08. SEMUA COWOK ITU SAMA

1071 Kata
"Gimana?" "Lo udah denger syaratnya!" "Itu bukan imbalan, Prisil ...," balas Albrian, menghadang langkah Prisil yang siap membuka pintu mobilnya. "Sebagai imbalan kasih keringanan, deh, cukup sampe kelas Nasional aja, tapi ... kalo gak menang kita tetep pacaran, gimana?" Prisil terbahak. "Apa yang lo banggain kalo bukan jadi seorang juara? Gila!" Benar juga, tetapi Albrian sangat yakin ia takkan mampu masuk ke kelas Nasional apalagi jadi juaranya! Sangat mustahil. "Ya ... masuk kelas Nasional aja gua udah bangga!" balas Albrian cepat. Prisil mendelik sebal. "Syarat dari gua, lu tetep harus bisa jadi juara!" Prisil memalingkan pandangan, tidak seharusnya Albrian bersikap aneh di depan penghuni SMK Hanum Perwita apalagi setelah gelarnya sebagai ketua OSIS! Sangat tidak patut untuk diteladani, kesannya ia dan Albrian memiliki hubungan spesial yang tak diharapkan. Seharusnya fokus dengan tanggung jawab sebagai KETOS bukan berpacaran! Mungkin lontaran itu yang akan menyebar menjadi gosip hangat esok pagi. Jadi, tanpa menunggu lama Prisil menginjak keras kaki kanan Albrian agar menghindar dari jalannya. Albrian meringis, ia lagi-lagi kalah karena serangan Prisil yang tanpa aba-aba. Lalu suara pintu terbanting, menandakan kesempatan menagih imbalan sudah pupus. "Sialan!" umpat Albrian, menatap kesal kepergian Prisil dengan mobil mininya. Tidak jauh dari parkiran, Kevin bersembunyi dengan kedua tangan mengepal. Menahan hantaman tinju, bahwa Prisil yang dulu tak dikenal banyak orang sekarang malah banyak yang mengincar dan Kevin takkan diam menyaksikan. Ia kenal Albrian, sahabat dekat Afrizal yang terkenal selalu bolos dan jarang masuk kelas. Bahkan sebagian teman nongkrong Kevin juga kenal kepada Afrizal. Anak broken home yang menghabiskan waktunya di luar. Merasa tidak diperhatikan oleh kedua orang tuanya akhirnya Afrizal melangkah maju, membuat masalah agar salah satu orang tuanya datang memberikan nasihat. Namun, sampai sekarang Afrizal tidak merasakan, seperti kasih sayangnya kedua orang tua Albrian. "Gua bilang percuma ngejar dia!" teriak Afrizal menghampiri Albrian yang masih meringis, menahan sakit jemari kakinya yang diinjak sang pujaan hati. Albrian mendongak. "Namanya juga berjuang, lu sebagai temen gua malah maksa gua nyerah! Apa salahnya, sih, Zal?" "Salah besar, g****k! Lu mau pacaran ama KETOS? Disuruh belajar tiap hari kayaknya!" "Gak usah ngaco, lu!" Albrian pun melangkahkan kakinya menjauhi Afrizal. Bukan pergi untuk pulang, Albrian kembali menuju apartemen yang kemarin ia ikuti. Sangat mudah untuk mengingat jalannya, sampai berhenti di sebuah parkiran dan mobil Prisil terparkir juga di sana. Mengartikan cewek itu ada di dalam sana, tidak keluar untuk urusan apa pun yang tidak Albrian ketahui. Dengan cepat Albrian berjalan lurus, mencari apartemen nomor 15 yang kemarin ia lihat Prisil masuk ke dalam sana. Sampai di depan pintu, Albrian menghirup napas dalam. Apakah ia langsung memencet bel? Dan Prisil akan dengan cepat mengetahuinya lewat lubang intip, dipastikan cewek itu sama sekali takkan membuka pintu untuknya! Jadi, Albrian harus mengatur ulang pertemuannya dengan Prisil ke apartemennya. Beruntung! Albrian menemukan seorang satpam, yang baru saja mengentarkan barang penghuni di apartemen nomor 13 dengan cepat ia menghampiri. "Sore, Pak," sapa Albrian. Satpam bernama Tomo itu berbalik. "Sore, Mas, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah. "Gini, Pak, saya mau minta tolong hari ini saya ada niatan mau nembak calon pacar. Tau, dong! Anak muda yang malu-malu pasti susah buka pintu. Jadi, mau buat surprise gitu loh, Pak, bisa gak tolong ketuk pintunya? nanti kalo udah keluar baru Bapak bisa pergi, gimana?" Satpam itu mengangguk paham. "Waduh, boleh mari ... apartemen nomor berapa, Mas?" Albrian segera mengajak satpam itu mendekati pintu apartemen Prisil, sedangkan ia langsung bersembunyi di balik dinding. Suara bel burbunyi terdengar nyaring, memaksa Prisil yang baru saja mengganti bajunya melenguh malas. Seperti biasa, takut yang datang adalah kakaknya Prisil mengintip terlebih dahulu, menemukan seorang satpam yang tiap hari berjaga di depan. Mengapa satpam itu datang? Perasaan Prisil tidak memanggilnya, bukan? Pikir Prisil seraya memutar kunci pintu. "Ada apa, Pak?" tanyanya. Pak Tomo tersenyum lebar. "Maaf mengganggu waktunya," ucapnya dan bingung harus berkata apalagi. Sampai sosok Albrian mendekati keduanya, bola mata Prisil membulat sempurna. Mengapa Albrian ada di depannya sekarang? Perasaan tadi Prisil tidak merasa dibuntuti! Ah, ya, pasti ini ide gila Albrian agar Prisil membuka pintu untuknya! "Makasih, Pak, atas bantuannya," ucap Albrian terang-terangan dan Prisil tak perlu bertanya. Satpam itu mengangguk cepat. "Mari, semoga beruntung, ya!" Keduanya diam membisu, Prisil masih berpikir maksud semoga beruntung? Apa yang dimaksud satpam itu? Dan apa tujuan Albrian datang yang sudah tahu syarat berpacaran dengannya! Dan imbalan tadi, apa yang ingin Albrian minta? Tetap memaksanya berpacaran? Cih, Prisil tidak sudi! Walaupun hanya sekedar status saja! "Gak ngajak gua masuk, nih?" Pertanyaan Albrian sontak menyadarkan Prisil, ia segera menghimpit tubuhnya dengan daun pintu. Menjaga Albrian tetap ada di luar. "Gua gak nerima tamu gak diundang!" ketusnya. Albrian mengembuskan napas kasar. "Tamu? Gua temen dan orang yang nyelamatin lo tadi pagi!" Prisil bingung harus menjawab apa. Ia benar-benar ingin mengusir Albrian. Namun, ia punya hutang! Dialah lelaki yang meminjamkan dasinya tadi pagi, merelakan dirinya sendiri terkena hukuman karena melanggar aturan. "Tunggu di lobi, gak usah masuk ke apartemen gua!" "Jaminannya?" Prisil mengerutkan keningnya, sialan memang semua lelaki tak bisa ia percaya lagi! Semuanya sama, hanya mempermainkan wanita saja! "Lo gak percaya sama gua?" "Setelah lo nginjak kaki gua dengan keras?" tanya balik Albrian. Sebelum Prisil menghantam wajah sok ganteng Albrian dengan kepalan tangannya, ia pun menyerahkan ponselnya yang tentu saja terkunci dengan sandi yang hanya Prisil saja tahu isinya. Albrian segera menyambarnya, meninggalkan Prisil yang harus membawa dompet mininya dan mengganti baju yang terlalu terbuka dan sangat tidak pantas dibawa keluar! Selesai memakai baju lain, Prisil segera keluar menuju lobi. Menemukan Albrian yang santai memainkan ponselnya di tangan, dengan cepat Prisil merebut ponselnya dan duduk di hadapan cowok tak diharapkan datang itu. Albrian menegakkan tubuhnya, menatap lembut wajah Prisil yang kentara kesal ingin memarahinya. "Mau ngapain, sih, lo!" ketusnya tanpa memandang wajah Albrian. "Mau nagih imbalan!" Prisil menatap Albrian balik. "Gua udah bilang syaratnya! Belum cukup juga?" "Itu bukan imbalan, Prisil Margaretha Kyana," balas Albrian. Lelaki itu memang sama! Jangan terlalu senang karena mendapat pertongan karena ujungnya akan meminta imbalan, seperti Albrian contohnya! Jika memang ikhlas membantu mengapa harus diungkit lagi? Prisil muak dengan lelaki macam Albrian. Setelah keinginan dikabulkan, pasti ke depannya juga akan memaksa lagi dan Prisil harus belajar dari kesalahan dan kebodohan waktu lalu. Dibutakan oleh cinta adalah hal gila! Sekarang jangan sampai terulang lagi. "Lagian, gua mau pacaran sama lo doang, gak lebih, apa susahnya coba?" jelas Albrian memecah keheningan. "Biar punya status doang dan lo bangga?" tanya Prisil memaksa Albrian menyadari perkataan bodohnya. "Ya ... pacaran gak lebih, lo bisa kan bedainnya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN