Housemates With The Boss - 13

1215 Kata
Suara gedebuk yang berisik itu membuat Aqina terbangun. Perempuan itu langsung menjangkau kacamatanya, lalu terkejut melihat Eilish yang sudah tampil cantik dalam balutan pakaian formal kemeja lengan panjang putih yang dipadukan dengan rok berwarna hitam. “Lho … katanya kemarin kamu nggak akan mendatangi perusahaan itu lagi?” tanya Aqina. Eilish yang sedang mengikat rambutnya berbalik menatap Aqina yang masih duduk di atas kasur. “Aku berubah pikiran.” “Kenapa?” “Sepertinya aku berubah pikiran.” “Katanya tempat itu seperti rumah hantu … nanti kamu kesurupan, lho.” Aqina menakut-nakuti. Eilish terkikik pelan. Sementara Aqina menatap bingung. “Kenapa kamu ketawa?” tanya Aqina. “Aku nggak akan kerja di sana kok! Aku ke sana cuma buat ngambil berkas-berkas aku kemarin doang. And you know … I have a big news,” ucap Eilish. “Apa?” tanya Aqina. “Kemarin aku iseng-iseng melamar kerja melalui aplikasi gitu dan ternyata aku mendapatkan panggilan interview untuk hari ini!” “Kamu serius?” Aqina juga tampak senang mendengar kabar itu. Eilish mengangguk. “Iya … aku dapet panggilan interview di sebuah perusahaan manufaktur, doain ya, semoga semuanya lancar. “Good luck my bestie … aku tahu kamu bisa menahlukkan interview itu dengan mudah.” Eilish yang sudah selesai berdandan bangun berdiri dan meraih tasnya. Penampilannya kini sudah sempurna. Eilish terlihat seperti sekretaris-sekretaris cantik yang modis di dalam film dan drama. “Aku pergi dulu, Na … soalnya aku harus ke kantor berhantu itu dulu,” tukas Eilish sambil tertawa. Aqina hanya mengangguk dan menguap lebar. Sesaat setelah Eilish keluar, perempuan itu kembali mengempaskan kepalanya ke bantal dan terlelap seketika. . . . “Akhirnya aku di sini lagi,” bisik Eilish pelan. Selama apa pun dipandang. Bangunan mungil tingkat tiga di depannya itu memang akan selalu tampak menyeramkan. “Oke! Mari langsung to do point. Minta berkasnya, lalu kemudian kabur dari sini.” Eilish segera melangkah penuh percaya diri memasuki gedung itu. Dia bahkan sudah mulai merangkai kata di dalam benaknya untuk ia katakan nanti. Ya, Eilish sudah memutuskan tidak mau bekerja di tempat menyeramkan dengan berbagai keanehannya itu. Tempat itu benar-benar hanya memberikan keraguan dan rasa gamang. Eilish mendorong pintu kaca di depannya perlahan dan seketika itu juga ia menganga. Deg. Eilish tersentak melihat pemandangan di depan matanya. Tidak ada lagi lobi yang kumuh. Tidak ada lagi dinding suram dengan cat yang sudah mengelupas. Langit-langit gedung itu bahkan terlihat cantik dan sangat terang. Gerombolan orang-orang berpakaian rapi tampak lalu lalang di depan sana. Eilish mengucek-ucek matanya sebentar. Apa ia sedang berhalusinasi? Bagaimana bisa bangunan yang jelek itu bisa berubah secara ajaib seperti ini? Eilish termangu di tempatnya berdiri masih dengan tatapan bingungnya. Hingga kemudian seorang lelaki berpakaian necis langsung menegurnya. “Hei … apa mungkin kamu karyawan baru di sini?” Pertanyaan itu membuat Eilish tersadar. Padahal awalnya kedatangan Eilish adalah untuk mengatakan bahwa ia ingin mengundurkan diri dan juga meminta kembali berkas-berkas miliknya. Tapi yang terjadi sekarang adalah Eilish sedang berjalan menembus koridor yang berkelok-kelok mengikuti lelaki itu. Hingga akhirnya Eilish masuk ke sebuah ruangan dan pemuda berkulit sawo matang itu mempersilakan ia untuk duduk. “Ayo duduk dulu … dengan siapa saya bicara?” “E-Eilish Anderson!” “Baik. Sebelumnya saya adalah Agung. Selaku HRD di perusahaan ini.” Agung berbicara sambil memeriksa sebuah berkas yang kini dibukanya. “Oh … kita belum pernah ketemu ya sebelumnya karena kamu tidak datang saat interview tempo hari.” Eilish mengangguk malu. “Iya … itu kesalahan saya karena tidak memeriksa email yang masuk.” Sosok Agung tersenyum. “Tidak masalah … baiklah, Eilish … apa sekarang kita bisa membahas mengenai kontrak kerjanya?” Agung menjelaskan semua kontrak kerja dengan jelas dan lugas. Eilish pun menyimak semua itu sambil sesekali menjawab pertanyaan dan terkadang hanya mengangguk tanda mengerti. Sosok HRD itu jelas adalah manusia berkualitas yang juga pintar. Hal itu terlihat jelas dari bagaimana cara dia men-tread Eilish mengenai pekerjaan yang akan ia lakoni. Rencana Eilish pun berubah total. Hari ini seperti penuh keajaiban baginya. Gedung kantor yang buruk rupa mendadak berubah cantik. Sosok perempuan yang kemarin menyebalkan itu juga bertukar dengan sosok HRD yang sangat humble dan juga profesional. “Oke, Eilish ini adalah syarat dan ketentuannya. Di sana juga terdapat nominal gaji yang nanti akan kamu terima setiap bulannya. Silakan dibaca terlebih dahulu,” ujar Agung. Eilish membaca lembar kontrak kerja itu dengan seksama. Tidak ada yang aneh. Tidak ada juga yang terasa mengganjal. Semua normal dan bahkan menjanjikan. “Jadi nantinya kamu akan menjadi bagian dari tim marketing dan juga perencanaan. Ke depannya kita akan fokus di bidang advertising yang akan merambat ke ranah dunia hiburan. Cabang perusahaan ini sudah menargetkan televisi-televisi nasional sebagai partner kerja kita di masa yang akan datang. Saya akan menjelaskan sedikit tugas kamu nantinya. Jadi sebagai tim marketing, kamu bisa mengajukan proposal-proposal kepada perusahaan media terkait penawaran kerja sama berupa iklan-iklan. Jika kammu dan tim kamu berhasil … maka akan ada bonus tambahan. Selain menargetkan partner kerja, kita juga akan fokus menerima proyek Digital Media Marketing. Intinya adalah … kamu bisa berkembang sebanyak mungkin di perusahaan ini. Jenjang karir pun tentu juga ada.” Eilish terkagum-kagum mendengar penjelasan itu. “Jadi bagaimana, apa kamu bersedia?” tanya Agung. Eilish mengangguk cepat. “Iya. Saya bersedia.” “Kalau begitu silakan tanda tangani kontrak kerjanya. Kita juga tidak memiliki aturan yang mengikat. Jika seandainya suatu hari kamu ingin berhenti … tidak akan ada denda dan sebagai macamnya,” ucap Agung lagi. “Keren sekali,” desis Eilish. Eilish pun kemudian membubuhi tanda tangannya di lembar kontrak kerja itu. Segala rencananya langsung berubah. Eilish kembali keluar dan menatap ke segala penjuru. Desain gedung perkantoran itu kini berubah elegan dengan banyak ornamen-ornamen yang tampak estetik. Sirkulasi udara bahkan terasa segar. Tidak seperti saat pertama kali ia datang. Saat itu Eilish bahkan bisa mencium aroma kencing tikus dengan jelas. “T-tapi saya penasaran pada satu hal,” ucap Eilish pada Agung yang masih berjalan di sampingnya. Agung menoleh. “Apa?” “B-bagaimana bisa tempat ini berubah dengan cepat?” Agung tersenyum. “Semua berkat CEO baru di perusahaan ini.” “CEO baru?” Eilish mengernyitkan dahinya. “Iya. Dan CEO baru itu sepertinya mempunyai setuhan magic yang akan mengubah segalanya. Nah itu dia!” Agung mengangkat dagunya sambil menatap ke depan sana. Eilish pun juga melayangkan pandangannya ke sana. Terlihat sosok Danu yang sangat tampan dalam balutan setelan kemeja berwarna biru tua dengan motif garis vertikal. Dia mengenakan kaos turtleneck warna putih dibalik jasnya. Jas itu terlihat pas dan ketat di tubuhnya yang berotot. Sejenak angin langsung bertiup kencang dan membuat rambut Eilish berkibar. Dia kini menatap takjub seperti adegan iklan di televisi. Eilish termangu menatap sosok yang tinggi dan sangat maskulin itu. Dagunya dan rahangnya tampak tegas dan tajam. Eilish bahkan penasaran apakah tangannya bisa terluka jika menyentuhnya. Sosok Danu pun terus melangkah. Mereka pun kemudian berpapasan. Agung menundukkan kepalanya memberi hormat. Eilish pun juga melakukan hal yang sama. Sosok Danu hanya menatap sekilas sambil terus melangkah. Di belakangnya terlihat beberapa orang yang mengekor padanya. Eilish dan Agung pun kembali melanjutkan langkah mereka, namun langkah Danu justru terhenti. Danu tersentak saat teringat sesuatu, dia pun kembali menoleh ke belakang menatap Eilish, lalu berbisik pelan. “Perempuan itu ….” . . . Bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN