan untuk menghubunginya lagi.
Tidak ada balasan chat dan juga sambungan telepon yang masuk ke dalam ponselnya. Ada satu itu tepat 45 menit yang lalu jika Leyna alan segera datang namun belum juga muncul hingga saat ini yang membuat Edward semakin kesal. Tiba-tiba sesuatu yang dingin menempel di pipinya hingga membuat tubuh Jensen tersentak kaget. Ia menoleh ke sisi kirinya dengan wajah kesal dan menemukan Leyna dengan cengiran di wajahnya dan tatapannya yang terlihat menyesal.
"kau terlambat dan mengejutkanku bukan nya minta maaf dan mengarang alasan."todong Edward dengan perkataan yang membuat Leyna mendengus sebal.
"Maafkan aku. Sebagai permintaan maafnya aku membelikanmu soda ini. juga 2 tiket nonton, jugaaaa... satu popcorn besar untukmu dan bonusnya cup kecil untukku kau puas."
Edward tersenyum dengan cengiran di wajahnya. Edward langsung menarik tangan Leyna untuk segera memasuki Bioskop. Film marvel keluaran terbaru sangat bagus, setelah film itu habis Edward memutuskan untuk menonton lagi namun kali ini pria itu yang memilih film apa yang akan mereka saksikan. Leyna tak tahu karena ia menunggu sementara Edward yang membeli tiket untuk mereka berdua. Setelah selesai Leyna dan Edward memasuki ruangan tersebut. Leyna tak tahu film apa yang mereka saksikan, ia begitu antusias karena Leyna suka menonton dengan Edward.
Film di buka dengan kegelapan, Leyna terkejut dengan suasananya dan bagaimana film ini di mulai. Rasanya begitu sepi dan gelap, mungkinkah ini horor. Leyna sangat suka film-film horor. Ia semakin antusias, jika film marvel ia sudah melihat triler nya di media sosial namun film ini, tidak sama sekali. Leyna mulai bertanya-tanya ketika ia menyampaikan pertanyaannya pada Edward laki-laki itu tak mau menjawab. Edward mengatakan jika Leyna haru menyaksikan filmnya dengan serius.
Leyna menuruti apa yang Edward katakan, ia mencoba untuk menikmati adegan permulaan ini. Adegan di mulai ketika sang wanita merasa ada yang mengetuk rumahnya, beberapa kali ia mencoba untuk mencari tahu dengan car melihat ke deoan namun tidak ada siapapun di sana. Keempat kalinya ia mengintip dari lubang pintu tak ada siapapun hingga ia memutuskan untuk membuka pintu lebar-lebar.
"AKHHHHHHHH."teriak Leyna terkejut, sementara Edward tertawa terbahak-bahak di sebelahnya. Leyna memukul Edward bertubi-tubi dan menjitak kepalanya keras hingga membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. Bagaimana tidak kesal, Leyna sangat benci thriler tapi Edward malah dengan sengaja menaksaya untuk menyaksikan film itu. Berkali-kali Leyna memejamkan matanya dan mengintip dari sela jari-jemarinya yang sedikit ia renggangkan untuk melihat adegan apa yang sedag terjadi dalam film tersebut.
"Sudah ku katakan aku benci film seperti ini."gerutu Leyna masih dengan kedua telapak tangannya yang menutup matanya. Edward meliriknya dengan senyum geli di wajahnya. Ia sibuk memakan pop corn yang bahkan tak bisa Leyna makan lagi karena selera makannya menghilang ketika melihat tebasan dan tusukan yang terjadi tadi. Teganya Edward. Leyna rasa ia akan kembali memukuknya ketika di luar nanti.
"Film ini memliki rating yang sangat tinggi. Kau tidak boleh melewatkannya."
"Aku.. tidak ada ruginya aku melewatkan film bergenre ini."Sangat-sangat tidak rugi, Leyna lebih memilih untuk melewatkannya saja.
"Makanlah."Edward menyodorkan pop corn ke arahnya, Leyna tak bisa memakannya. Adegan itu terlaku membekas di kepalanya ketka tusukan yang menciptakan cipratan darah dan teriakan yang memilukan.
"Aku sudah kenyang. Kau saja yang habiskan."ucap Leyna yang membuat Edward menatap sisi wajahnya.
"Kau sudah mengatakannya. Jangan tarik kata-kata mu itu dan juga... jangan salahkan aku ketika di luar nanti, kau yang sudah menolaknya."wajah Leyna memberenggut sebal, bisa-bisanya Edward menyalahkan hal ini padanya.
"Ini kan karena kau yang mengajakku menyaksikan film ini. Belikan aku kopi karena aku sudah membeli pop cornya aku tidak mau tahu."Edward tak menanggapi apa yang Leyna katakan, ia mengabaikannya dan memilih fokus menonton film. Leyna menyanggol lengan Edward dengan sikunya, memaksa Edward berkata iya atas ucapannya tadi.
Leyna menghela nafas kesal ketika ia kembali menatqp layar adegan sadis menurut nya sedang terpampang di hadapannya hingga membuat Leyna kembali berteriak dan Edward tertawa karena hal itu. Menurut Edward Leyna sangat penakut. Edward suka mengajak Leyna nonton sementara Helen tak suka karena wanita itu lebih menyukai film romantis yang menurut Edward dan Leyna terlalu menggelikan.
Genre yang Edward dan Leyna sukai selalu sama namun hanya satu yang tiba bisa Leyna sukai yaitu film bergenre thriler, ia tak sanggup untuk menyaksikannya. Menurut Leyna itu terlalu sadis dan menyakitkan. Ketika film ini selesai ia dan Edward kembali menyaksikan film lainnya namun kali ini Edward memberikan waktu 5 menit bagi Leyna untuk memilih film yang akan mereka saksikan, waktu itu dipakai Leyna dengan mencarinya dulu di internet.
Film ketiga mereka adalah sebuah film comedy, Leyna menyukai jalan cerita yang bagus, film thriler itu katanya bagus namun Leyna tak bisa membaca jalan ceritanya karena ia terlalu takut untuk melihat. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika mereka meninggalkan bioskop. Untung saja Edward membawa mobil karena Seattle kembali diguyur rintik hujan. Mereka mampir sebentar ke Toko Helen sebelum kembali ke Apartemen tepat jam 1 malam.
Leyna berbaring di atas kasur dan memejamkan mata. Hari ini terlalu banyak kopi dan cola. Seharusnya ia tak meminum itu di malam hari karena kini Leyna merasa pipinya begitu chubby. Apa berat badannya bertambah hanya dalam waktu satu malam. Leyna mendengar sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Ia terlalu malas untuk bangun dan mencari-cari dimana benda persegi panjang itu berada. Sebelah tangannya bergerak merambat naik ke atas kepalanya dimana ia menaruh tas nya tadi, tanpa melihat Leyna mencoba merogoh tas selempangnya hingga ia berhasil menemukannya.
Sebelas alis Leyna menyerngit ketika menemukan nama Jensen di dalam layar ponselnya.
"boleh aku ke Apartemenmu?."-Jensen.
Kedua mata Leyna mengerjap bingung, apa tidak apa. Ini sudah terlalu larut, kenapa Jensen belum tidur di jam selarut ini. Apa orang-orang kaya selalu tidur hanya beberapa jam. Leyna masih memikirkan apa yang mungkin ia lakukan.
"Kau belum tidur?."-Leyna.
"Aku tidak bisa tidur."-Jensen.
"Baiklah."-Leyna
Leyna mengizinkan Jensen untuk datang belum lama ia mengirim pesan tersebut suara ketukan di pintu kamarnya membuatnya terkejut bukan main. Spontan Leyna bangkit terduduk dan memasang indra pendengarannya tajam. Apa ia salah dengar, apa itu tetangganya. Mana mungkin Jensen datang secepat ini bukan.
"Aku sudah di depan kamar mu."-Jensen.
Pesan itu membuat Leyna terlonjak kaget hingga membuatnya lompat dari tepat tidur dan berdiri dengan sigap. Perlahan-lahan Leyna membuka pintu kamarnya, namun tak ada Jensen di sana lampu ruang tamunya bahkan masih padam. Leyna membuka pintu kamarnya lalu dengan cepat berlari ke depan pintu, mengintip di balik lubang pintu untuk melihat siapa yang kini berdiri di hadapan nya. Ada seseorang di sana namun ia tak bisa mengenali siapa dia. Mungkinkah Jensen, secepat ini.
Leyna membuka pintu Apartemennya dan mendapati Jensen tengah berdiri di Apartemennya.
"malam."sapa Jensen yang membuat Leyna terkejut.