Bad Day

1021 Kata
Esok paginya, Gisel sudah tampil cantik dengan sedikit bedak tipis saja dan lipbam warna peach membuat wajahnya tampak segar, bukan untuk memancing lawan jenis tapi untuk menghargai diri sendiri. "Sial!" gumam Gisel pelan. Pasalnya dia kembali bertemu Yuza yang sedang menunggu lift. Gisel tidak mau satu lift dengan pria playboy m***m seperti Yuza setelah dia tahu kalau penghuni unit sebelah adalah sang dosen, pria yang setiap malam minggu dia dengar suara desahannya bersama wanita yang berbeda. Gisel berbalik hendak masuk kembali ke unitnya tapi terlambat. "Gisel!" panggil Yuza yang lebih dulu melihat gadis itu sebelum masuk ke dalam. "I-iya, Pak? Pak Yuza duluan aja, saya mau ambil barang yang tertinggal," seru Gisel memberi sebuah alasan agar tidak bersama Yuza. "Oke," sahut Yuza. Beberapa menit kemudian Gisel keluar unitnya dan berharap Yuza sudah menghilang dan benar dugaannya, sang dosen sudah tidak ada. Gisel melangkah dengan senangnya. Langkahnya terhenti di depan lift yang masih terbuka, Yuza didalam lift itu dan menahan pintu lift agar tidak tertutup. "Cepat masuk! Sampai kapan lift ini harus menunggu kamu?" perintah Yuza. Pria itu sengaja menunggu Gisel di dalam lift dan Gisel mengira Yuza sudah pergi ternyata tidak. "Siapa yang minta?" bentak Gisel bukannya berterima kasih. "Kemauan aku, karena aku gak mau ada mahasiswi yang terlambat kuliah terlebih di jam pertama mata kuliah ku," balas Yuza. Gisel merasa dosennya selain playboy m***m juga suka absurd alias gak jelas aneh bin ajaib. Gisel menghela napasnya. Sama seperti kejadian kemarin mereka satu lift tapi jarak mereka berjauhan dan tidak ada obrolan. Sunyi, hanya bunyi dentingan suara lift saat berhenti di setiap lantai. Dari lantai 8 lift itu berhenti di lantai 7 bahkan setiap lantai berhenti hingga di lantai 4 lift itu sudah penuh, posisi Gisel sekarang sebelahan dengan Yuza. Setiap pagi dan sore lift itu memang selalu penuh karena aktifitas penghuni apartement yang mau kerja, sekolah. Yuza mempersilahkan Gisel keluar dari lift lebih dahulu, keduanya jalan beriringan sampai di parkiran mobil tanpa ada obrolan. Dosen dan mahasiswinya itu berpisah di parkir, mereka memakai mobil masing-masing. "Astaga!" teriak Gisel, dia geram saat melihat ternyata ban depan mobilnya kempes. Tin! Gisel tersentak saat suara klakson mobil Yuza menegurnya. "Kenapa, Sel?" Yuza turun dari mobilnya dan melihat apa yang menjadi perhatian gadis itu. "Ban mobil saya kempes, Pak," jawab Gisel lirih. "Kamu ada ban cadangan?" tanya Yuza. "Ada, Pak," jawab Gisel semangat. "Dongkrak?" "Ada, Pak," jawab Gisel tambah semangat karena dia menangkap kalau Yuza mau membantunya mengganti ban mobilnya sekarang. "Ya sudah kalau ada semua saya bantu ganti ban mobil kamu, nanti! Sekarang kamu ikut saya. Bareng saja naik mobil saya," ajak Yuza. Rahang Gisel jatuh, dia tercengang. "Ayo, nanti terlambat!" Yuza melihat jam tangannya. Pasalnya Ibu Kota terkenal dengan macetnya. Dengan langkah malas Gisel masuk ke dalam mobil berwarna merah milik sang dosen. Gisel langsung terdiam saat Yuza membantunya memasangkan sabuk pengaman. Jaraknya dengan Yuza sedekat itu saat ini hingga Gisel dapat merasakan hembusan napas sang dosen. Dan tatapan matanya yang sangat lembut dan hangat. Gadis itu dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Kamu kenapa, Sel? Sakit kepala?" tanya Yuza. "Heh? Ng-ngak apa-apa, Pak," jawabnya. Yuza mengangguk kemudian dia melajukan mobilnya. Keheningan menyelimuti dalam mobil Yuza. Gisel lebih memilih pura-pura baca buku yang dibawanya. "Kamu gak pusing baca buku di dalam mobil?" Yuza memecah keheningan itu dengan pertanyaannya. Gisel menjawab lewat gelengan kepalanya dengan mata yang masih fokus membaca. Suasana kembali hening. Yuza yang biasanya mudah berinteraksi dengan lawan jenisnya seketika menjadi kaku dan bingung harus bagaimana. Pasalnya Giselnya sendiri seakan menjaga jarak dengannya, perubahan sikap Gisel sangat drastis dari pada semalam ketika mereka makan malam berdua sampai akhirnya gadis itu tahu dimana Yuza tinggal perubahan itu terjadi. Yuza tambah penasaran dengan sosok Gisel. "Kamu sudah lama tinggal di unit itu?" tanya Yuza. Kembali dia mencoba membuka obrolan dengan mahasiswinya. "Sejak masuk kuliah," jawabnya singkat dan tidak ada komunikasi dua arah, selalu Yuza yang bertanya. Yuza mengangguk-anggukan kepalanya sesekali melirik Gisel yang masih fokus membaca. Beruntung kampus mereka dekat dengan tempat tinggal walaupun dilanda kemacetan tapi tidak sampai terlambat. "Makasih atas tumpangannya, Pak," ucap Gisel. Yuza mengangguk. "Pulang kuliah bareng saya lagi, temui saya di ruangan saya biar nanti ban mobil kamu saya yang ganti," titah Yuza tidak terima penolakan. Gisel terdiam menatap punggung Yuza yang lebih dulu masuk ke dalam gedung Fakultasnya meninggalkan mahasiswinya. Gisel menghela napas panjang dan menyusul Yuza dari belakang dengan jarak yang sangat jauh. *** "Loe barengan sama Pak Yuza?" tanya seseorang di belakang Gisel dengan nada ketus. Merasa dirinya yang di tanya, Gisel menoleh ke belakang. Ternyata gadis-gadis penggemar sang dosen yang bertanya. Pantas saja nadanya tidak enak di telinga Gisel. "Hei, gue ngomong sama loe! Kenapa loe diem? Jawab pertanyaan gue." Sasha mencolek lengan Gisel dengan kasar. Gisel berusaha sabar, dia tidak meladeni gadis-gadis ganjen itu. Ketika pintu lift terbuka, Sasha sengaja menyenggol Gisel hingga gadis itu hampir terjatuh jika tidak di tahan oleh seseorang. Lalu gerombolan para mahasiswi itu masuk ke dalam lift dan menutup lift itu meninggalkan Gisel. "Makasih ya, Na," ucap Gisel karena Vina sudah menyelamatkannya dari rasa malu. Kalau tadi Gisel jatuh tersungkur ke lantai bukan rasa sakit yang dia dapat tapi rasa malu, sakitnya tidak seberapa tapi malunya Gak kebayang, pikir Gisel. "Loe kenapa gak ngelawan, Sel?" tanya Vina teman sekelas Gisel. "Ngapain ngeladenin orang-orang seperti mereka," jawab Gisel yang lebih memilih damai. *** Gisel sudah senang dengan jadwal kuliahnya, mata kuliahnya hanya sampai siang dengan begitu dia punya alasan tidak pulang bareng Yuza, biar lah mobilnya bisa dia panggil montir nanti. Tapi ternyata Tuhan berkata lain, dosen yang mengajar mata kuliah tidak bisa datang tepat waktu dan jam pertemuan di rubah, tidak tanggung-tanggung jam 15, dengan begitu dia selesai kuliah sore bersamaan pulang jam kerja Yuza. Gisel menepuk keningnya. "Kenapa loe?" tanya Siera, salah satu teman Gidel di kelas. "Heh? Gak apa, cuma kesel aja jam pertemuannya di undur, berapa jam kita harus menunggu?" keluh Gisel. "Kita nonton film aja yuk, di bioskop lagi ada film bagus," ajak Siera, dia juga mengajak beberapa teman kelasnya termasuk Vina. Baru saja Gisel menjawab ajakan Siera, ponselnya berbunyi. Dia mencari ponselnya di dalam tas. Senyum Gisel seketika lenyap saat nama itu tertera dilayar ponselnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN