Housemates With The Boss -19

1153 Kata
Akhirnya … semua pekerjaan hari ini selesai. Danu merentangkan tangannya tinggi-tinggi ke udara sambil tersenyum puas. Ia melepas kacamata baca yang sedari tadi melekat di wajahnya, lalu beralih melihat layar handphone dan ternyata … Jarum jam hampir menunjukkan pukul 00.00 tengah malam. Danu mendesah pelan sambil memejamkan mata. Ia sedang memupuk semangat dan memberikan dukungan untuk dirinya sendiri. Tidak mengapa. Lembur seperti ini bukanlah hal yang baru baginya. Saat berada di kantor pusat pun Danu juga sering melakukannya. Danu memang selalu memiliki jiwa ambisius nan selalu membara. “Sekian untuk hari ini. Sekarang waktunya pulang,” bisik Danu sambil meraih jasnya. Danu berkemas dan merapikan meja kerjanya terlebih dahulu. Kebiasaannya itu memang sudah mendarah daging. Danu selalu meninggalkan ruangan kerjanya dalam keadaan bersih dan rapi. Danu juga tipikal orang yang tidak bisa melihat sesuatu yang kotor, berantakan dan tidak tertata dengan baik. Dia cukup terobsesi dengan kebersihan dan juga selalu berusaha menjadi sosok yang perfeksionis tentang apa pun. Danu bahkan bisa terganggu ketika melihat taplak meja yang miring, atau penempatan perabotan yang kurang lurus dan sebagainya. Ruangan itu kini sudah rapi. Danu mematikan lampu, lalu kemudian melangkah pergi. Dia sesekali menguap lebar. Rasa kantuk sepertinya memang sudah tidak terbendung lagi. Danu tidak sabar untuk tiba di rumah dan langsung berbaring untuk mengistirahatkan fisik dan otaknya. Ketika melewati ruangan tim kreatif, langkah kaki Danu mulai melambat. Dia melihat lampu di ruangan itu masih menyala. Sambil terus berjalan pelan, Danu mengintip dari balik kaca. Di dalam sana terlihat sosok Eilish yang masih berkutat di depan komputernya. Di atas mejanya terdapat banyak sekali gelas kopi. Ada satu, dua, tiga … total enam buah cangkir kopi. Danu berdecak pelan. “Katanya dia takut turun ke bawah, tapi dia sudah membuat kopi sebanyak itu. Dasar pembohong! Dia memang ratu drama.” Danu terus melangkah pergi. Dia menuruni anak tangga dan dengan cepat tiba di pintu depan. Di luar sana ada dua orang petugas keamanan yang sedang bercengkerama. “Bapak sudah mau pulang?” tanya seorang pria berkumis yang memakai topi satpamnya. “Iya,” jawab Danu singkat. “Kalau begitu saya sudah bisa mengunci pintunya,” ucap satpam itu. Deg. Danu menatap nanar. “K-kenapa dikunci? Memangnya kalian tidak berjaga lagi?” tanya Danu. “Biar lebih aman aja, Pak … kan tidak ada siapa-siapa juga di dalam,” sahut satpam yang terlihat berusia lebih muda. Kedua petugas keamanan itu langsung bergegas pergi menuju pintu utama. Sedangkan Danu masih tertegun di tempat ia berdiri. Sosok Eilish langsung teringat olehnya. Perempuan itu masih ada di atas sana. “Tunggu …!!!” hardik Danu kemudian. Kedua petugas keamanan menoleh berbarengan. “Kenapa, Pak?” Danu meniup napas kasar, lalu menggeleng pelan. “Tidak ada apa-apa,” jawabnya kemudian. Kedua petugas itu saling pandang dengan wajah heran dan Danu kemudian berlalu pergi begitu saja. . . . Danu mengembuskan napas kasar sebelum keluar dari mobil. Dia berharap hari ini sang tetangga penunggu kamar sebelah tidak membuat keonaran lagi. Mesin mobil itu mati ketika Danu mencabut kunci mobilnya. Lelaki itu pun bergegas turun dan kemudian mengernyit pelan. Keadaan rumah sangat gelap gulita. Ia segera masuk dan keadaan di dalam sana begitu hening sekali. Klik. Danu menyalakan lampu. Dia mengempaskan tubuhnya sejenak di sofa sambil menghela napas panjang berulang-ulang. Raut lelah tergambar jelas di wajahnya. Danu memicingkan matanya sejenak, tapi kemudian dia bergegas bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Sudah beberapa hari ini dia tidak pernah sempat mandi pagi sekalipun karena kebiasaan sang tetangga yang selalu menghabiskan waktu begitu lama di dalam kamar mandi. Aliran air nan segar itu membuat Danu tersenyum. Dia menikmati setiap guyuran air yang membasahi tubuhnya. Walau sudah malam, Danu tetap mandi menggunakan air dingin saja. Jarum jam menunjukkan te[at pukul 02.00 dini hari saat ia bersiap tidur. Danu pun kemudian melirik kamar di sebelahnya. “Apa dia tidak pulang ke rumah?” Kedua sudut bibir Danu perlahan terangkat. Dia memang berharap sosok itu tidak pulang malam ini karena dia ingin beristirahat dengan tenang. Danu pun melangkah masuk ke dalam kamarnya dengan riang, mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang dan dengan cepat terlelap dalam keadaan rambut yang belum sepenuhnya kering. . . . “Akhirnyaaaaaa ….” Eilish berdecak pelan dengan sorot mata yang berkaca-kaca menatap layar komputer. Dia kembali memeriksa proposal dengan total 20 halaman itu. Eilish sudah mengerahkan semua pikiran dan tenaganya hari ini. Dan dia berhasil menyelesaikannya. Segala penat dan lelah terasa sedikit berkurang karena pencapaiannya hari ini. Eilish menatap meja kerjanya yang kini sudah dipenuhi oleh banyak sekali cangkir kopi. “Aku harus membereskan ini dulu sebelum pulang,” ucapnya kemudian. Eilish langsung bangun dari duduknya, tapi kemudian dia meringis karena perutnya terasa ntyeri. Sepertinya itu adalah akibat karena dia terlalu banyak meminum kopi. Eilish memegangi perutnya sebentar, lalu kemudian cepat-cepat membereskan kekacauan yang sudah dibuatnya. Eilish sibuk membersihkan meja kerja sekadarnya, meraih tasnya dan langsung bergegas hendak pulang dari sana. “Astaga … sudah hampir pukul setengah tiga pagi. Tidak apa-apa, setidaknya aku bisa tidur selama beberapa jam,” bisik Eilish sambil melangkah menuruni anak tangga. Jarak antara kantor dan rumah kontrakan Eilish memang tidak terlalu jauh. Dia bisa menempuhnya dengan berjalan kaki saja. Eilish tersenyum saat dia hampir mencapai pintu lobby, tapi ketika ia menarik pintu itu, Eilish tercekat. Deg. “K-kenapa pintunya tidak bisa dibuka?” Eilish kembali mencoba menarik pintu sekuat tenaga. Tak hanya sekali, tapi juga berulang-ulang. Namun … Pintu itu sudah terkunci dengan sangat kuat. Wajah lega karena sudah berhasil menyelesaikan pekerjaan itu kini berganti dengan wajah cemas. Eilish menatap keluar kaca pintu itu untuk melihat ke arah pos satpam. Tapi dia tidak bisa melihatnya dari sana. “B-bagaimana ini? Kenapa pintunya terkunci?” desis Eilish dengan tubuh yang mulai terasa panas. “Halo … apa ada seseorang di luar sana …!!!” pekik Eilish. Hening. Yang terdengar hanyalah gema suaranya sendiri. Eilish meneguk ludah. Mendadak ketakutan terasa menyelimutinya. Eilish berbalik pelan dan menatap keadaan sekitarnya dengan bola mata bergetar. Terlihat gelap dan mencekam. Dia juga merasa seakan-akan ada yang sedang memerhatikannya dalam kegelapan itu. “A-apa yang harus aku lakukan sekarang?” Eilish menatap panik, tapi kemudian dia teringat pada sosok Danu dan langsung berlari lagi ke lantai atas. Eilish berlari dengan helaan napas yang sesak. Sesekali ia juga menoleh ke belakang dengan tatapan takut. Adegan Eilish yang sedang berlari itu terlihat seperti cuplikan film horor saat sang tokoh mulai mendapatkan teror dari mahluk yang tidak kasat. Eilish akhirnya tiba di lantai dua. Dia mempercepat langkahnya menuju ruangan danu, Eilish berbelok, lalu mendorong pintu itu dengan serta merta. “Pak Danu … sepertinya kita berdua terkunci di--” Deg. Kalimat Elish terhenti saat ia menyadari bahwa ruangan itu kosong dan hampa. Bulu kuduknya langsung meremang dan sedetik kemudian aliran bening mengucur pelan di pipinya. “J-jadi hanya aku sendirian yang terkurung di sini?” bisiknya lirih. . . . . Bersambung … NOTE: mulai besok cerita ini up teratur setiap jam 12.00 siang ya. terima kasih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN