Babul Amal, Ihya Ulimiddin

928 Kata
Amal yang diterima Allah SWT Setiap amal seseorang akan melewati tujuh langit sebelum diterima oleh Allah SWT. Pada setiap langit, malaikat penjaga pintu langit akan memeriksa setiap amal hamba-Nya Muadz bin Jabbal suatu ketika bertemu dengan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Muadz! Sekarang aku akan mengisahkan kepadamu, bila engkau menghafal dan menjaganya akan sangat berguna bagimu. Tapi jika engkau menganggap remeh, maka kelak di hadapan Allah SWT, engkau tidak mempunyai hujjah (alasan) apa pun juga.” Muadz bin Jabbal mendengarkan dengan cermat setiap perkataan Nabi Muhammad SAW. Kemudian Nabi Muhammad SAW melanjutkan sabdanya, ”Wahai Muadz! Sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi, Allah SWT telah menciptakan tujuh malaikat yang bertugas sebagai penjaga pintu langit. Setiap langit mempunyai seorang malaikat penjaga. Allah memerintahkan malaikat-Nya untuk mencatat amalan hamba-Nya dan kemudian sang malaikat penjaga membawa catatan amalan tersebut ke langit.” Rasulullah menceritakan tentang sampainya amal seorang hamba ke langit pertama. Sesampainya di langit pertama, malaikat Hafazhah memuji amalan hamba. Akan tetapi malaikat penjaga pintu berkata pada malaikat Hafazhah, ‘Tamparkan amalan ini ke muka pemiliknya! Aku adalah malaikat penjaga orang-orang yang suka mengumpat atau riba. Aku diperintahkan Allah agar menolak amalan orang yang suka mengumpat atau riba untuk melewati pintu berikutnya.’ Di pintu kedua, terdapat malaikat khusus yang memeriksa, apakah amalan si hamba untuk mengharapkan dunia, dan bila amalan tersebut untuk kepentingan dunia, maka akan ditolak untuk dilaporkan ke atas. Di pintu ketiga, malaikat memeriksa amal apa pun yang dilakukan oleh manusia. Bila orang yang beramal memiliki sifat sombong, maka malaikat penjaga akan berkata, ‘Berhenti! Dan lemparkan amalan itu ke wajah pemiliknya! Aku malaikat penjaga kibr (sombong), Allah SWT memerintahkanku agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku dan tidak disampaikan kepada langit berikutnya. Itu karena salahnya sendiri. Ia sombong di dalam majelis.’ Di hari yang lain, malaikat Hafazhah membawa amalan seorang hamba yang sangat banyak, tapi semuanya tertolak karena amalan tersebut dibarengi sifat ujub atau kesombongan pelakunya. Di hari yang lain lagi, saat amalan seorang hamba naik ke langit. Malaikat penjaga langit kelima akan menolaknya dengan berkata, ’Aku malaikat penjaga sifat hasad (iri). Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka iri pada orang lain yang mendapatkan kenikmatan Allah. Berarti ia membenci yang meridhainya, yaitu Allah SWT. Aku diperintahkan agar amalan semacam itu tidak melewati pintuku.’ Pada kesempatan yang lain, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amalan hamba. Setelah lolos dari langit pertama hingga langit kelima. Tetapi sesampainya di langit keenam malaikat penjaga pintu berkata, ‘Aku malaikat penjaga Rahmat. Amalan yang kelihatan bagus itu tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain. Bahkan apabila ada orang yang terkena musibah, ia merasa senang. Aku diperintahkan Allah agar amalan ini tidak melewati pintuku untuk diteruskan ke langit berikutnya.’ Hari yang lain malaikat Hafazhah naik ke langit dengan membawa amalan seorang hamba. Akan tetapi sesampainya di langit ketujuh, malaikat penjaga pintu langit berkata, ‘Aku malaikat penjaga sum’ah (ingin dikenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran di dalam setiap perkumpulan. Menginginkan derajat yang tinggi di kala berkumpul dengan kawan. Ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Aku diperintahkan Allah agar amalan tersebut tidak melewati pintu ini.’ Di kemudian hari, malaikat Hafazhah naik ke langit membawa berbagai amalan hamba dari langit pertama hingga langit ketujuh. Amalan tersebut telah lolos dari para malaikat penjaga. Amalan yang terdiri dari shalat, puasa, zakat, tilawatil Quran, haji, shadaqah dll, tampak berkilau bagai cahaya yang terang. Malaikat Hafazhah selanjutnya menembus hijab hingga sampai di hadapan Allah SWT. Seluruh malaikat menyaksikan amalan itu. Amalan ibadah itu soleh dan diikhlaskan karena Allah. Lalu Allah berfirman, ‘Wahai Hafadzah! Malaikat penjaga amal hamba-Ku! Aku lah Allah yang mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk-Ku. Tetapi ia beramal untuk selain-Ku. Bukan diniatkan untuk-Ku.’ Dan selanjutnya, Allah SWT melanjutkan firman-Nya, ‘Mereka telah menipu orang lain dan juga kalian. Aku tidak tertipu. Aku mengetahui yang ghaib. Aku melaknatnya!’ Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat yang hadir kemudian berkata, ‘Ya Allah, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka.’ Kemudian semua yang ada di langit mengucapkan, ‘Tetaplah laknat Allah kepadanya dan laknatnya orang-orang yang melaknat! Mendengar semua kisah yang diceritakan oleh Rasulullah SAW itu, dengan sambil menangis Muadz bertanya, ”Ya Rasulullah! Bagaimana aku bisa selamat dari semua yang engkau ceritakan?” Rasulullah SAW menjawab, ”Wahai Muadz! Ikutilah nabimu dalam hal keyakinan.” Muadz bertanya lagi, ”Engkau adalah Rasulullah SAW dan aku adalah Muadz bin Jabbal. Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?” Rasulullah SAW menerangkan, ”Memang begitulah bila ada kekurangan dalam amal ibadahmu, maka jagalah lisanmu jangan sampai menjelekkan orang lain, terutama para auliya mu. Ingatlah diri sendiri tatkala hendak menjelekkan orang lain, sehingga sadar bahwa dirimu penuh dengan aib. Jangan menutupi kekurangan dan kesalahanmu dengan menjelekkan orang lain. Jangan menonjolkan diri dengan menekan dan menjatuhkan orang lain. Jangan ria dalam beramal. Jangan mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar di dalam majelis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu. Jangan suka mengungkit-ungkit kebaikan dan jangan menghancurkan pribadi orang lain. Kelak engkau akan dirobek-robek dalam j*****m!” Beliau kemudian membaca firman Allah, ”Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras. Kalian mau tahu seperti apa orang yang dicabut nyawanya, bagaikan orang yang menarik daging dari tulang.” Mendengar semua keterangan ini, Muadz masih bertanya, ”Ya Rasulullah! Siapa yang kuat menanggung penderitaan semacam itu?” Rasulullah menjawab, ”Muadz, yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah. Engkau harus mencintai orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri dan bencilah terhadap yang engkau benci. Dengan demikian engkau akan selamat.” AST, dari Ihya’ Ulumuddin, Babul Amal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN