4. Persiapan dan ciuman pertama

2323 Kata
“Aku kirim ke kamu undangannya, kamu periksa lagi kalau ada nama-nama di keluarga kamu yang salah,” kata Luna sebelum memutuskan panggilan teleponnya dengan Lucas. Dia kemudian mengirimkan contoh undangan via pesan singkat pada calon suaminya itu. Tinggal beberapa minggu lagi sebelum mereka menikah, tentu saja semakin banyak hal yang harus mereka lakukan. Mereka memang tidak terlalu terlibat dalam rangkaian acara atau pengurusan dokumen untuk menikah tapi tetap saja keduanya bertanggung jawab untuk detail-detail kecil seperti nama-nama keluarga tadi. Luna memijat dahinya, dia tidak bisa membayangkan jika dia harus mengurus pernikahan sendiri. Hanya melihat kembali hasil kerja orang-orangnya saja sudah begitu kerepotan. Karena itu juga akhirnya Luna memutuskan untuk kampanye perusahaan selanjutnya ia akan memakai jasa business consultant saja. Dia mendapat rekomendasi dari beberapa koleganya mengenai perusahaan business consultant ini. Bunyi ketukan pintu terdengar dan Abel, sekretarisnya muncul. “Ibu Nara dan tim sudah ada, Bu,” kata Abel. Luna tersenyum. “Oke, bawa mereka ke ruang rapat sekarang,” kata Luna lagi. Luna memandang penampilannya di kaca rok span berwarna ungu muda senada dengan blazernya. Setelah memastikan dirinya sudah rapi, Luna segera menuju ruangan rapat. “Nara,” ucap Nara saat bersalaman dengan Luna. “Luna Irawan, CEO G-shop,” ucap Luna. Luna agak sedikit kaget melihat Nara, dia memang tahu Nara lebih muda darinya tapi dia tidak tahu bahwa wanita malah terlihat sangat muda. “Rano,” ucap Rano sambil menjabat tangan Luna. “Panggil aja saya Luna, gak usah pakai embel-embel Ibu,” kata Luna lagi kemudian mempersilahkan keduanya duduk. Luna memberikan kode untuk pengawal yang berada di belakangnya. Mereka pun segera menutup jendela dan kemudian layar proyektor mulai terlihat. “Bisa kita mulai?” tanya Luna. Nara mengangguk. Dirinya segera mengeluarkan tablet elektroniknya untuk mulai mencatat. Luna memang luar biasa, aura CEO-nya sangat-sangat terlihat. Dengan wibawanya ia menjelaskan detail perusahaan sampai ke misi perusahaannya ke depan. Nara menanggapi Luna dengan mengangguk-angguk kepalanya. Setengah jam kemudian, Luna selesai mempresentasikan perusahaannya. “Bagaimana? Sudah ada ide?” tanya Luna “Ide sih sudah ada, tapi kita harus lihat datanya dulu,” jawab Rano. “Oke, saya berharap secepatnya saya bisa dapat feedback dari kalian,” kata Luna. “Boleh saya tanya sesuatu,” kata Nara. “Iya silakan,” kata Luna. “Dengan kemampuan Anda yang luar biasa dan segala visi misi perusahaan yang Anda buat, kenapa Anda butuh bantuan kami? Saya rasa Anda pasti sudah punya gambaran dan rencana kedepannya,” kata Nara menyelidik. Luna tersenyum. “Saya lagi gak punya waktu, saya lagi mengurus pernikahan saya” kata Luna lagi. “Wah, selamat” kata Nara lagi. Luna tersenyum, “Terima kasih.” “Ada alasan kenapa saya pilih kamu. Saya dengar dari kolega-kolega saya kalau kamu kerjanya paling becus di antara yang lain. Saya berharap kamu gak akan mengecewakan saya,” kata Luna lagi. Nara agak terkejut mendengar pernyataan Luna. “Saya paling gak bisa kerja sama orang yang gak becus, malas, atau bodoh. Kamu dan tim kamu punya reputasi yang bagus, jadi tolong jangan kecewakan saya. Apalagi ini adalah proyek pertama kami setelah menjadi perusahaan unicorn” kata Luna lagi. Nada suaranya terdengar tenang tapi entah kenapa terasa sangat tajam di saat yang bersamaan. “Iya, saya akan buktikan bahwa reputasi saya dan tim bukan isapan jempol belaka,” kata Nara lagi. “Baik, kalau begitu datanya akan dikirim besok. Jika ada pertanyaan atau kendala mengenai datanya silakan hubungi sekretaris saya,” kata Luna lagi. “Baik. Terima kasih,” kata Nara lagi. Luna bangkit dari duduknya kemudian menjabat tangan Nara dan Rano sebelum kemudian kembali ke ruangannya. Wanita itu terlihat menyenangkan, Luna menyukainya. *** “Ini keluarga kamu harus ditulis semua ya?” tanya Lucas lagi karena merasa Luna terlalu banyak memasukkan nama anggota keluarganya sehingga Lucas bahkan sudah tidak punya tempat untuk meletakan nama anggota keluarganya. “Keluarga aku itu ada banyak,” jawab Luna lagi. “Ya, terus keluarga aku yang lain gak ada tempatnya dong? Sekalian aja dihapus nama keluarga kam kalau begitu,” protes Lucas. Luna tidak begitu menghiraukannya karena dia sibuk dengan menu makanan yang harus dia pilih. “Udah deh, jangan cerewet. Mending kamu bantu aku pilih makanan nih,” kata Luna lagi. “Ini masalah satu aja belum kelar, udah kamu tambahkan masalah baru,” sindir Lucas. Wanita itu bergeming, matanya masih sibuk melihat menu makanan. “Untuk yang tradisional, kamu mau sate kambing Madura atau bumbu kecap?” tanya Nara lagi. Lucas diam, dia sudah benar-benar emosi sekarang. Bisa-bisanya keluarga sombong ini bahkan tidak menganggap keluarganya. Luna yang menyadari heningnya Lucas menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arah Lucas yang sedang cemberut. “Hey, jangan ngambek begitu. Iya nanti aku ganti,” kata Luna lagi. “Gampang banget ya jadi kamu,” kata Lucas dengan sarkasme. Luna memutar bola matanya lagi. “Ya terus maunya gimana?” tanya Luna lagi. “Ya terserah kamu aja. Kamu dan keluarga kamu kan yang paling penting. Terserah kalian. Ter-se-rah!” Lucas kesal. “Kan aku udah bilang—” “Permisi, maaf Bu. Mau konfirmasi jadwal besok untuk acara di puncak. Mau berangkat jam berapa? Karena acaranya jam sepuluh pagi.” Abel, sekretaris Luna muncul memotong pembicaraan Luna dengan Lucas. “Akh ... jam enam aja, Bel. Besok jadwal saya hanya itu kan?” tanya Luna “Iya Bu, hanya itu saja. Kalau begitu saya minta ijin pulang duluan ya. Permisi,” kata Abel yang kemudian menghilang dari balik pintu. “Acara apa?” tanya Lucas ketika Abel sudah menutup pintu. “Acara di salah satu panti asuhan milik grup Ayah,” jawab Luna. “Banyak anak-anak?” tanya Lucas lagi, dirinya mulai terlihat antusias. Dia bukannya tidak bersyukur punya pekerjaan di rumah sakit swasta terbaik itu. Hanya saja saking elitenya rumah sakit tersebut, pasien anak-anaknya sangat sedikit. Kadang bahkan Lucas tidak memiliki pasien. Oleh karena itu dia antusias mendengar bahwa Luna akan mengadakan acara untuk anak-anak di panti asuhan. “Ya iyalah, namanya juga panti asuhan. Kalau banyak lansia namanya panti jompo,” jawab Luna lagi membuat Lucas yang tadi sudah bersemangat kembali kesal pada Luna. “Kalau kamu mau ikut boleh kok. Kamu bisa buat pemeriksaan kesehatan dan gizi gratis buat mereka,” usul Luna. Mendengar ide Luna tentu saja membuat Lucas kembali bersemangat. Dia tidak sabar untuk melihat dan bermain dengan anak-anak itu. Lucas melihat ke arah Luna lagi yang masih asyik memilih menu makanan untuk acara resepsi mereka. “Kamu yakin gak mau nambahin menu pilihan kamu dan keluarga kamu?” tanya Luna lagi. Lucas menggeleng. “Aku ikut apa kata ratu aja,” kata Lucas lagi dengan memberikan penekanan pada kata ratu. “Terserah kamu deh, yang jelas aku udah nawarin kamu kesempatan ini. Jangan protes!” kata Luna lagi. Lucas tersenyum miring. Buat apa dia protes? Toh pernikahan ini bukan sesuatu yang di inginkannya. Dia hanya akan mengingat pernikahan ini sebagai pernikahan pertamanya. Dia akan memilih jika nanti dia menikah dengan Regina. Untuk saat ini biarkan saja ‘Ratu’ Luna ini yang memilih semuanya untuk pernikahannya. *** Luna dan Lucas tiba dipuncak sekitar pukul 8 pagi. Masih terlalu pagi, anak-anak panti itu bahkan baru selesai sarapan dan sedang bersiap-siap sambil bersih-bersih. Luna berjalan mengelilingi bangunan panti itu, dia memperhatikan setiap bangunan mulai dari dinding, plafon, atap, pintu, jendela, bahkan tempat tidur mereka. Sementara Lucas segera mengeluarkan alat-alat untuk pemeriksaan kesehatan anak-anak panti. Dia bahkan mengajak 2 orang suster yang akan membantunya dalam pemeriksaan kali ini. “Iya, jadi kamar mandinya perlu kita renovasi ya. Nanti kita mulai renovasi paling cepat minggu depan.” Lucas yang sedang meletakan alat pengukur tensi darahnya di meja dapat mendengar suara Luna. Dia kemudian menatap Luna yang sedang berjalan bersama kepala panti membicarakan masalah-masalah apa yang ada di panti tersebut. Tanpa sadar Lucas malah sekarang memperhatikan Luna. Wajahnya yang segar dengan riasan wajah tipis dan juga tubuhnya yang terlihat semakin kecil karena kaos putih kebesaran yang di pakainya. Ditambah dengan jins ketat warna hitam dan sepatu putih yang ia kenakan membuat wanita itu terlihat berbeda dengan Luna si bos yang selama ini dilihat Lucas dari sosok Luna. “Dok, ini permennya mau taruh di mana?” tanya seorang suster membuat Lucas kembali setelah memperhatikan calon istrinya itu. “Hm, taruh saja di dekat meja saya. Jangan sampai anak-anak itu lihat ya,” kata Lucas lagi. Beberapa saat kemudian keadaan sudah semakin ramai dengan acara yang mereka adakan. Ada yang tampil dengan menyanyi, menari atau baca puisi. Ada juga yang mengantre untuk memeriksa kesehatan mereka. Lucas tampak sangat menikmati hari bekerjanya hari ini. Seumur hidupnya menjadi pediatri, hari ini adalah hari dengan pasien terbanyak yang ia dapatkan. Tapi bukannya mengeluh, dia malah merasa bersyukur. Saat sore hari tiba, semua kegiatan sudah selesai. Luna kemudian mengajak Lucas untuk pergi ke lapangan karena semua anak-anak sedang berada di sana. Mereka berdua berjalan beriringan di sepanjang pinggiran lapangan. “Kamu sering bikin acara begini?” tanya Lucas ada Luna. “Ya, lumayan sekitar dua bulanan sekali,” jawab Luna. “Kenapa gak bikin tiap bulan aja?,” tanya Lucas lagi. “Gak ada waktu, ini aja pakai waktu colongan,” jawab Luna. “Gak ada yang ngurus?” tanya Lucas lagi. Luna mengangguk. “Kalau kamu mau, kamu bisa ngurus acara semacam ini,” kata Luna. “Serius?” tanya Lucas antusias. Luna mengangguk lagi. “Tapi ini bukan satu-satunya panti asuhan yang kami punya,” kata Luna. “Memangnya keluarga kamu punya berapa panti asuhan?” tanya Lucas. “Mungkin sekitar lima panti asuhan. Empat ada di area Jabodetabek, satu lagi ada di Papua,” jawab Luna lagi. “Yang di Papua itu milik perusahaanku,” tambahnya. Lucas terkagum dengan penuturan Luna. Dia tidak menyangka, Luna punya sisi humanis yang tinggi juga, terutama dengan anak-anak. “Tapi, di sini favoritku,” kata Luna lagi. “Kenapa?” tanya Lucas penasaran. “Sini!!” kata Luna sambil menarik tangan Lucas menuju sebuah jalan setapak kecil menurun menuju ke hutan kecil. “Mau ke mana?” tanya Lucas. “Udah ikut aja” kata Luna sambil tetap menggandeng tangan Lucas. Lucas yang awalnya hanya mengikuti jalan Luna perlahan-lahan membalas genggaman tangan Luna. Merasa tangannya digenggam Lucas membuat Luna berhenti dan menatap Lucas. Pria itu hanya tersenyum, membuat Luna kembali menuntun pria itu. Mereka sudah berjalan sekitar 15 menit tapi belum melihat apa-apa. “Di mana?” Lucas sudah mulai bosan berjalan. “Bentar lagi,” ucap Luna. “Tunggu ... denger,” kata Luna lagi, Bunyi gemercik air yang besar mulai terdengar. “Ada air terjun di sini?” tanya Lucas antusias. Luna mengangguk. Tapi beberapa saat kemudian hujan turun dengan lebat tanpa pemberitahuan. “Kita mau lari ke mana nih? tanya Lucas. “Terus aja, udah mau sampai. Kalau balik malah lebih jauh.” Keduanya berlari di tengah derasnya hujan sampai kemudian Lucas dapat melihat sebuah gazebo. Dia dan Luna segera menuju ke gazebo itu. “Ha ... kok tiba-tiba hujan sih?” omel Luna. Dia mengibas-kibaskan air ditubuhnya. Dia kemudian melihat ke arah Lucas yang sedang mengibaskan rambutnya dari air. Sialnya, kini tubuh Lucas tercetak jelas karena basah hujan. Luna segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tapi kemudian dia sadar, jika tubuh Lucas bisa begitu basah maka begitu pun dengannya. Dia segera melihat tubuhnya dan benar saja, kaos putih itu tidak menolong sama sekali. Lucas menelan ludah dengan susah payah karena badan Luna yang tercetak dengan jelas dari balik kaos putih yang basah itu. Lucas bahkan dapat melihat dalaman hitam milik Luna. Dia berusaha mengalihkan perhatiannya menuju ke tempat lain. “WOW!!” seru Lucas saat ia dapat melihat air terjun dari gazebo ini. Benar-benar menyenangkan. Seandainya tidak hujan lebat, dia akan dengan senang hati berlari ke sana dan mandi di sana. “Bagus kan?” tanya Luna. Lucas mengangguk. “Kalau ada teh sama pisang goreng lebih mantap lagi,” kata Lucas. “Aku sering banget kesini, makanya Ayah bikin gazebo ini biar aku gak perlu lagi duduk-duduk dibatu-batu sana,” kata Luna sambil menunjuk ke arah batu-batu besar dekat gazebo itu. “Nih, pakai dulu,” kata Lucas lagi sambil memakaikan jaket yang dari tadi ia tenteng ke Luna. “Daleman kamu kelihatan tuh,” ucapnya lagi. Wajah Luna langsung memerah. Luna segera mengeratkan jaket itu ke tubuhnya yang sudah mulai mengigil. “Kamu kedinginan?” tanya Lucas. Luna mengangguk. Lucas kemudian mengambil tangan Luna kemudian menggosok-gosoknya dengan tangannya. “Kita gak mungkin balik juga, ini hujannya masih deres banget” kata Lucas. “Aku udah ngirim sinyal kok ke pengawalku. Bentar lagi mereka pasti kesini,” kata Luna. “Bawa teh sama pisang goreng?” tanya Lucas bercanda. Luna tertawa lepas karena canda Lucas. Membuat pria itu memperhatikan wajah Luna saat wanita itu tertawa. “Eh, kenapa?” tanya Luna melihat Lucas yang memandanginya. “Kamu bisa berhenti gemesin kayak gini gak sih?” tanya Lucas lagi sebelum memajukan wajahnya dan mencium bibir Luna singkat. Tapi ciuman singkat itu malah seperti serangan petir untuk Luna. Seumur hidup, itulah ciuman pertamanya dengan laki-laki yang bukan Kakak atau Ayahnya. Luna terdiam kaku. “Hei, kamu baik-baik saja?” tanya Lucas karena wanita itu masih terdiam kaku. “Itu ... itu ... itu ... itu ciuman pertamaku!” kata Luna lagi. Lucas tersenyum miring. Tangannya meraih pinggang Luna dan membawa tubuh wanita itu mendekat kepadanya. Satu tangannya yang lain membelai pipi Luna, mencoba untuk membuat wanita itu lebih santai. Lucas kemudian semakin mendekatkan lagi wajahnya ke wajah Luna. Wangi parfum Luna menghantam indra penciumannya. Wanita bunga yang lembut itu membuat Lucas semakin menggila. Dengan lembut, pria itu kemudian mencium bibir Luna lagi. Bibir Luna tidak bergerak sama sekali. Membuat pria itu melepaskan ciumannya. Ibu jari pria itu kemudian membelai bibir tipis Luna membuat bibir itu terbuka. Dengan cepat pria itu kembali mencium bibir itu kali ini dengan melesakkan lidahnya. Lucas dan Luna masih menikmati ciuman panas mereka di tengah derasnya hujan yang beradu dengan bunyi air terjun itu. Satu hal yang Lucas tahu, Luna sudah jatuh kepadanya. Itu akan membuat rencananya semakin mudah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN