Tanda-tanda Kiamat Kecil
Apakah tanda-tanda kiamat kecil? Tanda-tanda itu pernah diungkapkan Rasulullah SAW dalam sebuah dialog yang menarik dengan Salman Al-Farisy.
Suatu saat, ketika menunaikan haji wada’, sambil memegangi kiswah Ka’bah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat ialah tidak dilaksanakannya salat, diikutinya syahwat, berkhianatnya para pemimpin, dan fasiknya para menteri.”
Sahabat Salman Al-Farisy langsung menyeruak ke arah beliau. ”Demi ayah dan ibuku sebagai tebusan, wahai Rasulullah, apakah hal itu benar-benar akan terjadi?” tanyanya.
”Benar, Salman. Saat itu kemungkaran menjadi kemakrufan dan kemakrufan menjadi kemungkaran,” jawab Rasul.
“Apakah hal itu akan benar-benar terjadi?” tanya Salman lagi. “Benar. Saat itu hati orang mukmin larut dalam badannya, seperti garam larut dalam air, karena apa yang dilihatnya ia tidak mampu mengubahnya,” jawab Rasul.
Salman bertanya lagi, “Apakah hal itu akan benar-benar terjadi?” Rasul menjawab lagi, ”Benar. Saat itu pengkhianat dipercaya, orang yang dapat dipercaya dianggap berkhianat; para pendusta dianggap jujur, dan orang jujur dianggap dusta.”
Salman bertanya lagi, “Apakah hal itu itu akan terjadi?”
Tanpa jemu, Rasul menjawab, “Benar. Sesungguhnya orang yang paling utama ialah orang mukmin yang berjalan di tengah segolongan orang yang dalam ketakutan. Jika dia berbicara, mereka akan memakannya, dan mati karena kemarahan dalam dirinya. Wahai Salman, suatu kaum tidak akan disucikan jika yang kuat memakan yang lemah.”
Salman masih bertanya lagi, “Apakah yang demikian itu akan terjadi?”
“Benar. Saat itu orang kaya disanjung-sanjung, agama dijual dengan dunia, dunia dicari dengan amal akhirat. Laki-laki berhubungan dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan.
Mereka adalah bagian dari umatku yang dilaknat Allah SWT. Saat itu, umatku disusul dengan umat yang lain, badan mereka badan manusia namun hatinya hati setan. Jika umatku bicara, mereka dibunuh. Jika diam, darah mereka dihalalkan. Mereka tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang dewasa. Alangkah buruknya perilaku mereka. Para muhrim digagahi, hukum dapat dibicarakan, wanita dijadikan pemimpin, para b***k dimintai pendapat, anak kecil dipuja, tentara di mana-mana, orang laki-laki mengenakan perhiasan emas dan berzina, para penyanyi wanita bermunculan, Al-Quran dilagukan, orang hina lebih banyak angkat bicara.”
Salman bertanya, ”Apa makna orang hina lebih banyak angkat bicara?”
Rasul menjawab, ”Dia membicarakan masalah secara umum, padahal sebelumnya tidak pernah bicara.”
Tanya Salman lagi, “Apakah hal itu akan terjadi?”
Jawab Rasul, ”Benar. Saat itu masjid-masjid dihiasi aneka perhiasan seperti gereja dan biara. Mushaf Al-Quran dihiasi emas, mimbar dibuat lebar, banyak saf tapi hati manusia saling berjauhan, dan perkataan mereka beraneka macam. Siapa yang diberi, bersyukur; siapa yang tidak diberi, kufur.”
“Apakah yang demikian itu akan terjadi?” lagi-lagi Salman bertanya. Rasul menjawab, “Benar. Saat itu datang para tawanan dari timur dan barat dari umatku. Kecelakaan bagi orang-orang lemah di antara mereka, dan kecelakaan dari Allah. Jika bicara, mereka dibunuh; jika diam, juga dibunuh. Mati dalam taat kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam kedurhakaan.”
“Apakah yang demikian itu akan terjadi?” tanya Salman.
”Benar. Saat itu istri bersekutu dengan suami dalam urusan suami, seseorang durhaka kepada bapaknya, dan justru berbuat baik kepada temannya. Mereka mengenakan kulit domba di atas hati serigala, ulama mereka lebih buruk daripada bangkai.”
“Apakah yang demikian itu akan terjadi?” tanya Salman lagi, tak sabar.
“Benar. Saat itu ibadah mereka hanya membaca lafaz ibadah tanpa kandungannya, mereka disebut orang-orang najis dan kotor di kerajaan langit dan bumi.”
Salman masih bertanya lagi, “Apakah yang demikian itu akan terjadi?”
“Benar. Saat itu kitab suci dijadikan nyanyian, dilemparkan ke belakang punggung. Mereka tidak menegakkan hukum yang sudah ditetapkan Allah, mereka mematikan sunahku. Mereka menghidupkan bidah, tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Saat itu anak kecil dicemburui sebagaimana b***k, anak kecil melamar sebagaimana melamar, wanita dan pasar-pasar saling berdekatan.”
Salman masih penasaran, lalu katanya, ”Demi ayah dan ibuku sebagai tebusan, wahai Rasulullah, apa makna pasar saling berdekatan?”
Rasulullah SAW menjawab, ”Jika setiap orang berkata, ’Aku tidak menjual dan aku tidak membeli’ – padahal tidak ada yang memberi rezeki selain Allah – saat itu yang berkuasa adalah orang-orang jahat yang tidak memberikan hak kepada manusia dan mengisi hati mereka dengan ketakutan. Engkau tidak melihat kecuali orang yang ketakutan. Saat itu haji dielu-elukan, orang-orang terkenal menunaikan haji demi hawa nafsu, kelas menengah berhaji untuk berniaga, dan orang miskin berhaji untuk ria dan mencari nama.”
“Apakah yang demikian itu akan terjadi?” tanya Salman.
“Benar, wahai Salman,” jawab Rasulullah SAW dengan mantap.
Disarikan oleh AST dari kitab Muhadharat al-Abrar karya Muhyidin Al-Araby yang dinukil oleh Ibnu Marduwaih, halaman 298
Cinta Rasul pada Anak Yatim
“Barang siapa mencintai dan menyantuni anak-anak yatim, kelak akan hidup berdampingan bersamaku di surga.” (Al-Hadis).
Usai menunaikan salat Id dan bersalaman dengan para jemaah, Rasulullah SAW segera pulang. Di jalan pulang, dilihatnya anak-anak sedang bermain di halaman rumah penduduk. Mereka tampak riang gembira menyambut hari kemenangan setelah sebulan berpuasa. Pakaian mereka pun baru. Rasulullah SAW mengucap salam kepada mereka, dan serentak mereka langsung mengerubuti Rasul untuk bersalaman.
Sementara itu, tak jauh dari sana, di pojok halaman yang tak terlampau luas, tampak seorang anak kecil duduk sendirian sambil menahan tangis. Matanya lebam oleh air mata, tangisnya sesenggukan. Ia mengenakan pakaian bekas yang sudah sangat kotor penuh tambalan di sana-sini. Compang-camping.
Melihat anak kecil yang tampak tak terurus itu, Rasulullah SAW segera bergegas menghampirinya. Dengan nada suara pelan penuh kebapakan, Rasulullah SAW bersabda,
”Hai anak kecil, mengapa engkau menangis, tidak bermain bersama teman-temanmu?”
Rupanya anak itu belum tahu bahwa yang menyapanya adalah Rasulullah SAW.
Dengan ekspresi wajah tanpa dosa, ia menjawab sambil menangis, ”Wahai laki-laki, ayahku telah meninggal dunia di hadapan Rasulullah SAW dalam sebuah peperangan. Lalu ibuku menikah lagi dan merebut semua harta warisan. Ayah tiriku sangat kejam. Ia mengusirku dari rumah. Sekarang aku kelaparan, tidak punya makanan, minuman, pakaian, dan rumah. Dan hari ini aku melihat teman-teman berbahagia, karena semua mempunyai ayah. Aku teringat musibah yang menimpa Ayah. Oleh karena itu, aku menangis.”
Seketika Rasulullah SAW tak kuasa menahan haru mendengar cerita sedih itu. Bulir-bulir air matanya membasahi mukanya yang suci dan putih bersih penuh kelembutan itu. Maka Rasulullah SAW pun lalu memeluknya, tanpa memedulikan bau dan kotornya pakaian anak itu, sambil mengusap-usap dan menciumi ubun-ubun kepalanya.
Lalu sabda Rasul, ”Hai anak kecil, maukah engkau sebut aku sebagai ayah, dan Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husein sebagai saudara laki-lakimu, Fatimah sebagai saudara perempuanmu?” Seketika raut wajah anak itu berubah cerah. Meski agak kaget, ia tampak sangat bahagia. ”Mengapa aku tidak mau, ya Rasulullah?”
Hidup Berdampingan
Rasulullah SAW pun lalu membawanya pulang. Disuruhnya anak itu mandi, lalu diberikannya pakaian yang bagus dengan minyak wangi harum. Setelah itu, Rasulullah mengajaknya makan bersama. Lambat laun, kesedihan anak itu berubah menjadi kebahagiaan. Dan tak lama kemudian ia keluar dari rumah Rasul sembari tertawa-tawa gembira. Dan ia pun bermain bersama teman-teman sebayanya.
”Sebelumnya kamu selalu menangis. Mengapa sekarang kamu sangat gembira?” tanya teman-temannya.
Dengan gembira anak itu menjawab, “Aku semula lapar, tapi sekarang sudah kenyang, dan sekarang berpakaian bagus. Sebelumnya aku yatim, sekarang Rasulullah adalah ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudaraku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Nah, bagaimana aku tidak bergembira?”
”Seandainya ayah kami gugur di jalan Allah dalam peperangan itu, niscaya kami menjadi seperti dia,” kata beberapa kawannya.
Namun, kebahagiaan anak yatim itu tidak berlangsung lama. Tak lama berselang beberapa waktu setelah menunaikan haji wadak, Rasulullah SAW wafat.
“Sekarang aku menjadi anak yatim lagi,” katanya ambil keluar dari rumah Rasulullah dan menaburkan debu di kepalanya karena merasa sedih. Kata-kata anak itu kebetulan terdengar oleh Abubakar Ash-Shiddiq, yang berada tak jauh dari sana. Maka ia pun lalu ditampung di rumah Abubakar.
Demikian sekelumit kisah kecintaan Rasulullah SAW kepada anak yatim di hari raya. Betapa di hari yang penuh kemenangan itu, hari raya menjadi hari yang menyedihkan – sementara nasib mereka banyak yang luput dari perhatian. Anak-anak yatim adalah makhluk yang senantiasa berpuasa dalam hidupnya, baik dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani. Jangankan mengenakan pakaian baru, untuk makan sehari-hari saja sulit.
Sungguh, memperlakukan dengan baik dan menyantuni anak yatim pada hari raya – dan tentu hari-hari biasa – merupakan langkah yang mulia dan terpuji. Dalam Islam, mereka yang menyantuni anak yatim niscaya mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Sabda Rasul, ”Barang siapa menyantuni anak yatim, dia berada di surga bersamaku seperti ini (Rasulullah mempersandingkan jari telunjuk beliau dengan dan jari tengah).” AST
Menjaga Lisan
Manusia tidak dilemparkan ke neraka karena lehernya, tapi karena lisannya
(Al-Hadis).
Ketika Mu’adz bin Jabal diangkat sebagai gubernur Yaman, sebelum berangkat ia menghadap Rasulullah SAW. Maka Rasulullah pun menyampaikan pesan kepadanya.
”Wahai Mua’adz, bertakwalah di mana saja kamu berada, dan hapuslah perbuatan jelek dengan kebaikan. Bergaullah dengan sebaik-baiknya pergaulan. Sungguh, aku sangat menyayangi kamu, maka jangan lupa kamu membaca doa berikut ini usai salat: Ya Allah, tolonglah aku agar selalu ingat dan bersyukur kepada-Mu, serta bisa memperbaiki ibadah kepada-Mu.”
Rasululah menambahkan, ”Wahai Mu’adz, tahukah kamu, apa hak Allah terhadap hamba-Nya?”
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” jawab Mu’adz.
“Hak Allah atas mereka ialah hendaknya mereka menyembah-Nya, dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Tahukah kamu, apa hak hamba kepada Allah?” tanya Rasulullah SAW lagi.
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” jawab Mu’adz lagi.
“Hak mereka terhadap Allah ialah Allah tidak akan menyiksa mereka. Sebab, pangkal dari semua perkara ialah Islam. Tiangnya adalah salat, dan rangkaiannya adalah jihad di jalan Allah.”
“Wahai Mu’adz, maukah kamu aku beri tahu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah benteng, sedekah dapat menghilangkan kesalahan seperti air memadamkan api. Demikian pula bangunnya seseorang di waktu tengah malam (untuk beribadah),” sabda Rasulullah lagi.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan Al-Quran surah As-Sajdah ayat 16-17, ”Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Tak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.”
Lalu Rasulullah SAW bersabda lagi, ”Wahai Mu’adz, maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang harus kamu miliki lebih dari semua itu?”
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,” jawab Mu’adz.
“Jagalah lisanmu,” jawab Rasulullah.
Sambil memegang lisannya, Mu’adz berkata, ”Wahai Rasulullah, aku sudah berhati-hati dalam bercakap dengan lisan.”
“Wahai Mu’adz, ibumu telah melatih dan mendidikmu. Manusia tidak dilemparkan ke neraka karena lehernya, tapi karena lisannya,” sabda Rasulullah SAW mengakhiri pesannya kepada Mu’adz.
Betapa pentingnya kita menjaga lisan (dari ucapan yang sia-sia atau omongan buruk).
Perhatikanlah hadis riwayat Bukhari dan Muslim ini, “Orang yang percaya kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata baik, atau diam.”
Ajaran Rasul tentang Zakat
Rasulullah SAW dengan sabar mengajar para sahabat. Antara lain tentang kewajiban berzakat bagi pemilik hewan ternak.
Suatu hari Rasulullah SAW mengajarkan kewajiban berzakat kepada para sahabat. ”Seseorang yang mempunyai emas dan perak, namun tidak mengeluarkan zakat, di hari kiamat emas dan perak itu akan dibentuk menjadi lempengan-lempengan dan dibakar di neraka j*****m lantas disetrikakan pada pinggang, dahi, dan punggung pemiliknya.”
Rasulullah SAW melanjutkan, ”Siksaan itu diulang kembali dalam sehari semalam, yang setara dengan 50.000 tahun, sehingga putusan semua orang selesai. Setelah itu ia baru tahu ke mana ia akan dimasukkan, ke surga atau ke neraka.”
”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki unta?” tanya seorang sahabat.
“Begitu juga orang yang mempunyai unta tetapi tidak mengeluarkan zakat. Di antara zakat unta ialah memerah susunya untuk diberikan kepada orang-orang yang lewat. Pada hari kiamat nanti, ia akan diinjak-injak dan digigit secara bergantian oleh sekelompok besar unta di sebidang lapangan selama satu hari yang lamanya 50.000, hingga selesai putusan semua orang. Kemudian ia baru tahu ke mana akan dimasukkan, ke surga atau neraka,” jawab Rasulullah SAW.
”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki lembu dan kambing?” tanya sahabat yang lain.
”Begitu juga orang yang memiliki lembu dan kambing yang tidak membayar zakat. Pada hari kiamat nanti ia akan diinjak-injak dan diseruduk secara bergantian oleh segerombolan besar kambing dan lembu di sebidang tanah lapang dalam masa satu hari yang lamanya 50.000 tahun hingga selesai putusan semua orang. Kemudian ia baru tahu ke mana akan dimasukkan, ke surga atau neraka.”
”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki kuda?”
Dengan sabar Rasulullah SAW melayani pertanyaan para sahabatnya, ”Kuda punya tiga fungsi: yang dapat mendatangkan dosa, dapat menutupi hajat, dan dapat mendatangkan pahala bagi pemiliknya. Kuda yang mendatangkan dosa ialah yang dipelihara sebagai sarana bersombong, bangga, dan memusuhi Islam. Kuda yang dapat menutupi hajat ialah yang digunakan untuk kepentingan yang diridai Allah, dan tidak melupakan hak dan kewajiban pemeliharaannya.”
Rasulullah SAW melanjutkan, “Adapun kuda yang mendatangkan pahala ialah yang digunakan untuk berjuang di jalan Allah dan untuk kepentingan Islam. Kuda seperti itu, jika dilepas di tanah lapang atau kebun kemudian makan sesuatu, dicatat sebagai kebaikan bagi pemiliknya. Bahkan kotoran dan air kencingnya dicatat sebagai kebaikan.”
Rasulullah SAW melanjutkan lagi, “Jika kuda itu terlepas dari tali kekangnya, kemudian lari atau meloncat-loncat, bilangan langkahnya dicatat Allah SWT sebagai kebaikan bagi pemiliknya. Jika dibawa oleh pemiliknya melewati sungai lantas minum air sungai itu, padahal pemiliknya tidak bermaksud memberinya minum, Allah SWT mencatat air yang diminum sebagai kebaikan bagi pemiliknya.”
”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau memiliki keledai?” tanya sahabat yang lain.
Dengan sangat sabar Rasulullah SAW menjawab, ”Tentang keledai, tidak diturunkan kepadaku ayat yang menjelaskannya, kecuali yang bersifat umum, yaitu: Faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah, waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah.
Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan melihat balasannya; dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat atom, ia akan melihat balasannya pula.” (Riwayat Bukhari).
Beberapa waktu kemudian, seorang Badui datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ”Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku amal perbuatan yang bila saya kerjakan masuk surga.”
Dengan sabar pula beliau menjawab, ”Hendaklah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan berpuasa di bulan Ramadan.” Orang Badui itu lalu berkata, ”Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh aku tidak akan menambah-nambahi ketentuan ini.”
Ketika orang Badui itu pergi, Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa ingin melihat ahli surga, lihatlah orang Badui itu!” AST
Keutamaan Bulan Ramadan
Bagi mereka yang berpuasa di bulan Ramadan, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup.
Suatu hari Rasulullah SAW ditanya tentang keutamaan bulan Ramadan. Dengan senang hati beliau menerangkan kepada para sahabat yang berkumpul di rumahnya. Inilah cerita Rasulullah SAW,“Sesungguhnya surga itu wangi, dan selalu dihiasi dari tahun ke tahun. Bila malam pertama bulan Ramadan datang, bertiuplah angin Al-Muthsirah dari surga Arsy. Embusan angin itu membuat daun-daun di pepohonan surga saling bergesekan dan menimbulkan dengungan sangat indah yang belum pernah didengar manusia. Kemudian muncul para bidadari di halaman surga dan memanggil-manggil: Adakah orang yang memohon kepada Allah, agar dia menikahkan daku dengannya?”
Lalu para bidadari itu bertanya kepada Malaikat Ridwan penjaga surga, “Malam apakah ini?” Jawab Malaikat Ridwan, “Ini adalah malam pertama bulan Ramadan.”
Setelah itu pintu-pintu surga dibuka untuk umat Muhammad yang berpuasa. Allah SWT lalu memerintahkan Malaikat Ridwan membuka pintu surga dan Malaikat Malik menutup pintu neraka. Sedang Malaikat Jibril diperintahkan turun ke bumi, “Rantailah setan-setan, belenggulah mereka.Lemparkan mereka ke lautan agar tidak mengganggu puasa umat Muhammad, kekasihku.”
Rasulullah SAW lalu mengingatkan kepada para sahabat bahwa, pada setiap malam Ramadan, Allah SWT selalu mengerahkan malaikat untuk mencatat amalan manusia yang berpuasa, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadis qudsi, “Aku akan penuhi permohonan mereka yang memohon; Aku akan terima tobat mereka yang bertobat; Aku akan mengampuni mereka yang mohon ampun. Dan siapa yang memberi pinjaman kepada Zat Yang Mahakaya, ia tidak akan kekurangan, karena Zat yang memenuhi janji tanpa menganiaya.”
Para sahabat tertegun mendengar pernyataan Rasulullah SAW itu. Lalu beliau melanjutkan, ”Ketika berbuka puasa, Allah SWT membebaskan sejuta roh, dan hal itu berlangsung hingga akhir Ramadan.” Dan bila tiba malam Lailatulkadar, Allah SWT memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi bersama serombongan malaikat. Mereka membawa bendera hijau dan menancapkannya di puncak Ka’bah.
Malaikat Jibril memiliki 100 sayap, dua sayap di antaranya tak pernah dibentangkan kecuali hanya pada malam Lailatulkadar. Jika kedua sayapnya dibentangkan, luasnya meliputi Timur dan Barat. Kemudian ia menyerukan kepada para malaikat agar memberi salam kepada orang-orang yang beribadah dan berzikir. Para melaikat menjabat tangan dan mengamini doa mereka sampai terbit fajar. Ketika fajar terbit, Jibril menyeru para malaikat, “Wahai para malaikat, berpencarlah!”
Para malaikat bertanya,”Wahai Jibril, apa yang yang akan Allah perbuat? Apakah sehubungan dengan hajat orang-orang mukmin dari umat Muhammad SAW?”
Jibril menjawab, ”Allah memandang mereka pada malam itu, dan memaafkan mereka, kecuali empat golongan.”
Penerimaan Hadiah
“Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
Beliau menjawab, ”Mereka adalah orang yang meminum arak, yang durhaka kepada orangtua, yang memutus tali silaturahmi, dan yang memusuhi sesama manusia.”
Tapi para sahabat belum puas, kemudian kembali bertanya, ”Ya Rasulullah, siapakah yang memusuhi sesama manusia?” Jawab Rasul, “Mereka adalah orang yang membenci dan memutuskan silaturahmi.”
Setelah itu beliau menggambarkan kondisi malam Hari Raya Idulfitri. “Malam itu disebut malam Jai’zah (malam penerimaan hadiah). Ketika tiba hari raya esok harinya, Allah mengutus para malaikat ke setiap negeri di bumi. Mereka memenuhi jalan-jalan dan menyeru dengan suara yang terdengar oleh semua makhluk, kecuali jin dan manusia.”
Para malaikat berseru, ”Wahai umat Muhammad! Keluarlah menuju Allah, Yang Mahamulia, yang akan mengaruniakan hadiah dan menghapuskan dosa-dosa besar.” Dan apabila mereka datang ke musala, Allah SWT berfirman kepada para malaikat, ”Apakah balasan bagi seorang pekerja apabila ia telah menyelesaikan pekerjaannya?” Jawab para malaikat, ”Wahai Rabb kami, balasan mereka adalah upah mereka sepenuhnya.”
Menurut Rasulullah SAW, gambaran tentang semua itu sesuai dengan firman Allah (dalam hadis qudsi), ”Sesunguhnya Aku menjadikan kalian saksi, wahai para malaikat-Ku, bahwa sesungguhnya Aku telah memberikan rida dan ampunan-Ku sebagai balasan karena puasa dan Tarawih mereka di bulan Ramadan.”
Allah SWT berseru, ”Wahai hamba-hamba-Ku, mohonlah kepada-Ku. Maka demi kemuliaan-Ku dan kebesaran-Ku, tidaklah kamu meminta sesuatu kepada-Ku di pertemuan ini untuk akhiratmu kecuali Aku akan memberimu. Tidak juga untuk keperluan duniamu, kecuali Aku akan memandang kemaslahatanmu. Maka demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan tutupi kesalahan-kesalahanmu selama kalian takut kepada-Ku. Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menghinakan kalian dan tidak akan Aku perlihatkan aib-aibmu di depan orang-orang yang melanggar batas. Bertebaranlah kalian dengan membawa ampunan. Sungguh, kalian telah rida kepada-Ku dan Aku pun telah rida kepada kalian.”
Mendengar jawaban Allah SWT (dalam hadis qudsi tersebut), para malaikat pun bersuka cita. Lalu Rasulullah SAW melanjutkan, ”Ini menandakan bahwa Allah SWT telah memberi karunia kepada umat Muhammad SAW saat mereka sedang merayakan Idulfitri. Itu sebabnya, para malaikat bersuka cita karena ingin seperti mereka. Wajarlah para malaikat senantiasa bermohon kepada Allah SWT agar bisa dijadikan seperti umat Muhammad SAW. Ini tercermin dalam munajat para malaikat, ”Ya Allah, jadikanlah kami seperti umat Muhammad SAW.” (HR Ibnu Hibban).
Luar biasa! Para malaikat ingin seperti manusia yang mendapat prioritas utama untuk bisa meraih keutamaan bulan Ramadan. Maka selayaknyalah jika kita, manusia, bersungguh-sunguh beribadah di bulan Ramadan. Mari kita sambut bulan Ramadan dengan memperbanyak ibadah dan meraih keutamaan-keutamaannya. (Riwayat Bukhari dan Muslim). AST