Setibanya di kampus, dari dalam mobil Gisel melihat dosen playboynya itu baru saja keluar dari mobilnya tapi langsung di dikerubungi oleh para mahasiswi.
Gisel menghela napas panjang.
Gadis itu meraih tas kuliahnya dan buku-buku besarnya yang tidak muat di dalam tas, dia pegang semuanya. Rambut panjang hitam lurus tebal dan kacamata besar sedikit tebal yang nangkring di hidung mancungnya membuat Gisel seperti kutu buku. Beruntung dia memiliki susunan wajah yang manis hingga terlihat menarik kaum adam.
"Gisel, Liebe!" panggil seorang mahasiswa dengan kencang membuat semua yang didekatnya menoleh termasuk Yuza.
Pria berdarah campuran Indonesia-Jerman itu langsung merangkul pundak Gisel. Namun, dia tepis dan melenggang meninggalkan pria tampan itu.
"Sombong banget loe gak mau gue peluk, cewek-cewek yang lain antre minta gue peluk. Loe malah gak mau!" Ello menggerutu sepanjang jalan. Langkah kakinya mengimbangi Gisel hingga mereka jalan beriringan.
Yuza terkekeh melihat kedua orang itu sambil menggelengkan kepalanya.
"Pak Yuza. Gimana tawaran saya?"
"Jangan mau, Pak. Bapak 'kan sudah janji duluan sama saya,"
"Jadi jalan sama saya kapan? Sekalian konsultasi, Pak,"
Beberapa mahasiswi ribut memperebutkan Yuza.
"Nanti saya kirim pesan ke ponsel kalian ya, sekarang saya mau ngajar dulu." Yuza menatap jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian dia meninggalkan para mahasiswi yang masih setia menunggunya di dekat mobil.
Di depan lift Yuza menghela napas panjang, lega telah terlepas dari para lalat cantik yang menggerubunginya- mahasiswinya yang berusaha mendekatinya. Yuza mengistilahkan mereka sebagai lalat cantik.
Bukan Yuza tidak tahu niat para mahasiswinya hanya saja darah mudahnya masih bergejolak, siapa yang tidak suka di dekati para gadis cantik? Tapi tanpa Yuza sadari cap playboy itu sudah melekat didirinya dari para mahasiswi dan mahasiswanya.
Bertolak belakang dengan karakter papanya-Elvan seorang dosen yang dingin, galak dan banyak tugas dengan deadline mepet pada mahasiswa dan mahasiswinya. Yuza malah bergaul dengan para mahasiswa terlebih mahasiswinya, soal bersosialisasi Yuza pakarnya. Tapi kalau sudah mengajar pria itu juga sama seperti papa yang tegas dan memberikan banyak tugas dengan deadline mepet. Maka dari itu para mahasiswi berlomba mendekati Yuza untuk mendongkrak nilai mereka atau pun minta perpanjangan deadline tugas.
***
Gisel menyimak serius ilmu yang Yuza sampaikan di tengah kelas berlangsung, mata kuliah Design Interior memang mata kuliah yang paling Gisel minati karena cita-citanya menjadi Desainer Interior yang profesional. Harusnya dia mendekati Yuza guna mengorek ilmu lebih banyak.
Tapi melihat karakter playboy pria itu Gisel mengurungkan niatnya, dia tidak mau disamakan dengan para mahasiswi lainnya yang mendekati Yuza.
"Sampai sini apa ada pertanyaan?" tanya Yuza tegas, suara baritonnya menggema dalam kelas yang hening itu.
"Baiklah, kalau tidak ada! Kumpulkan semua buku kalian di depan. Kita kuis!" Dengan kedua tangan di dalam kantong celananya Yuza meminta semua mahasiswanya melakukan perintahnya.
Yang tadinya hening menjadi bergemuruh, mereka melayangkan protes karena Yuza mendadak memberikan kuis pada mereka. Kecuali Gisel, gadis itu tidak ikut protes karena siap kapanpun ada kuis dadakan.
"Yang tidak siap silahkan keluar dari kelas saya!" tegas Yuza sampaikan pada semuanya hingga kelas itu kembali hening.
"Ayo lah! Kalian sudah mahasiswa harusnya tugas kalian belajar, jadi kalau kuis seperti ini kalian siap," sambungnya.
Yuza mematikan lampu kelas itu dan dia memberikan beberapa soal melalui laptopnya yang tersambung pada sebuah alat proyektor hingga menampilkan kumpulan soal yang sama percis di laptop Yuza dengan yang di layar proyektor hingga satu kelas dapat melihat dengan jelas.
"Kerjakan dan jawaban kalian kirim ke email saya, 30 menit dari sekarang," ucap Yuza.
Dengan laptop masing-masing semua mengerikan tugas yang Yuza berikan.
Sementara semuanya sibuk dengan laptopnya, Yuza sibuk memandangi wajah Gisel. Sinar dari layar monitor laptop gadis itu membuat Yuza dapat melihat kecantikan alami yang Gisel miliki.
Merasa ada yang memperhatikan pandangan Gisel teralihkan, dia menatap Yuza yang sedang menatapnya. Pandangan keduanya bertemu.
Yuza menggedikan dagunya seolah bertanya 'Ada apa?' Gisel menggeleng dan kembali fokus pada laptopnya.
Setengah jam kemudian, satu persatu notifikasi email milik Yuza bermunculan. Setelah dia lihat banyaknya notif yang masuk sesuai dengan jumlah mahasiswanya maka Yuza mengakhiri kelasnya.
"Saya akan periksa dan berikan nilainya minggu depan, terima kasih sudah mengikuti kelas saya dengan baik," ucap Yuza menutup kelasnya.
***
"Bro, ini kunci apartement loe. Makasih ya," ucap Kevin sahabat baik Yuza.
"Gak modal banget sih loe! Sewa hotel dong jangan di apartement gue terus, badluck tau!" gerutu Yuza.
"Ya elah loe gitu banget ma sahabat, loe kan tau gue paling anti sama yang namanya hotel, takut di grebek,"
"Kalau hotel besar gak akan ada grebek-grebekan, loe aja pelit! Mulai besok gak ada lagi pakai apartement gue buat m***m!"
"Iya, iya,"
Setiap minggu selalu sepertinya itu.
Yuza paling tidak bisa menolak sahabatnya Kevin, setiap senin memang pria itu mengembalikan kunci apartement milik Yuza yang selalu dia pinjam di hari jumat-nya. Dengan alasan menginap untuk refreshing tapi pria itu malah membawa wanita kekamarnya dan melakukan hubungan haram itu di sana.
Awalnya Yuza tidak tahu hingga suatu hari dia menemukan sisa-sisa bukti yang akurat dan sempat marah pada Kevin. Tapi seperti tidak ada kapoknya Yuza selalu meminjamkan apartemennya dan Kevin kembali selalu berulah.
***
Esoknya di Kampus ada pentas seni, perayaan setiap tahun yang Kampus itu adakan untuk menyambut mahasiswa baru.
"Ello," panggil Gisel dengan sedikit berteriak tapi sayang pria bertubuh atletis itu tidak mendengar suara Gisel karena bazar di kampus itu terlalu ramai dan bising.
"Marcello Ulrich Hedwig!" Sekali lagi Gisel meneriaki Ello dengan nama panjang pria itu.
Dan usaha gadis itu tidak sia-sia.
"Ja, Liebe," sahut Ello dengan bahasa Jermannya. Pria itu berbalik dan mendekati Gisel setelah dia pamit sama teman-teman band-nya yang sebentar lagi mau pentas.
"Ya, Sayang. Kenapa? Tumben sih loe nyariin gue, Kangen?" Dengan percaya dirinya Ello langsung maen rangkul pundak Gisel.
Terbiasa hidup bebas di Jerman membuat Ello cuek dengan pendapat orang sekitarnya, dia lupa saat ini sedang berada di Indonesia dimana setiap warganya kepo dan hobi julid saat ini.
"Apaan sih, lepas ah!" Gisel menarik tangan Ello agar lepas dari pundaknya. Entah mengapa gadis itu merasa risih jika ada orang merangkulnya terlebih orang itu adalah pria.
Gisel dan Ello langsung menjadi sahabat sejak pertama masuk kuliah karena keduanya sama-sama dari Luar Negeri dan tidak ada satu orang pun teman di Kampus.
"Loe tuh satu-satunya cewe yang gak mau gue rangkul. Kenapa sih?"
"Tar gue di serbu fans fanatik loe, males!"
Ello tertawa lepas mendengar ocehan Gisel.