bc

Istri Berwajah Pas-pasan

book_age16+
891
IKUTI
7.9K
BACA
HE
kickass heroine
heir/heiress
tragedy
bxg
city
secrets
surrender
substitute
like
intro-logo
Uraian

Irham terpaksa menelan pil pahit saat pernikahan yang dicita-citakannya gagal ketika sang kekasih hati mengkhianati dan memilih menikah dengan orang lain. Demi menutup rasa malu keluarga, laki-laki yang mengklaim dirinya tampan paripurna harus menerima kenyataan jika dirinya harus rela menikah dengan adik mantan kekasihnya yang dari segi wajah menurutnya terlalu sederhana jika disandingkan dengannya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Mari Berpisah
"Astaga, Najwa! Apa kau sengaja ingin membuatku malu dengan pakaianmu yang norak dan kampungan ini, ha?!" Aku benar-benar tak bisa mengendalikan emosi. Hampir setiap hari, ada saja tingkah lakuanya yang membuatku kesal. Wanita di hadapanku menatap wajahku dengan lelehan bulir bening yang siap tumpah dari kedua netranya. Ck! Dasar cengeng! Dikit-dikit nangis! Dikit-dikit nangis! "Mau ikut atau tidak?" tanyaku memberi pilihan. "I-iya, ikut." Dia menjawab pertanyaanku dengan suara bergetar. "Ya sudah, cepat sama ganti bajumu dengan baju yang lebih layak. Aku muak melihatmu seperti ini." Dia mengangguk dan berjalan cepat menuju kamar. Dan setelah ini, aku hanya berharap dia bisa keluar dari kamar dengan pakaian yang terlihat lebih pantas dan berkelas. Ya, setidaknya jika tak terlalu cantik, bukankah pakaian bagus bisa menolongnya dan memberikan nilai plus biar aku tak malu? Aku menarik napas dalam dan lantas membuangnya dengan kasar saat menyadari jika ternyata diriku sudah terlalu jauh terjebak bersamanya. Najwa Aulia. Gadis yang terlalu sederhana atau bahkan bisa dikatakan tidak cantik jika disandingkan dengan seorang Irham Dharma Wijaya yang kata orang tampan rupawan dan ... berkelas. Aku menikahinya karena terpaksa. Semua aku lakukan demi menutup rasa malu keluarga. Dan percayalah, meski sudah tiga tahun bersama, rasa cinta itu belum datang juga. Dia yang terlalu monoton dan cenderung membosankan, membuatku muak dengan segala apa yang ada pada dirinya. Lagian, sangat mustahil wanita berwajah pas-pasan seperti dirinya sanggup membuatku jatuh cinta. Mustahil! "Ya ampun! Najwa! Bukankah aku sudah memberikanmu banyak uang agar kau bisa meng-upgrade baju-bajumu? Lalu, kenapa? Argh!" Aku mengusap wajah frustrasi dan sampai kehabisan kata-kata saat melihatnya keluar kamar dengan gamis yang terlihat tidak ada bagus-bagusnya. Hampir tidak ada bedanya dengan gamis yang dipakainya sebelum ini. Harus aku akui, selera fashionnya sangat buruk. "Tapi ini gamis paling mahal yang pernah aku beli, Mas." Dia yang selama ini selalu kalem dan hampir tak pernah membantah ucapanku, menyuarakan pendapatnya dengan suaranya yang lirih. "Kalau baju ini bikin Mas malu, ya sudah, aku nggak usah ikut nggak apa-apa." Dia diam sambil menekuk wajahnya. Wajah yang sangat jauh berbeda dengan paras cantik yang dimiliki Zhafira—kakak kandungnya yang terkenal cantik paripurna. Wanita yang sama dengan orang yang telah membuatku terseret begitu jauh hidup dengan adiknya yang cenderung kolot dan kampungan ini. "Ya sudahlah, tapi lain kali, beli baju yang bagus, biar aku tidak malu di depan teman-temanku." Akhirnya aku pasrah dan menyerah karena acara makan malam rekan bisnis akan berlangsung tak lama lagi. Najwa mengangguk cepat dengan senyum yang terukir di bibirnya yang tebal dan penuh. Aku mengumpat dalam hati. Heran! Senyuman terbaik yang dimilikinya pun tak membuat kecantikannya terpancar? Dan sialnya, yang menjadi suaminya adalah aku? Sungguh, ini mimpi buruk terlama yang pernah singgah dalam hidupku. Ya, dia tak secantik kakaknya meski terlahir dari rahim yang sama. Jauh berbeda. *** Seperti yang aku perkirakan, sampai di tempat diadakannya acara makan malam, beberapa teman bisnis yang datang bersama pasangannya, tampak menatap Najwa dengan pandangan aneh ketika kami bersalam-salaman. Harus aku akui, wanita 25 tahun yang sayangnya harus kusebut sebagai istri, memang terlihat sangat norak dan kampungan dibanding istri-istri teman sejawat yang tampil glamor dan elegan. Memalukan! "Ayo pulang." Aku yang tak ingin diriku dijadikan bahan gunjingan karena penampilan tak pantas Najwa, memutuskan untuk pulang lebih awal daripada yang seharusnya. Aku tak suka jika mereka menjadikanku bahan olok-olok karena penampilan istriku yang kampungan. "Pulang? Tapi hidangan pembuka saja belum datang, Mas. Masa iya udah mau pulang?" tanya Najwa sambil menatapku dengan pandangan ... kesal? Aku tersentak. Wow! Bukankah sejak di rumah tadi wanita ini mulai pandai mendebatku? Mama selalu memberikan nasihat bijak agar aku bisa mempertahankan rumah tangga dengan wanita berparas biasa ini. Karena katanya, Najwa adalah sosok penurut yang tak suka membangkang. Namun, sekarang, bukankah dia sudah mematahkan penilaian Mama? Baiklah kalau begitu, mungkin memang sudah saatnya aku melepas wanita ini. Dan setelah itu akan kuraih kembali kebebasan setelah lepas darinya. Aku tampan. Aku sangat berhak mendapatkan wanita cantik untuk dijadikan pendamping hidup agar terlihat lebih pantas dan serasi denganku. Bukan wanita berwajah pas-pasan yang kampungan seperti dirinya. Jelas bukan! Meski sempat ingin mendebat, nyatanya Najwa bangkit dari tempat duduknya meski mungkin dengan penuh keterpaksaan. Baguslah! Jadi aku tidak perlu repot-repot menyeretnya keluar dari tempat yang tak cocok untuk istriku yang kampungan ini. Dan .... Baru hendak meninggalkan acara, aku yang sedikit terpaksa menggandeng Najwa, terkesiap saat melihat seorang wanita cantik datang bersama seorang pria sambil menggandeng tangan anak laki-laki yang aku perkirakan sekitar dua tahun usianya. Dia ... Zhafira? Ada hawa panas yang tiba-tiba menyeruak dalam d**a saat mengingat sikapnya dulu. Yang secara tiba-tiba membatalkan rencana pernikahan karena katanya ... dia sudah menemukan laki-laki yang lebih mapan dibanding aku yang kala itu dalam kondisi hampir bangkrut karena ulah beberapa oknum nakal di dalam perusahaan papaku. "Mas, jadi pulang, kan?" tanya Najwa, membuatku terkesiap. "Iya. Jadi." Zhafira melengos menatap kami. Dia memang tak pernah ramah dan dekat dengan Najwa meski mereka terlahir dari rahim yang sama. Mereka seperti orang asing. Kutatap sekali lagi Zhafira sebelum pergi. Ada yang bergelenyar di dalam dadaku saat bisa kembali berjumpa dengannya setelah sekian lama karena dirinya diboyong sang suami ke luar pulau. Dia masih cantik. Sama cantiknya seperti dulu, saat kami masih bersama dan tengah merangkai mimpi indah untuk hidup bahagia, sebelum akhirnya ... gagal terwujud karena pengkhianatannya. *** [Aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku menyesal dan ingin kembali padamu, Irham. Rasanya berat sekali melihatmu jalan berdampingan dengan adikku yang tidak cantik itu.] [Zhafira.] Hatiku bergejolak saat membaca pesan darinya. Wanita yang dalam diam masih sanggup membuat hatiku terusik meski hanya dengan mengingat namanya. Dan setelah hari itu, aku dan Zhafira intens berkomunikasi via messenger untuk saling terhubung. Dia memang mantan terindah yang tak semudah itu membuatku lupa dengan segala kenangan yang pernah dilalui bersama. Semua berjalan lancar dan selalu mengasyikkan dan terasa menggairahkan. Sampai pada akhirnya ... aku dan Zhafira berjanji untuk melakukan pertemuan. Berniat melepas rasa rindu yang sekian lama menggebu. Mengulang kembali romansa indah seperti saat kami masih bersama waktu itu. Sungguh hatiku tak sabar ingin bertemu. Namun, belum sempat rencanaku terealisasi, Najwa yang rasanya dalam diam mengintai aktivitasku selama ini, tiba-tiba merebut ponselku. Membuatku yang sedang asyik berbalas pesan dengan kakaknya, terkejut bukan kepalang dengan tindakan berani wanita satu ini. Dengan jari-jari tangannya yang terlihat bergetar, tampak wanita itu menggulir satu demi satu pesanku dengan Zhafira. Pesan yang tak jarang disisipi obrolan-obrolan m3sum yang membangkitkan gel0ra. "Sejak kapan, Mas? Sejak kapan?!" Dia menatapku dengan pandangan sengit dan napas yang terlihat memburu sesaat setelah menjatuhkan ponselku. Aku yang sejatinya sudah siap pergi, diam membatu. Bukan! Bukan karena takut sebab perselingkuhanku dan sang kakak ketahuan. Namun, aku sedang menunggu waktu untuk berterus-terang dan mengatakan siap berpisah dengannya. Aku sudah muak hidup bersamanya dan siap menjemput mimpi baru bersama Zhafira yang bakal mengajukan gugatan cerai pada suaminya tak lama lagi. "Kalau bosan dan merasa tertekan hidup denganku, katakan saja, Mas. Selama ini, aku cukup sadar diri kalau wanita berwajah pas-pasan sepertiku memang tak pantas bersanding denganmu," ucapnya dengan kedua mata yang tampak menunjukkan bias kaca saat menatapku. Sorot matanya menyiratkan sejuta luka yang mungkin sudah dipendamnya sekian lama. "Mari berpisah, Mas. Aku ikhlas melepasmu jika memang itu yang menjadi keinginanmu." Aku tersentak kaget dan tak mengerti kenapa harus ada rasa sesak yang tiba-tiba datang menghimpit d**a saat wanita berwajah pas-pasan ini meminta pisah dariku dengan raut wajahnya yang sepertinya memang tidak main-main. "Berbahagialah bersama wanita yang lebih pantas bersanding denganmu, Mas. Aku ikhlas," ucapnya masih dengan sorot mata yang tampak berkaca. Dan kini, tak hanya sesak, dadaku juga tiba-tiba terasa sakit dengan lidah yang mendadak kelu ketika wanita yang selama ini kuanggap terlalu sederhana parasnya, meminta pisah dengan raut wajah penuh kesungguhan. Apa yang terjadi pada dirimu, Irham? Bukankah hal seperti ini yang menjadi anganmu selama tiga tahun hidup bersamanya? Bukankah perpisahan seperti ini yang kau harapkan selama menjalani kehidupan pernikahan? Lantas, kenapa harus ada rasa sakit ketika wanita yang tak pernah kau cintai dan kerap kau siksa batinnya meminta perpisahan?

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Secret Little Wife

read
115.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook