08. The Drama

1511 Kata
Jatuh cinta selalu membuat kita rapuh. *** "Mau ke mana, Ca?" "Keluar, Mi." "Sama siapa?" "Arsha.." "Oh oke." Sasilia memandangi kepergian sang putri. Tak lama Arkan muncul. "Kenapa?" "Nggak kenapa-kenapa. Itu barusan Shaneen pergi. Mau jalan sama Arsha katanya." Arkan manggut-manggut. "Oh iya, ada yang mau aku bicarain." "Soal apa?" "Mr. Lantawi kemarin nemuin aku, dia maunya acara pernikahannya dipercepat. Katanya ada beberapa hal sama kondisi keluarga mereka yang nggak memungkinkan untuk pelaksanaan pernikahan di bulan itu." "Loh mendadak." "Iya. Kemarin dia nemuin aku. Kalau aku sih nggak ada masalah.." "Ya iya. Tapi kan Elina sama Kael mau nikah juga," ujar Sasilia mengingatkan. "Nah itu. Aku belum jawab apa-apa sama Mr. Lan. Menurut kamu gimana?" "Aku sih nggak ada masalah. Atau nanti tanya Shaneen aja maunya gimana. Yang mau nikah kan mereka." Arkan manggut-manggut. "Caden kapan jadinya pulang?" tanya Arkan pada sang istri. Sasilia kendikan bahunya. "Aku udah telfon tapi nggak bisa ngomong banyak. Katanya dia ada praktik." ... Arshavina melipat tangan di d**a, menatap lurus ke arah pelayan di toko salah satu brand besar yang sedang ia kunjungi bersama Shaneen. Tak jauh dari tempat Arshavina berdiri, Shaneen memandangi sepupunya itu dengan tangan berlipat di d**a. Arshavina ini sama seperti Yasmine. Ia sangat jarang sekali marah. Tapi saat ia marah maka itu artinya masalahnya bukanlah masalah yang sepele. Arshavina benar-benar hanya berdiri dengan muka datar, menatap lurus ke arah pelayan yang ada di sana, tengah menundukkan wajah setelah tadi memperlakukan Arshavina dan Shaneen dengan perlakuan yang tidak benar. Saat awal si pelayan benar-benar bersikap sangat keras kepala dan bersikap sangat tak sopan sampai di level di mana Arshavina kehilangan senyum di wajahnya. Kali ini Shaneen tak ikut campur. Ia hanya menyimak dari tempatnya berdiri meski sebenarnya tadi dia juga sempat mendidih. Tak lama manajer toko datang dan berkali-kali mengucapkan permintaan maaf pada Arshavina dan juga Shaneen. Keduanya akhirnya meninggalkan toko tanpa membeli apapun meski sebenarnya Arshavina sudah berniat membeli sesuatu di sana untuk hadiah ulang tahun temannya. Kali ini Arshavina terlihat benar-benar kecewa. "Gue tau pelayan tadi nggak sopan banget. Tapi gue rasa masalahnya bukan cuma itu aja. Sha, lo lagi badmood ya? Ada beban pikiran?" Arshavina lantas menghela napas karena ternyata Shaneen menyadari hal itu. "Hm." "Kenapa?" "Nggak tau, berasa lagi ada tekanan aja gue." Shaneen terkekeh pelan. "Perasaan gue yang mau nikah kenapa lo yang tertekan?" Arshavina menoleh. "Iya kan? Gue juga bingung. Eh lo tau nggak? Aron sama Jenna balikan." Shaneen melotot. "Sumpah demi apa? Serius? Kok bisa?" "Gue juga nggak tau kenapa bisa balikan. Lo tau kan gimana selama ini Jenna nggak mau jawab telfon Aron apalagi ketemu. Kemarin Aron bawa Jenna ke rumah. Gue shocked banget waktu balik dan lihat ada Jenna di rumah gue. Gue tanya Aron dia nggak mau jelasin apa-apa." "Wah Aron pake pelet tuh.." "Iya kayaknya." "Terus? Nggak mungkin kan Aron tiba-tiba bawa Jenna ke rumah gitu aja.." "Yap tebakan lo bener. Gue denger Mama sama Papa ngobrol, katanya hubungan Aron sama Jenna mau diseriusin." "What!? Nikah!?" "Tunangan dulu deh kayaknya. Lagian ini kan lo sama Kak El mau nikah duluan. Tapi gue masih kayak nggak percaya tau nggak sih, Ca, si Aron sama Jenna mau tunangan." "Jadi lo badmood karena ini?" "Ih bukan." "Brandon?" Kalau saja Arshavina sedang makan, sudah pasti ia akan tersedak saat ini. "Ngapain lo bawa-bawa nama Brandon?" Arshavina mencoba bersikap biasa. "Nah kan. Lo lang--" kalimat Shaneen tak sampai di ujungnya karena saat ini ia sibuk bertemu tatap dengan orang di depan sana. Langkah Shaneen langsung terhenti seketika. Arshavina pun ikut menghentikan langkahnya. Raut wajah keduanya menunjukkan ekspresi yang sama. Sama-sama datar. "Hai." Jeisya menyapa. Wanita itu tak sendiri. Ia bersama temannya. "Aku punya kabar baik buat kamu, Ca," ucap Jeisya. "Aku hamil.." terlihat keceriaan di wajah Jeisya saat ia mengatakan kalimat itu. Tapi kebahagiaan di wajah Jeisya berbanding terbalik dengan ekspresi yang ada di wajah Shaneen. Tangan Shaneen mengepal kuat. Arshavina menggamit lengan sepupunya itu. "Selamat," ucap Arshavina memberikan secuil senyum pada Jeisya. Setelah mengatakan sebaris kalimat itu, Jeisya dan temannya berlalu. "Ca.." Arshavina menggoyang lengan sepupunya itu. "Kita balik aja yuk. Nyari kadonya besok aja. Masih banyak waktu." Shaneen menggeleng. "Gue nggak apa-apa. Kita lanjut aja." "Lo yakin?" Shaneen mengangguk. Tapi akhirnya kedua gadis itu tetap pulang setelah kurang lebih 15 menit berjalan. Shaneen tiba-tiba sakit kepala. ... Yasa menatap ponselnya. Haga yang sejak tadi memperhatikan bosnya itu ikut mengerutkan kening karena merasa sang bos terlihat aneh. Tak biasanya Yasa memeriksa ponselnya sampai berkali-kali dalam waktu berdekatan. "Ada sesuatu bos?" akhirnya Haga beranikan diri untuk bertanya. Barangkali saja Yasa butuh bantuan, kan? Yasa tak menoleh. Ia masih menatap ponselnya. "Kamu punya nomor Shaneen?" tanya Yasa tiba-tiba. "Nona Shaneen, Bos? Punya, Bos. Kenapa?" Yasa kini menoleh pada sang asisten. Ia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi setelah beberapa menit berlalu, suaranya tak kunjung terdengar. Yasa kemudian berikan Haga gelengan. "Asisten Shaneen kamu punya nomornya?" Kali ini Haga menggeleng. "Nggak, Bos. Saya belum mengobrol dengan asisten baru Nona Shaneen." Yasa menghembuskan napas pelan lalu mengangguk. "Ya oke. Kamu boleh balik ke ruangan kamu." Haga mengangguk kemudian pamit meninggalkan ruangan Yasa. Pria itu masih menatap layar ponselnya entah sedang memikirkan apa. Hanya beberapa detik setelah Yasa menghela napas untuk kedua kalinya, ponsel itu berdering. Tapi hanya dalam beberapa detik juga raut wajah Yasa kembali berubah datar. Ia menghela napas--lagi. "Halo.." "Halo Yasa. Kamu di mana?" tanya suara di seberang. "Kantor." "Hm maaf ganggu kamu, aku boleh minta tolong?" "Apa?" Beberapa menit kemudian Yasa bangkit dan meninggalkan ruangannya. Haga sampai mengerutkan kening saat melihat punggung sang bos. Yasa mau ke mana tanpa dirinya? Bertemu Shaneen? ... "Balik aja lah yuk. Ntar makin parah sakit kepala lo.." "Nggak, Sha. Gue baik-baik aja." Shaneen mendorong pintu kafe. Tapi baru dua langkah, mata Shaneen langsung menangkap dua sosok manusia yang sedang berbicara cukup serius--atau lebih tepatnya cukup asyik, di dekat jendela. Kembali ekspresi di wajah Shaneen berubah datar. Arshavina pun melihat pemandangan itu. Nata tengah tersenyum bahagia dengan Yasa di depannya. Apa yang Nata dan Yasa lakukan di kafe ini pada jam ini? Nostalgia? Shaneen menghembuskan napas panjang. Arshavina lantas memandangi sepupunya itu. Mood Shaneen sudah cukup berantakan karena Jeisya tadi. Kini ditambah pula dengan pemandangan Yasa dan Nata ada di meja yang sama tengah mengobrol dengan--mesra? "Lo tau kenapa gue mau nikah sama Yasa?" tanya Shaneen tiba-tiba. Arshavina mengerutkan keningnya. "Karena gue pikir nggak akan ada drama," sambung gadis itu. Shaneen menghela napas. "Tapi kayaknya dugaan gue salah. Mantan emang terlihat lebih manis kalau udah sama orang lain." "Ca.." "Gue pasti kayak pecundang kalau gue cabut dari sini tanpa beli apa-apa." Shaneen melanjutkan langkahnya. Ia terlihat mengabaikan keberadaan Yasa dan Nata. Tapi entah bagaimana kondisi hati Shaneen yang sebenarnya. Itu hanya Shaneen yang tahu. Arshavina mengikuti langkah sepupunya itu. Menyusul Shaneen ke kasir untuk memesan minuman. "Minum di sini atau mau take away, kak?" tanya si kasir. Arshavina memandangi Shaneen, sementara Shaneen terlihat bingung ingin menjawab apa. "Shaneen.." Shaneen tak menoleh saat mendengar panggilan itu. Shaneen sudah hafal suaranya, jadi tak perlu melihat untuk tahu siapa yang menyebut namanya. "Take away.." "Kalian udah lama?" entah pada siapa pertanyaan ini Yasa tujukan. "Nggak, kok. Baru sampai," jawab Arshavina ramah. "Ohh.." "Nggak lihat apa orang baru mesan," celetuk Shaneen ketus. Tapi ia sama sekali tak mau berbaik hati untuk sekedar melirik Yasa. Arshavina melempar senyum tipis pada calon iparnya itu. "Kalian mau ke mana?" tanya Yasa lagi. "Thanks." Shaneen menerima minumannya. "Yuk, Sha." Shaneen menggamit lengan Arshavina dan membawa sepupunya itu pergi. Yasa benar-benar dibuat seperti tak ada di sana. "Ca, jangan gitu ah.." Arshavina menegur. Shaneen baru saja hendak membuka mulutnya saat tangannya tiba-tiba ditahan. Shaneen dan Arshavina langsung menghentikan langkah mereka. Shaneen menatap Yasa tajam. "Ngapain lo?" "Ingat janji kamu kemarin." "Apaan?" Yasa menoleh pada Arshavina. "Arshavina, boleh aku pinjam sepupu kamu ini sebentar." Arshavina tersenyum. "Tanya Shaneen, jangan aku. Aku sih nggak ada masalah." "Oke makasih." Yasa bukakan pintu mobil untuk Arshavina. Gadis itu masuk kemudian melaju mobilnya meninggalkan area parkir. Shaneen menatap kepergian sepupunya itu dengan ekspresi melongo. Ia ditinggalkan. Shaneen memutar bola mata kesal. Ia kembali pandangi Yasa. "Mau lo apa?" "Baru sadar aku ada di sini." "Jangan kayak anak kecil." "Siapa yang kayak anak kecil? Aku atau kamu?" Yasa menatap lurus ke manik mata Shaneen. Entah sejak kapan Yasa sadar kalau Shaneen punya mata yang sangat bagus. "Cemburu?" Shaneen menatap Yasa datar. "Mimpi lo." "Terus ini apa?" "Tangan lo baru sembuh. Mau gue patahin sekali lagi?" Yasa hembuskan napas pelan. "Kamu dari mana? Aku telfon tadi kenapa nomor kamu nggak aktif?" "Kapan?" "Setengah jam yang lalu." Shaneen merogoh kantong tasnya. Ia mengambil ponselnya dari dalam tas. Shaneen hadapkan layar benda canggih itu pada Yasa. "Mati. Habis baterai kayaknya. Lupa charge gue tadi malam. Ngapain nelfon gue?" "Aku nggak boleh nelfon kamu?" Shaneen memutar bola mata. "Jangan berbelit-belit. Ngapain nelfon gue?" "Ada yang mau aku bicarain." "Soal?" "Kita." Shaneen mengernyit. "Geli gitu gue dengernya." "Aku serius." "Iya, iya. Kenapa?" "Nggak di sini." Yasa kemudian membawa Shaneen ke mobilnya. Tanpa ba-bi-bu ia langsung menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area kafe. Entah apa yang terjadi pada Nata. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN