RMH 002 || Seattle

2015 Kata
Fiorella merenung di atas balkon mansion, gadis itu memikirkan tentang karier modelling yang sedang ia jalani, meskipun sebenarnya berbagai fasilitas ia dapatkan dari sang Daddy, tapi entah mengapa ia merasa belum puas karena tak berdiri di kedua kakinya sendiri, Fiorella selalu dipandang sebelah mata di perusahaan hanya karena statusnya sebagai putri dari pemilik perusahaan, wanita itu telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan daddy-nya dan mendirikan kariernya di management lain. Fiorella menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar dari kamarnya, gadis itu menjalankan kakinya ke arah ruang kerja kakaknya. Setelah sampai di depan ruang kerja kakaknya, Fiorella membuka pintu yang membatasinya dengan Leonardo, kakaknya. "Kak?" Fiorella memanggil Kakaknya namun pria di hadapannya hanya berdehem dan memberi isyarat agar Fiorella masuk. Fiorella menjalankan kakinya lalu mendudukkan tubuhnya di hadapan Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen. "Kak, aku ingin bicara." "Kau sedang bicara." "Maksudku, aku ingin bicara serius." Leonardo mengangkat wajahnya menatap sang adik yang tengah menautkan jari-jarinya gugup. "Katakan!" Fiorella menelan saliva lalu menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. "Aku ingin pindah dari mansion." "Kenapa?" "Aku ingin hidup mandiri Kak." "Kemana?" "Seattle, di sana ada Charlotte." "Kau akan tinggal dengan uncle Ryan?" Ya, Charlotte adalah putri tunggal dari dokter Ryan. "Tidak, Charlotte tinggal di apartemen. Kurasa aku juga akan tinggal di apartemen." "Fio, lalu karier mu?" "Aku akan keluar dari management Daddy, dan mencari management lain di Seattle." "Fio, itu terlalu berisiko." "Aku tau kak, tapi aku ingin hidup mandiri." "Bagaimana jika Daddy menolak?" "Oleh karena itu aku bicara padamu, aku tau kau tak akan menolakku. Berbeda dengan Daddy yang terlalu memanjakanku, ia pasti tak akan setuju jika aku pergi dari sini." "Aku juga tak setuju." "Kak, aku ingin hidup mandiri dan berdiri dengan kaki ku sendiri. Tanpa ada campur tangan Daddy." "Apa ini berkaitan dengan sikap buruk para model itu?" "Tidak, mereka baik padaku," dusta Fiorella menutupi bagaimana orang-orang di management Daddy nya selalu mengolok-olok dirinya. "Jika masalah mereka, Reoxane pasti akan mengatasinya. Lagi pula kau tak perlu hidup seperti yang kau sebutkan tadi." "Kak, aku mohon." "Dengar Fio, Mommy dan Daddy menitipkanmu padaku. Jika kau pergi bagaimana aku bisa mengawasimu?" "Kau bisa mengirim bodyguardmu." "Fio_" "Sekali ini saja Kak, tolong izinkan aku agar bisa mandiri dan hidup dengan uangku sendiri." "Baiklah." "Terimakasih kak." Fiorella langsung bangkit dari duduknya dan mendekati Leonardo mencium pelan pipi kakaknya. "Kau memang kakak terbaik." "Aku tau." Fiorella keluar dari kamarnya dan menelepon daddynya. "Hallo Sweetheart." "Hai Dad." "Ada apa menelepon?" "Aku ingin pindah dari mansion." "Apa?!" "Daddy, aku mohon." "Ada apa Fio? Kenapa tiba-tiba kau ingin pindah dari mansion? Apa kakakmu berbuat sesuatu?" "Tidak Dad, Kak Leo sangat baik. Hanya saja aku ingin merintis karier ku sendiri." "Kau sudah berkarier di perusahaan Daddy." "Dad, maksudku aku ingin bekerja dari nol di management lain." "Fio." "Dad, lagi pula aku akan bersama dengan Charlotte." "Kau akan pindah ke Seattle?" "Iya, aku akan pindah ke Seattle." "Kau di sana sendirian Fio." Fiorella menghela napasnya lembut, seperti dugaannya, daddynya terlalu mengkhawatirkan keadaannya. Ia pun mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. "Daddy, di sana ada aunty Amel dan uncle Ryan." "Baiklah, tapi kau harus hati-hati di sana." "Iya Dad, lagi pula aku masih memegang tabunganku, mungkin cukup untuk keperluanku di sana." "Jika kau membutuhkan sesuatu katakan pada Daddy." "Ya, Daddy tak perlu mengawasiku dengan bodyguard milik Daddy." "Kenapa?" "Kak Leo sudah mengirim bodyguard nya untukku." "Jadi Leo sudah setuju dengan rencanamu?" "Ya, Aku sudah bicara pada Kak Leo tadi." "Baiklah, kapan kau berangkat?" "Aku akan berangkat sekarang." "Fio, ini terlalu cepat. Kau baru saja memberitahu Daddy." "Sebenarnya aku sudah merencanakan ini dari dulu. Tapi aku memang baru memberitahu Daddy sekarang." "Fio." "Dad, aku sudah besar. Aku ingin bisa seperti Kak Leo. Bisa berdiri dengan kakinya sendiri." "Baiklah, Daddy akan bicara pada Mommy mu masalah ini." "Ya, terimakasih sudah mengizinkanku Dad." "Welcome Sweetheart." "Oke Dad, aku tutup yah." "Okey." Fiorella menutup sambungan teleponnya ia pun berjalan memasuki walk in closet dan mengepak pakaiannya di dalam koper besar. Setelah seluruh barang yang dibutuhkan sudah dimasukkan kedama koper, Fiorella pun menghela napasnya kasar. Ia meraih ponsel diatas nakas dan menghubungi Reoxane. "Hallo Sweetie," sapa Reoxane di seberang sana dengan nada girangnya. "Hai Reo." "Ada apa kau menghubungiku?" "Aku ingin meminta tolong padamu Reo." "Katakan apa yang bisa aku tolong." "Bisakah kau mengantarkan ku kebandara hari ini?" "Kau mau kemana?" "Aku ingin ke Seattle sekarang." "Kau bisa menggunakan jet pribadi milik uncle Arthur." "Reo, aku ingin berangkat dari bandara." "Baiklah, aku akan menjemputmu sekarang." "Baiklah." Fiorella menutup sambungan teleponnya, matanya mengedar menelisik kamar yang sejak kecil sudah ia tempati. Gadis dengan manik hazelnut itu membuka laci paling bawah di nakas. Tangannya mengulur dan meraih sebuah sapu tangan putih dengan ukiran C'X Black Eclips. "Siapapun pemilik sapu tangan ini, aku sangat berterimakasih. Sapu tangan ini yang telah menghapus air mataku kala mereka memperlakukanku layaknya sampah," gumam Fiorella dengan memeluk sapu tangan itu. "Aku tentu saja akan membawamu," gumam gadis itu lagi. "Fio?" panggilan Leonardo dari luar berhasil menyadarkan Fiorella akan lamunannya. "Ah, iya kak." Fiorella langsung memasukkan sapu tangan itu di kopernya. Ia langsung menatap pintu yang kini sudah dibuka menampilkan Leonardo dengan dua kancing kemejanya yang terbuka. "Ada apa kak?" tanya Fiorella setelah menghapus setitik keringat di pelipisnya. "Sudah siap?" "Ya, aku sudah siap," jawab Fiorella yakin dengan menunjuk kopernya. "Ayo, temanmu itu sudah datang." "Siapa?" tanya Fiorella dengan mengangkat satu alisnya. "Siapa lagi jika bukan putra tunggal Uncle Brian." "Reoxane?" "Ya." "Ah, baiklah." Fiorella mendirikan tubuhnya, ia berjalan mendekati Leonardo dan tanpa kata memeluk pria itu erat. "Ada apa?" tanya Leonardo datar seraya membelai puncak kepala adiknya lembut. "Jangan rindukan kecerewetan ku yah Kak," ucap Fiorella yang tentu saja sudah mengalirkan air matanya. "Hm?" "Kakak jangan suka mabuk, Fio tak suka! Kakak jangan tidur terlalu malam, matamu nanti menghitam kau jadi jelek, aku tak mau punya kakak jelek! Kau jangan bermain dengan jalang yah, cukup dengan Alexa. Yah, walaupun aku sedikit tak suka padanya." "Kau cerewet!" balas Leonardo datar. "Ahk, kakak! Aku sudah menasihati mu tapi kau hanya membalasku seperti itu?" tanya Fiorella setelah merenggangkan pelukannya. Leonardo mencubit hidung adiknya pelan, lalu ia kecup pelipis Fiorella. "Jangan buat kakak berubah pikiran, Fio." "Maksudnya?" "Jangan buat kakak menyesali keputusan kakak." "Aku tak mengerti." "Kau memang bodoh!" "KAKAK!" "Baiklah, ayo turun. Reo pasti sudah menunggu." "Ya." Leonardo keluar dengan Fiorella yang masih memeluk tubuhnya dari samping. Tangan kanan pria itu menarik koper adiknya, sementara tangan kirinya membalas pelukan Fiorella. Setelah sampai di ruang tengah dimana Reoxane berada, ketiga orang itu saling pandang. "Kenapa tak memberitahuku jauh-jauh hari?" tanya Reoxane. "Maaf," cicit Fiorella memainkan matanya. Astaga! Jika bukan putri tunggal Arthur, saat ini juga Reoxane rasanya ingin membawa tubuh kecil Fiorella menuju altar pernikahan! "Ekhm!" Deheman Leonardo berhasil membuyarkan lamunan indah seorang Reoxane Aldhiano. "Jangan berfantasi!" desis Leonardo. "Ah, Mr. Frozen kenapa kau selalu mengganggu kesenanganku?!" "Dasar otak kotor!" "Hei, aku tak membayangkan apa yang kau pikirkan!" "Aku tak percaya!" "Terserah Leo, aku lelah berdebat denganmu!" "Kau pikir aku sudi berdebat dengan pria ceroboh seperti dirimu?" "LEONARDO!" "Kau membentakku?!" sentak Leonardo. "Eh, maaf," cicit Reoxane dengan cengiran kudanya. "DIAM!" Semua perhatian kini tertuju pada Fiorella. Gadis itu selalu saja menjadi seorang ibu antara Reoxane dengan Leonardo. Walaupun umurnya paling kecil entah mengapa justru Leonardo dan Reoxane seakan seperti anak kecil yang selalu bertengkar apabila bertemu dan Fiorella kesal dengan itu semua. "Jangan bertengkar lagi," pinta Fiorella dengan matanya yang sudah berkaca-kaca. "Aku meminta Reo kesini untuk ikut mengantarkanku ke Seattle bukan untuk berdebat dengan kakak! Dan kakak juga. Kakak kan lebih dewasa dari kami, kenapa tak mau mengalah? Bagaimana saat aku pergi nanti, apa kalian akan terus bertengkar?" "Fio, aku_" "Reo, ku mohon." "Fio_" "Kak, aku menyayangi kalian. Kalian adalah guardian ku, jika kalian terus seperti ini tanpaku, aku tak bisa." Reoxane langsung mendekati Fiorella, ia memeluk tubuh itu erat. "Maafkan aku, aku tak bermaksud membuatmu berat meninggalkan kami. Aku berjanji akan lebih tenang berhadapan dengan kakak mu,” janji Reoxane dibalas anggukkan dari Fiorella. "Maafkan kakak juga." Kini mereka bertiga saling berpelukan, lebih tepatnya Fiorella yang berada ditengah, dihimpit dua tubuh pria. "Jangan merindukan adik kalian ya," ucap Fiorella di tengah tangisannya. "Kami tak mungkin tidak merindukanmu. Tapi kami akan terus mengawasimu," jawab Reoxane pelan. "Itu benar," timpal Leonardo. Mereka melepaskan pelukannya, Fiorella menatap kedua pria di samping kanan dan kirinya. Ia mengusap air matanya yang jatuh lalu menghembuskan napasnya kasar. "Bisa kita pergi?" "Ya, tentu saja." Leonardo berjalan terlebih dahulu dengan menggandeng tangan adiknya memasuki mobil sementara itu Reoxane di dalam dengan mengerucutkan bibirnya. "BAWA KOPERNYA!!" Perintah Leonardo terdengar begitu mutlak di telinga Reoxane. Pria itu meraih koper Fiorella dan berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal sampai memasukkan koper Fiorella di dalam mobil. Reoxane akan memasuki tempat duduk di belakang dimana Fiorella berada, suara Leonardo menyapa telak pendengarannya. "Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" tanya Leonardo dengan nada dinginnya. "Apa?" "Menyetir Reo!" titah Leonardo tak terbantahkan. Reoxane mendengus, ia pun memasuki mobil dan duduk di tempat kemudi, sementara Leonardo memandang ke arahnya dari samping kemudi. "Jangan menunjukkan wajah itu, kau sama sekali tak pantas!" hardik Leonardo dengan bersedekap. "Terserah aku! Ini wajahku! Lagipula aku tetap tampan," balas Reoxane dengan memperhatikan wajahnya dari kaca. "Oh ya?" "Ya, tanyakan saja pada Fio," ujar Reoxane menantang. "Fio, siapa paling tampan?" tanya Leonardo sesaat setelah Reoxane menghidupkan mobilnya. "Em, kurasa kakak ku lebih tampan," jawab Fiorella dengan senyum lebarnya. Leonardo tersenyum miring, ia mempersatukan tangannya dengan Fiorella. Gadis itu tertawa melihat wajah Reoxane yang memerah marah. Adik kakak itu memang senang menggoda putra Brian tanpa ampun, sebuah hiburan tersendiri. Mobil berjalan dengan Reoxane yang masih mengerucutkan bibirnya. Sungguh! Fiorella pasti rindu saat-saat seperti ini. Saat ia membully Reoxane dibantu kakaknya yang sedingin kutub selatan. Tapi keinginan gadis itu tak bisa lagi diganggu gugat. Ia akan tetap pergi ke Seattle dan membuktikan pada semua yang merendahkannya! Sampai di bandara, Leonardo turun terlebih dahulu dan langsung menempatkan tangannya di atas kepala adiknya."Terimakasih kakak," ucap Fiorella dengan senyum yang manis. Leonardo tak menjawab, ia hanya mengangguk lalu mengacak-acak rambut Fiorella. Mereka berjalan memasuki bandara, hingga pemberitahuan keberangkatan pesawat menuju Seattle sudah terdengar. Fiorella lagi-lagi menatap sendu pada Kakaknya, Leonardo. Kembali gadis itu menubrukan tubuhnya di dalam tubuh hangat Leonardo. "Aku pasti merindukan wajah datarmu, Kak." "Aku juga." "Aku akan merindukan sifatmu." "Aku juga." "Aku pasti merindukan semua yang bersangkutan denganmu." "Aku_" "Juga," potong Fiorella. Astaga! Kakaknya ini! Apa tak ada balasan lain selain 'Aku juga'?! "Kenapa jawabannya hanya 'aku juga?" "Lalu apa lagi?" "Ah, dasar!" Fiorella melepaskan pelukannya, ia menatap Reoxane dan kembali memeluk putra Brian. "Aku pergi, jaga dirimu dan segeralah temukan kekasih. Kau tak ingin kan diejek tak laku oleh kakak ku?" Fio! Andai kau tau kau lah yang ingin aku jadikan kekasih?! Batin Reoxane menjerit. "Reo!" "Ah, iya?" "Kau tak mendengarku?" "Aku dengar, tentu aku juga akan segera memiliki kekasih, tak tau kapan," ucap Reoxane dengan menelan tiga kata terakhirnya. "Aku pergi," pamit Fiorella setelah melepaskan pelukan Reoxane. "Ya, hati-hati jaga dirimu," pinta Reoxane persis seperti seorang ayah yang menasihati anaknya. "Iya." "Jangan pulang malam, jangan mabuk, jangan bergaul dengan orang jahat, jangan suka ke club, jauhi orang yang berniat membuatmu rusak, dan jaga dirimu baik-baik_" "Reo, iya. Aku akan menuruti semua ucapanmu," potong Fiorella cepat karena jika tidak Reoxane akan terus mengoceh dan akan berakibat pada keberangkatan pesawatnya. "Aku harus berangkat sekarang, jika tidak aku akan tertinggal pesawat," ucap Fiorella dengan mata sendunya. "Ya, baiklah hati-hati," ucap Reoxane pelan dibalas anggukkan dari Fiorella. "Aku pamit kak," ucap Fiorella dibalas usapan selembut bulu dikepalanya oleh Leonardo. Perlahan Fiorella mulai menjauhi kedua pria yang sudah menemaninya sejak kecil, gadis itu sesekali melirik ke belakang melihat Leonardo dengan tatapan sendunya. Walaupun tak mengatakan secara gamblang namun Fiorella tau, kakaknya turut sedih atas kepergiannya. Berbeda dengan Reoxane, pria yang lebih tua darinya empat tahun itu tampak tengah menghapus setetes air mata yang jatuh di pipi kanannya cepat. Fiorella menatap ke depan, tepat di jalur menuju pesawat, ia menghela napasnya lembut lalu mengangguk seraya mengukir senyum yang teramat manis. "Good bye New York. See you again in other day, i promise to come back. So, Fiorella, this is your journey. And I’m really ready! Seattle, I'm coming !! " ♣♣♣
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN