Bab 08

2335 Kata
Megumi memalingkan wajah dari Gutz dan menatap ke arah di mana pangkalan helikopter berada, sebelum berkata. "Aku tidak melihat mereka. Aku hanya mencium aroma busuk dari tubuh mereka." Bohongnya, ketika Gutz mengatakan hal yang tidak pernah dia pikir akan diucapkan oleh orang lain. Ya, Megumi berbohong megenai dia bisa melihat makhluk-makhluk menjiijikan itu. Padahal sebenarnya, dia bisa melihat semua hal, entah itu yang hidup atau yang sudah mati. Bahkan, bentuk tubuh monster itu pun dia bisa menggambarkannya dengan sangat jelas, tentang bagaimana runcingnya gigi-gigi mereka, mata mereka yang menatap tajam ke arah manusia seolah manusia-manusia yang mereka tatap adalah 'hewan' buruan yang siap mereka makan dan kunyah dengan sangat nikmat. Dia bisa melihat semua itu hanya saja, dia berbohong. Dia berbohong demi kebaikannya. Karena, bagaimana pun dia baru saja diperlakukan seperti seorang tahanan di tempat ini padahal, ketika dia melihat orang lain di tempat ini, semuanya seperti bersikap bahwa ini lah rumah mereka. Berbeda dengannya yang disekap di sebuah ruangan pengap tanpa ventilasi. Mengingat itu, Megumi jadi berpikir, kalau orang-orang ini tidak lah sebaik dan sememanusiakan manusia seperti yang didengungkan mereka pada dunia. Dunia yang sudah nyaris lenyap. "Oh, benarkah? Sayang sekali, padahal, kami ingin sekali tahu bagaimana cara dirimu melihat mereka." Sepasang mata Megumi mendelik, dia melirik pria itu dalam diam sambil berusaha menebak, seperti apa kiranya manusia yang namanya saja dia tidak tahu ini. Wajah pria itu benar-benar terlihat congkak, sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemimpin arogan dan sepertinya sangat tidak bersahabat. Megumi memang tidak bisa menebak seorang manusia hingga ke tulang sum-sum mereka tapi, hanya dengan melihat bagaimana raut wajah pria itu saja sudah membuatnya yakin kalau pria di hadapannya ini sama sekali tidak bersahabat. "Kau tidak punya alasan mengintrogasi aku yang hanya warga sipil." Ucap Megumi tegas. Megumi akhirnya membalas ucapan pria itu, dengan nada dingin dan sedikit penekanan. Pria itu mengangguk. Bertingkah seperti paham tapi, Megumi yakin kalau pria itu sama sekali tidak peduli. "Baiklah ...," Ucapnya terdengar meremehkan, "melihat kau tidak bisa bertahan hidup sendirian di luar sana dengan kondisi seperti ini, alangkah baiknya kalau kau tetap tinggal di sini, nona?" Tawaran pria itu terdengar mengesankan. Hanya saja, Megumi tidak berpikir seperti apa yang dipikirkan oleh pria itu. "Senang bisa melihat SECTOR 72 sedekat ini. Tapi, maaf. Aku tidak cocok berada di tempat dengan komunitas yang diatur ketat seperti yang kalian terapkan pada tempat ini, aku akan mencari kebebasanku sendiri, mencari komunitasku sendiri dan kau, tidak perlu repot menawarkan diri untuk menjagakku kemudian memperkerjakanku di tempat ini hingga kiamat tiba. Aku hanya perlu barang-barang milikku." Ucap Megumi sambil berjalan ke arah tangga di mana dia naik tadi. Namun, saat langkahnya baru mencapai anak tangga, seorang pria menghentikannya. Itu Scott. Satu dari empat orang yang meyeretnya ke tempat ini. Tapi, pria itu sama sekali tidak sendrian, pria tinggi dengan tubuh dengan otot tubuh sempurna itu membawa seorang gadis kecil bersamanya. Gadis kecil yang terlihat sangat ketakutan. "Kau sudah sadar?" Tanya Scott sambil mentap Megumi, sementara anak yang mungkin berusia sekitar delapan tahun itu, terus memeluk kaki Scott seolah tidak ingin tertinggal sama sekali. "Maaf. Tapi, bisakah ambilkan semua barang-barang milikku? Aku tidak bisa berada di tempat ini." Ucap Megumi. Dan lagi-lagi, dia mengulang kalimat yang sama. "Kau tidak ingin bertemu dengan dia?" Ucap Scott sambil menyodorkan tubuh kecil anak itu ke arah Megumi. Dengan ekspresi takut dan tangan yang terus meremas ujung kaus yang dipakai olehnya, gadis itu sesekali menaikkan pndangan, menatap Megumi sejenak, sebelum kembali tertunduk ragu. Anak itu berusia sekitar delapan tahun, dengan rambut keriting panjang dan sedikit berantakan karena tersibak oleh angin. Anak itu memiliki kulit sawo matang cenderung gelap, seperti perpaduan Afro — Amerika dengan warna dominan putih. Anak itu juga memiliki warna mata yang indah, sepasang mata berwarna abu-abu terang yang mencolok, bulu matanya pun terlihat sangat panjang dan lentik. Meski masih kecil, siapa pun bisa melihat, bagaimana cantiknya anak itu. Hanya saja, Megumi tidak peduli pada 'siapa anak itu'. "Dia anak yang kau selamatkan di gedung sebelum kau pingsan dan dibawa kemari, hari itu. Kalau bukan karena kau, entah aku dan yang lainnya mungkin sudah mati dan anak ini juga tidak ak— " “Aku tidak pernah merasa menyelamatkan siapa pun. Aku hanya berusaha bertahan hidup.” Ujar Megumi seolah tidak memedulikan perasaan siapa pun di tempat itu. Akan tetapi, suara waktu itu terdengar sangat nyata dan dia melompat ke dalam gedung hanya untuk mengetahui tentang siapa yang sudah memanggilnya. Bukan tentang menyelamatkan siapa oleh siapa. Hanya saja, setelah ledakan itu, baik suara dan kesadarannya, semua menghilang. Angin terus berembus, cukup kencang dan membuat rambut panjang Megumi berantakkan hingga sedikit rambut itu mengenai matanya dan membuat perih. Baru saja dia akan meninggalkan tempat itu tapi, lagi-lagi dia ditahan. “Aku Scott Beverlard, dan dia Hamzi.” Ucap Scott sambil menunjuk ke arah anak perempuan itu. “Astaga!” pekik pria itu tiba-tiba saat anak itu baru saja menjulurkan tangan ke arah Megumi tapi, karena teriakan pria itu, Hamzi kembali menarik tangannya dan bersembunyi lagi di belakang tubuh Scott. “Kenapa aku bisa lupa memperkenalkan diriku sendiri! Aku Gutz Skadev komandan pasukan elit Rings, The Aegis.” Ujar pria itu, berharap mendapat balasan dari Megumi. Namun, seperti yang sudah-sudah, Megumi hanya diam, merasakan angin yang menyentuh wajahnya dan menatap orang-orang itu. Dia mengeratkan rahangnya, sepasang matanya menatap kosong hingga, gadis ini pun menjawab .... “Silva ... Everlard.” “Silva, baiklah. Karena kau terus menerus ingin pergi dari sini, silakan ikut kami sebentar dan setelah itu, kau bisa pergi.” Ucapnya. “Dan ... aku salut, dengan nama seperti itu, kau punya wajah yang sangat Asia.” Megumi memicingkan matanya dan menatap Gutz yang masih terlihat sangat congkak dan menyebalkan. Pria bernama Gutz itu seperti memaksakan semua tindakannya terhadap Megumi. Tapi, sesuai dengan yang dikatakan oleh Megumi tadi, dia tidak ingin berada di tempat itu lebih lama. Dia ingin pergi. Namun nihil, pria bebal bernama Gutz itu menggunakan anak kecil bernama Hamzi yang dirinya juga Scott selamatkan tempo hari dari kepungan para Phantom itu pun membuat Megumi tidak bisa menolak. Hingga akhirnya, dia hanya bisa mendengkus dan mengikuti ke mana orang-orang itu membawanya. Gutz meminta agar Scott mengantar Megumi lebih dulu, sementara pria bernama Gutz itu, sibuk berbicara dengan orang yang berpatroli di atas dinding kokoh yang menjadi pembatas antara dunia milik manusia, dan dunia di mana para Phantom berada. Meski pun suara mereka sangat pelan dan terkesan didominasi oleh suara angin. Tapi, Megumi bisa dengan mudah mendengar apa yang mereka bicarakan. Karena latihan ekstrim yang diajarkan oleh ayahnya — Togashi Ozusha — , sedikit banyak membuat indra pendengaran Megumi menjadi sangat luar biasa peka. Dan saat dua orang itu berbisik, Megumi mendengar, bahwa mereka harus bersiap kalau tiba-tiba dirinya melarikan diri, mereka harus segera menembak Megumi, dengan atau tanpa perintah. Mendengar itu, Megumi hanya diam. Dia sedikit terkejut saat mendengar kalau Gutz memerintahkan semua orang yang berjaga di dinding itu untuk menyerangnya kalau sampai dirinya memberontak. Tapi, dengan alasan apa, Megumi sama sekali tidak tahu. Meski dia bersikap untuk tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang orang-orang itu inginkan tapi, Megumi masih berharap kalau dia bisa membuat kekacauan atau kebalikannya, hingga dia bisa pergi dari tempat ini. Karena bagaimana pun, tempat ini bukanlah tujuannya sejak awal. Atau mungkin, dia bisa mendapatkan 'sesuatu' di tempat ini. Megumi terus mengikuti langkah Scott yang menuruni anak tangga, terus ... hingga mereka kembali berada di bawah, sementara anak itu, masih tetap berpegangan erat pada Scott, seperti tidak ingin tertinggal. “Aku tidak tahu harus mulai ini dari mana tapi, kami benar-benar minta maaf karena sudah mengurungmu di tempat itu.” Ujar Scott, menghentikan langkahnya dan menatap Megumi. Terlihat jelas kalau Scott merasa sangat bersalah untuk apa yang sudah dialami oleh Megumi selama beberapa jam ke belakang. “Tidak masalah. Aku sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Ayo bergerak.” ajaknya. Tapi, Scott malah kelihatan sedikit terkejut. “Masudmu?” tanya pria itu. Dan Megumi, langsung menarik tangan Scott, menuntun pria itu untuk kembali bergerak. Bukan tanpa alasan Megumi melakukannya. Sekarang, dari tempat mereka, Megumi merasa kalau Gutz, si pria di atas sana sedang memperhatikan mereka dan aura yang dikeluarkan oleh orang tersebut, sangat tidak menyenangkan. Sambil berjalan, dan Megumi sudah tidak bisa mendengar suara Gutz dengan jelas, mereka kembali mengobrol. “Sejak pertama kali makhluk itu menyerang, aku selalu mencoba melarikan diri, masuk ke rumah warga untuk bersembunyi tapi, mereka malah memperlakukanku seperti aku adalah penjahatnya.” ingat Megumi. Ya, dia ingat bagaimana orang-orang itu menusirnya saat dia mencoba bersembunyi dari para Phantom. Namun, dengan seenapan yang mereka miliki, mereka malah menodongkan moncong benda itu ke kepala Megumi, mengusirnya bahkan nyaris benar-benar menembaknya karena sudah menyusup. Tapi, memang seperti itulah manusia. Saat mereka bertingkah demikian dengan memperlakukan Megumi seperti pesakitan, akhirnya, Megumi malah melihat orang-orang itu mati dimakan oleh monster tidak terlihat itu. Ironis. Mendengar cerita Megumi, Hamzi bergerak sedikit cepat untuk mendahului gadis berambut panjang itj dan menahannya agar tidak lagi bergerak. Hamzi, si gadis kecil mencoba mengulurkan tangan dan berharap agar Megumi mau meraih tangan tersebut. Awalnya dia enggan tapi, akhirnya, Megumi pun melakukan apa yang diinginkan oleh bocah berambut keriting keturunan Afro — Amerika tersebut. Dengan sedikit berjongkok, Megumi mulai bertanya. “Kenapa?” “Terima kasih karena sudah menyelamatkan aku.” Ucap anak itu dengan nada yang terdengar cukup pelan. Namun, Megumi bisa dengan mudah mendengarnya. “Berterima kasihlah pada dirimu sendiri. Karena jika kau menyerah untuk bertahan hidup di tempat itu, kau tidak akan pernah sampai di tempat ini. jadi, tetaplah bertahan untuk kehidupanmu yang sekarang karena, mungkin tidak akan ada lagi yang akan menyelamatkanmu lagi setelah ini.” Ucap Megumi sambil mengusap wajah cantik anak itu. Selesai dengan apa yang harus dia katakan, Megumi kembali berdiri dan lagi-lagi dia mendengar suara-suara yang tidak biasa. Seperti erangan tapi, bukan dari manusia-manusia yang ada di sana. Gadis ini mencoba mencari. Sepasang matanya menatap gusar ke segala arah, karena semakin Megumi berusaha menajamkan pendengarannya, semakin keras pula erangan itu terdengar. Namun, karena dia bukan siapa-siapa dan bukan menjadi bagian dari apa pun, dia masih mencoba untuk tetap tenang. Dia tidak ingin membuat masalah dengan memperburuk keadaaannya sendiri hanya karena suara-suara yang tidak jelas. Ya, pendengaran Megumi memang jauh di atas rata-rata. Ayahnya, selalu mengurungnya di dalam tempat pegang dengan tekanan udara yang rendah setiap kali Megumi melakukan kesalahan, hingga hal tersebut memaksa seluruh indra dalam tubuh Megumi bekerja melebihi kemampuan tubuh dan indra manusia normal. Karena itu, telinga Megumi bisa mendengar dalam radius satu kilometer, bahkan lebih jika dia bisa berkonsentrasi dan semakin menajamkan pendengarannya, hingga suara paling kecil sekali pun dapat dia dengar. Begitu pula dengan indra penglihatan dan penciumannya. Semuanya benar-benar melebihi pikiran Megumi sejak awal. Karena hal itu lah, saat Gutz bertanya bagaimana bisa Megumi melihat para Phantom tanpa alat bantu? Jawabannya adalah, pandangan Megumi sudah terbiasa berada dalam ruangan gelap, tanpa setitik pun cahaya dan hal tersebut memaksa bola matanya bermutasi hingga ke titik di mana dia bisa membedakan antara yang 'benar-benar terlihat' dan yang tidak. “Scott, tolong aku, kembalikan Katana juga semua peralatan milikku yang kalian sita. Aku tidak bisa terus-terusan di tempat ini. Aku harus menjemput seseorang yang berharga untukku.” Ucap Megumi lagi. “Sebaiknya kau menginap di sini. Sebentar lagi hari akan gelap. Tidak bagus kalau kau ke luar dari tempat ini sekarang.” ucap Scott mencoba menahan. “Aku tidak peduli. Aku masih punya urusan di luar sana. Jadi, tunjukkan padaku di mana letak kalian menyimpan semua barang-barang milikku.” Tanya Megumi dengan nada yang sangat memaksa. Di tengah obrolan sengit itu, tiba-tiba seorang wanita datang. Wanita dengan rambut hitam pendek, berponi, menggunakan sebuah jaket berwarna abu-abu cerah dan setelan kaus kerah tinggi yang membuat penampilannya seperti seorang yang terlihat terlatih dan berpengalaman dalam satu bidang. Bukan hanya pakaiannya tapi, juga dengan perlengkapan yang dibawa oleh wanita yang mungkin usianya sama seperti Scott itu. Selain menggunakan sarung tangan setengah jari, wanita itu pun membawa sebuah ssenapan mesin di punggungnya, sebuah belati dan revolver yang tergantung di shoulder strap yang tersembunyi di balik jaket yang dia pakai.. “Wah, sepertinya ada yang punya anak didik baru?” ucap wanita itu setelah tiba di tengah-tengah mereka. Pandangan wanita itu awalnya tertuju pada Hamzi tapi, setelah beberapa detik, Megumi lah yang menjadi perhatiannya sekarang. Berbeda dengan Gutz. Wanita ini terlihat sedikit ramah, meski wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan hal yang sama. Ya, wajah wanita itu cukup cantik dengan hidung mancung dan bibir yang terlihat seensual. Tubuhnya pun semampai, dengan kaki jenjang yang indah. Dibanding anggota satuan militer, mungkin dia lebih cocok disebut seorang model kelas atas. “Asia? Jepang? Korea? China? Hongkong?” dia mencoba menebak. “Las Vegas.” Jawab Megumi, sekali dia berbohong sambil menggeleng. “Oh, bagus, kita bertetangga. San Diego. Tapi, kota itu sekarang sudah jadi setengah hutan dengan banyak sekali dikuasai oleh monster menjjijikan itu.” Jelasnya tapi, seperti yang semua orang duga, Megumi sama sekali tidak peduli. “Tapi ...,” dia melanjutkan, “bagaimana bisa seorang 'Las Vegas' punya wajah se- Asia dirimu?” “Ibuku dari Jepang.” Bohongnya lagi kemudian berjalan meninggalkan orang itu juga Scott dan Hamzi. “Hei, teman barumu sepertinya harus dapat sedikit pelajaran sopan santun.” Ucap wanita itu pada Scott. Tapi, Scott hanya mendengkus, mengulas sedikit senyum sebelum akhirnya menggeleng. “Ayo.” ajak Scott sambil menepuk punggung Hamzy perlahan agar mereka segera berjalan mengikuti Megumi. Diikuti oleh wanita itu dan mereka pun berjalan bersama kemudian. “Hyder. Elicia Hyder, dan kau bisa memanggilku Ellie seperti yang mereka gunakan untuk memanggilku di sini. Yah, nama indahku hanya tertinggal jadi Ellie." ucap wanita itu terdengar seperti kecewa. “Silva Everlard.” Sekali lagi, Megumi memperkenalkan dirinya sebagai orang lain dan tentu saja, dia tidak ingin ada siapa pun yang tahu identitas aslinya. Siapa pun, sebelum dia menemukan orang yang sedang dia cari. “Aku punya sedikit wewenang di sini. Kurasa, kalau kau punya keperluan kau bisa mengatakannya padaku dan aku akan membantumu seperti yang lain.” jelas Ellie penuh percaya diri. Mendengar ucapan itu, Megumi pun menghentikan langkahnya. Dia berbalik seketika menghadap ke arah Ellie dan menatap wanita itu dengan tatapan yang sangat tajam. “Kalau kau memang punya wewenang, artinya kau bisa membawa aku ke tempat kalian menyimpan Katana dan semua barang-barang milikku.” _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN