Bertengkar Lagi

2239 Kata
Ervin sangat cemas karena Elina belum juga kembali. Setiap toilet yang ia sambangi kosong. Elina tidak ditemukannya bahkan Ervin sudah berkeliling pasar mencarinya. “Ke mana perginya gadis itu?” gumam Ervin. Ia terus mencari Elina bahkan sampai ke parkiran. Ervin menghentikan langkahnya saat mendengar pengumuman dari pengeras suara. “Mohon perhatian pada seluruh pengunjung pasar yang merasa kehilangan istri bisa dicari ke tempat suara. Bagian informasi. Sekali lagi yang merasa kehilangan istri tolong segera ke pusat suara, bagian informasi. Terima kasih.” Ervin menghembuskan napas lega saat mendengar kabar itu.Namun ia juga malu karena sekarang orang-orang membicarakannya. Secepatnya Ervin berlari ke pusat informasi. Baru saja ia sampai Elina sudah berlari menghambur ke pelukannya. Ervin mengusap punggung Elina untuk menenangkan gadis itu. “Aku takut,” ujar Elina mengeratkan pelukannya. Ervin menggandeng tangan Elina untuk segera pergi setelah mengucapkan terima kasih pada petugas informasi. Elina tidak banyak bicara, ia menjadi lebih pendiam dari biasanya. Ervin merasa kasihan padanya terlebih ia menangis ketakutan. Tidak banyak hal yang Ervin tahu tentang Elina. Dilihat dari reaksi gadis itu mungkin saja ia memiliki kenangan buruk . Elina langsung masuk ke kamarnya setelah sampai di rumah. Ervin ingin mengetuk pintu kamar gadis itu untuk bertanya, tapi urung dia lakukan. Ervin berjalan santai ke dapur untuk memasak bahan makanan yang sempat ia beli. Diambilnya apron bunga-bunga warna krem yang tergantung di belakang pintu dapur lalu memakainya. Saat Ervin asik memotong sayuran Elina datang ke dapur dan duduk di kursi sambil menopang dagu. Bibirnya monyong seperti ikan kehabisan napas. Ervin menghentikan gerak tangannya dan memutuskan untuk bertanya. “Ada apa?” tanya Ervin. Elina menatapnya sekilas lalu menundukkan kepalanya. “Aku lapar,” gumam Elina yang masih bisa ditangkap oleh telinga Ervin. “Nih.” Elina menoleh saat Ervin meletakkan bawang di depannya. “Aku lapar kenapa diberi bawang?” tanya Elina ketus. Perutnya sudah keroncongan perlu diisi agar bisa beraktivitas. Ervin meletakkan pisau kecil di depan Elina. “Kalau mau cepat makan bantuin aku potong bawangnya, jangan banyak protes.” Elina ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak mengeluarkan bantahan. Dia menurut, mengupas bawang hingga mengirisnya tipis-tipis. Walau irisan bawang Elina tidak bisa dikatakan tipis tapi Ervin tidak memprotesnya. Ervin yakin Elina tidak pernah memasak sebelumnya dilihat dari cara gadis itu memegang pisau dan memotong bawang dengan pelan. Sepelan siput bisulan berjalan. “Sudah jadi, ayam sayur special.” Ervin dengan bangga mempersembahkan makanan yang ia buat. “Apanya yang special?” “Tuh ada dua telur,” kata Ervin menunjuk dua butir telur yang belum dikupas kulitnya di tempat cuci piring. “Kamu kupas dulu telornya aku mau mandi. Kita makan sama-sama.” Ervin melepas apron yang ada di tubuhnya lalu pergi dari dapur. Setelah Ervin menghilang dari jangkauan matanya Elina segera mengambil piring untuk makan. Perutnya sudah perih, menunggu Ervin selesai mandi bisa membuat penyakit asam lambungnya kumat. *** Saat Ervin masuk ke dapur ia sudah tidak menemukan Elina. Ayam sayur special yang ia buat kini tinggal sedikit, sedangkan telur yang dua butir kini tinggal setengah. Ervin berkacak pinggang sepertinya Elina tidak tahu apa arti makan bersama. Ervin menarik kursi untuk duduk. Ia mulai sarapan sendiri. Setelah sarapan Ervin segera membereskan dokumen kelengkapan sebagai panitia ospek. Hari ini ia cukup jengkel karena ulah Elina yang makan lebih dulu. Padahal Ervin ingin makan berdua untuk mendekatkan hubungan mereka, tapi sayang itu hanya rencana. Pintu kamar Ervin dibuka dan pelakunya adalah Elina. Gadis itu senyum-senyum sambil berjalan mendekati Ervin. Elina merangkul lengan Ervin membuat pria itu sukses menatapnya. Ervin melepaskan tangan Elina, tapi gadis itu terus saja merangkul lengannya. “Mr. Pelit aku boleh keluar sama teman-teman? Mau ngerayain hari kelulusan.” Ervin melepaskan tangan Elina lagi. “Boleh tapi jangan pulang malam.” Elina memekik senang. “Uang jajan aku sudah habis. Hmm… itu… aku… boleh… itu gak?” tanya Elina membuat kening Ervin menukik tajam. “Jangan macam-macam apalagi sama teman cowok. Kamu harus pulang sebelum malam, mengerti?” “Bukan itu aku mau minta uang,” ujar Elina terus terang. Ervin membuka dompetnya membuat Elina menjinjit melihat isi di dalamnya. Mata Elina membulat melihat beberapa lembar uang seratus ribuan. Elina menggigit bibir bawahnya tidak sabaran mendapat uang jajan. “Berikan tanganmu.” Elina segera menengadahkan tangannya di depan Ervin. Ia terdiam saat Ervin meletakkan dua keping uang seribu di telapak tangan Elina. Kini giliran Elina yang menekuk alisnya. “Anak SD saja jajannya sudah sepuluh ribu, masak kamu ngasi aku dua ribu,” protes Elina. “Sudah terima saja masih syukur bisa bayar parkir. Nanti sebelum pergi makan dulu, bawa air dari rumah biar gak beli lagi.” Ervin meletakkan semua dokumen ke dalam map kemudian memasukkannya ke dalam tas. “Aku mau ke kampus dulu setelah itu langsung kerja mungkin pulangnya malam. Kalau ayam kecapnya masih sisa kamu bisa maukkan ke dalam kulkas dan malamnya dipanaskan Oke?” Ervin mengusap kepala Elina lalu pergi begitu saja membuat Elina kesal. “MR. PELIT!” teriak gadis itu. *** Ervin terlihat buru-buru masuk ke dalam restaurant. Setelah memberikan dokumen persyaratan pada ketua BEM Ervin segera meluncur untuk bekerja. Hari ini sama seperti sebelumnya. Restaurant terlihat ramai sampai-sampai meja yang belum sempat dibersihkan sudah diduduki pengunjung baru. Dengan cekatan Ervin mengambil apron serta lap meja. Ia sudah terbiasa bekerja cepat dan bersih. “Vin, antar makanan ini ke meja no 25,” kata seorang pria sambil membaca secarik kertas. Ervin segera menghampiri pria itu dan membawa makanan sesuai nomor meja. Setelah menyajikannya Ervin kembali turun ke lantai bawah. Ervin melakukan pekerjaannya dengan baik. Sampai ia tidak sadar bahwa hari sudah gelap. Bekerja membuatnya lupa akan waktu. Sampai saat di mana Ervin menuruni tangga tanpa sengaja ia mendengar suara seseorang yang ia kenal. Dari kejauhan Ervin melihat Elina dan tiga temannya duduk di pojok restaurant sambil tertawa. Ervin meletakkan nampan di atas meja lalu melipat pakaian lengan panjangnya sebatas siku. Sejak kapan Elina dan teman-temannya ada di restaurant, batin Ervin. “Kenapa Vin?” “Cuma gerah,” jawabnya tanpa mengalihkan tatapan dari Elina. “Biar aku saja yang taking order di meja 17,” ujarnya lagi. Ervin menarik laci yang ada di dekat dapur. Ia segera memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Tanpa banyak bicara ia langsung meluncur ke meja Elina. Ervin menatap Elina dan temannya satu per satu. Seorang pria yang duduk di samping Elina membuat Ervin kesal. Bisa-bisanya Elina membiarkan dirinya dirangkul mesra. Elina mendongkak saat ingin memesan. Matanya membulat saat Ervin bicara. Buru-buru Elina melepaskan rangkulan Varen di pundaknya dan pura-pura tidak mengetahui keberadaan Ervin. Elina menghembuskan napas panjang saat Ervin pergi. Ia menoleh ke belakang melihat pria itu sudah jauh dari mejanya. “Kenapa El? Lo kelihatan takut,” tanya Naura. “Engga ada apa-apa. Aku cuma mau lihat pelayan tadi, mirip orang yang aku kenal,” jawab Elina. “Orang yang kamu suka?” tanya Varen. Terselip rasa cemburu pada nada bicaranya. “Cie yang cemburu, makanya cepat ditembak biar gak keburu ditikung orang,” goda Gina. Keadaan jadi canggung saat Elina hanya diam. Varen pun terlihat kesal saat Elina tidak membantah apa yang ia katakan. Ervin menatap jam tangan yang melingkar di tangan bos-nya. Dua menit lagi shift-nya berakhir. Elina dan teman-temannya masih asik berbincang bahkan tertawanya sangat kencang. “Kenapa liatin meja 17 terus?” tanya Kumar yang sejak tadi memerhatikan arah tatapan Ervin. “Aku gak habis pikir ada orang yang suka hambur-haburin uang, tapi dia sendiri gak bisa nyari uang,” kata Ervin. “Gak apa-apa, orang kaya bebas. Lagi pula yang diuntungkan kita juga,” sahut Kumar. Ervin melepas apronnya lalu menyimpannya di atas meja. “Mau ke mana?” tanya Kumar. “Mau pulang shift aku sudah selesai. Sampai besok, Bos,” ujar Ervin. Kumar sontak menatap jam tangannya lalu mengangguk. Ervin pergi mengambil tasnya di loker. Ia terdiam. Pikirannya kembali pada kejadian pagi tadi saat Elina meminta uang jajan. Ervin menghela napas panjang. Ia pun menutup pintu loker dan keluar menuju kasir. “Mau pulang Vin?” tanya seorang wanita bernama Vina yang duduk di belakang komputer kasir. “Iya, jam kerja aku sudah selesai. Vina bisa cek tagihan meja nomor 17 atas nama Elina?” kata Ervin membuat Vina menatapnya curiga. “Kamu suka,ya, sama cewek itu atau dia pacar kamu?” goda Vina sambil mencolek dagu Ervin. Suatu kelangkaan bagi Vina mengetahui Ervin tertarik pada gadis karena selama ini Ervin selalu menolak semua gadis yang mendekatinya. “Bukan, dia istri aku.” Vina terdiam kaku mendengar jawaban Ervin, tapi sedetik kemudian Ervin tertawa. “Doakan saja dia jadi istri aku,” lanjut Ervin membuat Vina bernapas lega. “Kirain beneran, hampir aku jantungan.” Vina kembali menghitung total tagihan Elina, setelah mendapatkan jumlahnya Ervin pun membayar tagihan itu. “Oh iya, Vina boleh aku titip pesan buat cewek itu?” Ervin menunjuk Elina yang sedang tertawa bersama temannya. “Bilangin ke dia jangan pulang malam kalau tidak mau tidur di luar karena pintunya dikunci.” Setelah mengatakan itu Ervin pun melenggang pergi membuat Vina kebingungan. *** Ervin merebahkan tubuhnya saat sampai di rumah. Badannya pegal-pegal ditambah matanya sudah mengantuk. Walau malas Ervin berusaha untuk bangkit membersihkan diri. Selesai mandi Ervin keluar hanya mengenakan celana pendek. Tepat saat dia ingin ke dapur Elina muncul dari kamarnya. “AAA! Ngapain kamu gak pakai baju?” Elina menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Kamu kapan pulang?” Bukannya menjawab Ervin balik bertanya pada Elina. “Mr. Pelit, pakai baju dulu!” Elina masih tetap berdiri di tempatnya dengan mata tertutup. Ervin tersenyum evil melihat Elina yang malu-malu. Tanpa disangka Ervin menarik tangan Elina lalu memeluknya erat. “Emang kenapa kalau gak pakai baju, hm?” Elina memberontak, menolak dipeluk Ervin tapi sayang Ervin tidak mau melepaskan pelukannya sebelum Elina membuka mata. Elina menyerah ia pun membuka matanya dan menatap wajah Ervin yang begitu dekat dengannya. Ervin meletakkan handuk basahnya di kepala Elina sehingga wajah istrinya tertutup oleh handuk. “Sana mandi dulu, kamu bau.” Ervin melepas pelukannya lalu masuk ke dalam dapur. Elina menarik handuk Ervin yang menutup kepala. Ia benar-benar kesal dibuatnya. Ervin sibuk memasak untuk makan malam dirinya sendiri. Nasi goreng telur ceplok adalah makanan praktis yang bisa dibuat Ervin dalam waktu singkat. Aroma tumisan bawang yang harum ternyata mengantarkan Elina ke dapur. Dengan tenang Elina duduk di kursi menunggu Ervin selesai masak. “Kamu pintar masak. Belajar dari mana?” tanya Elina sambil menopang dagu. “Sebelum papa meninggal kami sekeluarga punya ritual rutin di hari Minggu. Masak bersama. Ya hitung-hitung mengeratkan hubungan kami karena papa sering bekerja ke luar daerah,” jawab Ervin. Dengan cekatan Ervin menata nasi goreng di atas piring kemudian meletakkan telur dadar di atasnya. Elina memejamkan matanya saat menghirup aroma nasi goreng yang harum. “Buat aku mana?” tanya Elina karena Ervin hanya menyiapkan satu piring nasi goreng. Ervin duduk di depan Elina bersiap untuk menyantap makan malamnya. “Tadi kamu’kan sudah makan,” kata Ervin sebelum memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulut. “Tapi aku masih lapar,” rengek Elina sambil mengerjapkan matanya berkali-kali. “Itu perut apa karung?” sindir Ervin membuat Elina mengerucutkan bibirnya. Ervin meletakkan alat makannya lalu berjalan ke rak piring. Ia kembali membawa sendok dan piring keramik untuk Elina. Terpaksa Ervin harus membagi makan malamnya, padahal ia sangat lapar. Elina makan dengan lahap seperti orang tidak makan seharian. Gadis itu sangat rakus, pikir Ervin. Setelah menyelesaikan makan malam, Elina terus mengekori Ervin seperti anak ayam. Ervin yang merasa risih pun menatap Elina tajam sementara gadis itu hanya menatapnya polos. “Ada apa? Mau bilang sesuatu? Atau mau minta sesuatu?” tanya Ervin saat duduk di depan televisi. Elina mengambil posisi duduk di sampingnya, pandangannya lurus pada sinetron yang sedang tayang. “Itu… aku belum tahu nama kamu,” ucap Elina malu-malu. Ervin hanya menggelengkan kepalanya. Hampir setengah bulan mereka menjadi suami istri tapi Elina belum tahu namanya. “Haruskah kita berkenalan dulu?” tanya Ervin yang dijawab anggukan kepala dari Elina. “Namaku Elina Jovanka Aris Budiman, anak paling bungsu dan paling imut dari Tristan Jovanka Aris Budima dan Kaila Nuraini Santoso.” Elina mengulurkan tangannya. Ervin menatap tangan Elina sebelum menyambut ulur tangannya. “Ervin Saputra, anak tunggal,” ucapnya singkat jelas dan padat. Elina mengangguk setelah mengetahui hal kecil mengenai suaminya. “Bagaimana persiapanmu ke luar negeri? Sudah dapat universitas yang cocok?” tanya Ervin, pandangannya lurus ke depan. “Aku gak jadi pergi. Kuliah di Indonesia saja.” Ervin langsung menatap Elina berharap apa yang gadis itu katakan adalah salah. Dilihat dari raut wajahnya Elina tidak sedikit pun membual. Ia serius dengan keputusannya. Baru saja Ervin merencanakan untuk menata hidupnya kembali tapi Elina memupuskan dengan mudah. “Yang penting kamu jangan kuliah di kampus aku. Bisa berabe urusannya kalau teman-teman tahu kalau kita sudah menikah,” ujar Ervin yang dihadiahi lemparan bantal dari Elina. Ervin segera menangkis bantal itu sebelum mengenai wajahnya. “Siapa juga yang mau satu kampus sama orang pelit kayak kamu. Aku juga gak mau teman-teman aku tahu kalau suami aku pelitnya minta ditendang.” Elina berlari pergi ke kamar sebelum Ervin mengembalikan lemparan bantalnya. “Siapa juga yang mau punya istri boros yang suka hambur-hamburkan uang kayak kamu!” teriak Ervin. Perang dingin dimulai. “Masa bodo!” balas Elina dari kamarnya. “Kamu yang bodo.” “Gak peduli,” teriak Elina. “Ya, sudah jangan minta uang lagi!” Ervin yang kesal memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Elina mengacaukan suasana hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN