Salah Orang

1127 Kata
Sebuah papan kecil bertuliskan “Sheina Arsha” terpampang jelas di depan d**a seorang pria berkacamata hitam, lengkap dengan jas senada. Tak perlu menunggu lama, orang yang ia cari sudah muncul di depan mata. Sheina segera menghampiri dan mengikuti pria itu menuju mobil yang telah disiapkan. Dengan gaya centilnya yang berjalan bak model profesional, Sheina berjalan di belakang pria yang belum ia kenal tersebut. Syal bulu dan kacamata hitam menjadi ciri khas gayanya sehari-hari selama di Amerika. Meski tak mengenal sosok pria di hadapannya, ia tak perlu bertanya. Sheina sangat yakin pria itu adalah orang suruhan ayahnya yang ditugaskan untuk menjemput ia dari bandara. Sheina Arsha, ia tak merasa ada orang yang memiliki nama yang sama dengannya. “Hei, kau bisa pelan sedikit?” Langkah lebar pria itu membuat Sheina kewalahan mengikutinya. Sayang, lelaki yang belum ia ketahui namanya itu hanya menoleh sejenak dan melanjutkan langkah panjangnya. “Tunggu! Hei!” Sheina berusaha mengejarnya. “Aduuh!” Sepatu hak tinggi yang ia kenakan tak mampu mengikuti irama langkahnya. Sheina terduduk dan meringis memegangi tumitnya yang sakit. Pria misterius itu pun berhenti dan menghampirinya. “Kau tidak lihat aku terjatuh?!” teriaknya dengan memandang tajam lelaki di hadapannya sambil memijit kaki yang terasa ngilu. Lelaki itu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, tetapi di tepis kasar oleh Sheina. “Kau tidak lihat kakiku terkilir?” Masih dengan sinisnya Sheina berteriak kepada orang yang ia anggap sebagai pesuruh ayahnya. Lelaki itu bertumpu dengan satu lutut dan memijit kaki Sheina. “Aaa!!!” Gadis cantik berambut panjang itu menjerit saat pergelangan kakinya ditarik lalu ditekuk oleh lelaki itu. “Sudah. Ayo jalan!” tegas pria misterius itu, yang sedari tadi hanya diam. “Aku pikir kau bisu!” sindir Sheina. Ia berdiri perlahan sambil meringis, menahan rasa sakit di kaki yang masih terasa. Tiba-tiba lelaki itu mendekat. Kedua tangannya mengangkat tubuh Sheina di pundaknya dan segera berlalu dari tempat itu menuju area parkir. “Hei, turunkan aku! Berani-beraninya kau! Turunkan aku!” Sheina terus berteriak dan memukul-mukul punggung lelaki itu. Namun, ia sama sekali tak dihiraukan dan justru langkah lelaki itu semakin cepat. Sheina benar-benar merasa suruhab ayahnya itu sangat tidak sopan memperlakukan tuannya. Tubuh bak model internasional itu dilempar begitu saja di jok mobil berwarna hitam metalik. Lelaki yang terus bergeming itu bergegas duduk di balik kemudi dan melajukan mobil dengan kencang. Lagi-lagi, Sheina merasa diperlakukan tak selayaknya seorang putri oleh lelaki yang tampak misterius itu. “Kau benar-benar tidak sopan! Akan kuadukan kau pada ayahku!” ancam Sheina yang hanya dilirik dari balik spion oleh lelaki bertubuh atletis itu. “Bersiaplah jadi pengangguran!” Sheina terus mengancam. Ia sangat sadar, bahwa kedudukan ayahnya sebagai pemilik dari salah satu perusahaan besar dan ternama di Indonesia, bisa melakukan apa saja dengan kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki. Namun, ancaman gadis cantik itu sama sekali tak membuat lelaki berkacamata hitam itu gentar. Lelaki itu justru menganggap ancaman Sheina seperti ocehan anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Mobil yang sedari tadi melaju kencang di jalanan lurus tiba-tiba berbelok hingga membuat tubuh langsing itu terhempas ke pintu. “Hei!” Sheina mengelus kepalanya yang terbentur. “Kau mau membunuhku?” “Gunakan sabukmu,” jawab lelaki itu dengan tetap tenang. “Kau …! Aku jamin setelah ini kau akan menyesaaal!” teriak Sheina frustrasi. Ia menendang belakang kemudi hingga membuat lelaki itu sedikit terkejut. Dari balik spion tampak lelaki itu hanya menaikkan sebelah bibir mendengar ancaman Sheina. Menganggapnya hanya bualan gadis kecil yang manja. Di sisi lain, sebuah mobil mewah baru saja tiba di area parkir bandara. Dua lelaki yang mengenakan jas berwarna hitam, terburu-buru keluar mobil sambil memegang sebuah papan bertuliskan nama yang sama, Sheina Arsha. *** Tiga puluh menit lebih mobil yang dinaiki Sheina melaju kencang dan tidak ada tanda-tanda akan segera sampai di istana yang sudah delapan tahun ia tinggalkan. Hanya satu atau dua kali saja dalam setahun ia mengunjungi ayahnya di Indonesia. “Apakah jalan ke rumahku sudah banyak berubah?” tanya Sheina heran. Ia memperhatikan gedung-gedung pencakar langit dari balik kaca hitam mobil yang membawanya. Lelaki itu bergeming dan melirik Sheina yang tampak penuh tanya dari balik spion. “Hey! Kenapa kau tidak pernah menjawabku? Ini di mana?” Sheina berpaling dari kaca dan mendekatkan wajahnya di samping kursi kemudi. “Diamlah! Sebentar lagi juga sampai,” jawab lelaki itu lugas. “Kau pikir aku lupa arah ke rumahku dari bandara? Ini bukan arah ke rumahku!” Sheina mulai menunjukkan kepanikan. Ia mencengkeram bahu lelaki itu. “Lepaskan tanganmu. Kau mengganggu kenyamananku mengemudi.” “Katakan ini di mana? Ke mana kau akan membawaku?” Sheina semakin menguatkan cengkeramannya. Lelaki itu tetap bergeming. Ia semakin melajukan mobil dengan kencang sambil menahan sakit di bahu akibat kuku-kuku Sheina yang menancap kuat dari balik jasnya. “Duduk atau kau akan jatuh!” perintahnya. “Kau—“ Belum selesai Sheina mengeluarkan sumpah serapah, tubuhnya terlempar ke pintu samping. Mobil yang melaju kencang itu tiba-tiba memutar arah tanpa menurunkan kecepatan. Suara kaca yang beradu dengan kepala terdengar cukup keras. “Sakit sekali ….” Sheina merintih hingga nyaris menangis sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya. Lelaki misterius itu menoleh sekilas untuk melihat Sheina, lalu kembali fokus mengemudi. Seulas senyum tersungging dari bibirnya sebelum sebuah gigitan di lengan membuat konsentrasi mengemudinya buyar. “Aak!” rintih lelaki itu. Sheina terus menggigit lengannya hingga mobil dihentikan mendadak di tepi jalan. Tubuh Sheina ikut terjerembap dan terjatuh di pangkuan lelaki itu. Hening sesaat menyelimuti keduanya, yang terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa waktu hingga membuat Sheina menyadari sesuatu. Gadis itu segera bangkit dan dengan sigap membuka pintu belakang. Raut panik terpancar jelas di wajahnya. Ia berlari kencang, berharap seseorang menolongnya dari lelaki misterius yang menyamar sebagai ajudan ayahnya. Sang lelaki yang sempat terpana itu menyadari gerak gerik Sheina yang mengambil kesempatan dalam situasi canggung ini. Ia pun segera mengejar gadis itu, yang tertatih berlari dengan sepatu hak tingginya. “Lepaskan aku!” teriak Sheina ketika tangan kokoh itu berhasil meraih tangannya. “Tolong …! To—” Teriakan Sheina terhenti kala tangan kekar itu membungkam mulutnya. Sheina memberontak, tetapi tenaganya yang tak seberapa kuat itu tak mampu menahan cengkeraman lelaki itu. Dengan satu gerakan saja, tubuh Sheina terangkat dan telungkup di bahu kokoh lelaki itu. “Lepaskan aku! Tolong …!” Sheina terus berteriak sambil terus memukul punggung lelaki itu agar melepaskannya. Namun, usahanya sia-sia. Sang lelaki misterius dengan cepat membawanya ke mobil. Saat hendak diturunkan ke dalam mobil, Sheina memberontak hingga kepalanya terbentur pintu dengan keras. Tubuh yang sedari tadi tidak bisa diam itu mendadak lemah dan tak sadarkan diri. Lelaki misterius itu menghela napas berat melihat apa yang baru saja terjadi dengan Sheina. Ia pun meletakkan tubuh Sheina di jok mobil dan kembali membawanya ke suatu tempat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN