Risya memegang bibirnya yang basah dengan jarinya. Seolah perasaan itu masih menempel. Sementara Bastian sudah mendorongnya ke private room sudut selatan.
Semua orang belum pulih dari beberapa kejutan besar di pesta keluarga steel ini. Rudy, Sofia, laura, beberapa keluarga inti lainnya seperti Ernest bahkan Oscar merasa acara hari ini terlalu dramatis.
"Oscar, apa kamu juga merencanakan semua ini?" Bisik Laura ketika mereka sedang pesta cocktail di area hidangan penutup.
Mata Oscar menyapu Risya yang duduk di sudut selatan aula di temani Bastian. Mereka tampak sedang bicara serius.
"Bukan." Jawabnya singkat.
Laura mengikuti ujung tatapan Oscar. Ia melihat Bastian membisikkan sesuatu di telinga Risya. Keduanya tampak rukun, sama sekali tidak terlihat bahwa pertunanganan tadi adalah acara dadakan.
"Lalu apakah itu Kakak Tian?" Gumamnya pelan.
Bastian dan Risya tidak pernah terlihat berinteraksi apapun selama ini. Dalam lima belas tahun seperti yang dikatakan, mereka kemungkinan hanya bertemu ketika liburan musim panas atau liburan natal.
Interaksi serius diantara mereka bahkan tidak pernah terlihat, bagaimana mungkin Bastian menyelamatnya gadis itu secara tiba-tiba. Dan cincin itu, bukankah seseorang harus menyiapkannya lebih awal?
"Tampaknya rencanamu setengahnya gagal." Ujar Laura sambil tersenyum.
Oscar tidak merespon. Ia sibuk memainkan gelas anggur ditangan sambil matanya tidak lepas dari sudut selatan.
"Aku hanya tidak ingin terjebak seumur hidup dengan gadis cacat dan miskin seperti itu. Bagus kamu memberitahuku lebih awal, jika tidak..."
Oscar tidak melanjutkan.
Disisi lain, Sofia dan Rudy kehilangan aura anggun dan perlente mereka setelah menerima goncangan sehebat ini.
Sofia segera menghampiri Bastian ketika mereka sampai di Sudut selatan.
"Jelaskan sekarang!" Bentaknya muram. Matanya yang di penuhi eyeliner tampak kejam.
"Ini hanya tiba-tiba." Jelas Bastian singkat.
"Tian, apakah menurutmu ibu percaya itu?"
"Aku hanya menolong Risya agar reputasinya tidak hancur."
"Apa pedulimu dengan reputasi seorang putri angkat? Tian, cepat atau lambat kamu akan menjadi penerus Emerald Steel Grup. Jangan bertindak sendiri." Sofia melotot marah. Ia melirik Risya yang tertunduk.
"Apa kamu sekarang menggoda putraku untuk masuk ke dalam lingkaran keluarga Steel?" Bentak Sofia kesal.
"Ini ideku. Bukan ide Risya." Balas Bastian cepat.
"Berhenti membela dia!" Bentak Risya lagi.
Sudut selatan adalah ruangan privat yang seluruhnya di kelilingi oleh kaca bening yang kedap suara.
Saat itu Rudy juga masuk dengan wajah muram.
"Batalkan!" Perintah Rudy tanpa basa-basi. Wajahnya sudah berganti antara hitam dan hijau.
Bastian hanya menanggapi dengan santai.
"Kalian bisa mengatur apapun tapi tidak untuk urusan pribadi."
Mendengar jawaban Bastian ini, Sofia hampir pingsan.
"Tian, apa kamu serius dengan gadis ini?" Sofia berteriak putus asa.
Bastian hanya diam tidak menanggapi. Mereka juga tidak tau apa yang sedang ia rencanakan.
"Kakak, apakah aktingnya harus separah ini?" Potong Risya tidak sabar.
Mendengar itu Sofia dan Rudy melotot kaget. Apakah tadi itu hanya sandiwara? Dengan ekspresi Bastian yang se natural itu, Siapa yang akan percaya?
"Akting?" Pekik Sofia dengan kesal.
"Bibi, paman. Tenang saja. Ini hanya akting. Kakak Bastil hanya menyelamatkan reputasiku. Aku minta maaf karena sudah menimbulkan kesalah fahaman sebesar ini."
"Benarkah?" Tanya Sofia dengan raut wajah menyelidik. Putranya tidak pernah terlihat dekat dengan gadis manapun bahkan itu Nadine. Sofia berjalan mendekat ke kursi roda.
"Kamu gadis yang sangat baik. Sudah cukup Tian mengorbankan reputasinya sendiri untuk menyelamatkanmu. Akting ini sudah cukup." Sofia menatap gadis di hadapannya penuh dengan ancaman lalu menoleh ke arah Rudy. Ternyata kekhawatiran mereka hanya sia-sia.
"Aku faham, bibi." Jawab Risya pelan.
"Baiklah. Itu sangat melegakan. Bulan depan sebelum Tian berangkat ke Saint Angela kita bisa mengumumkan bahwa pertunangan ini batal." Lanjut Sofia, Rudy mengangguk setuju.
Namun tidak ada yang menyadari ekspresi tidak senang melintas di wajah Bastian yang dingin.
"Kita masih bisa melanjutkan pembicaraan pernikahan dengan Keluarga Luke dari ENews Group." Lanjut Rudy.
Bastian sedikitpun tidak membantah, matanya menyapu setiap ekspresi diwajah Risya.
"Kakak Bastil, ini sudah cukup. Tidak perlu akting lagi. Aku sudah puas jika bisa berdiri tegak dihadapan Oscar." Jawab Risya dengan tatapan lembut yang menyimpan ketidakberdayaan. Mata hitam Bastian berkilat kesal.
"Apa kamu puas sekarang?" Tanya Bastian dengan ekspresi jelek. Risya hanya mengangguk penuh pengertian.
"Mmnn. terima kasih. Bibi, Paman. Jangan khawatir, ini hanya sandiwara." Jawab Risya sambil menghela napas.
Laura muncul di ruangan itu tepat waktu.
"Bibi, Paman. Keluarga Zein ingin bertemu." Mereka masih harus membicarakan langkah selanjutnya dengan Zein Grup.
Praktis perhatian kedua tetua itu teralih kan. Mereka berdua keluar untuk bertemu keluarga Oscar dan menjamu tamu lainnya.
Sementara tatapan dalam Bastian tidak pernah lepas dari wajah Risya. Terutama bibir itu.
Tadi ditengah aula, ketika bibir mereka bersentuhan, ia merasa seperti kerasukan dan hilang kendali sesaat sehingga ia buru-buru melepaskan diri. Dan sekarang, beraninya gadis ini bilang itu hanya akting?
"Kamu benar-benar gadis yang tidak bertanggung jawab." Gumam Bastian kesal.
Risya mendongak kaget.
"Bertanggung jawab? Untuk apa?"
"Kamu mencuri ciuman pertamaku." Jawabnya acuh tak acuh.
Mendengar tuduhan itu Risya merasa sangat kesal.
"Bastil, kamu yang menciumku duluan. Kamu yang harus bertanggung jawab. Kamu yang mencuri ciuman pertamaku." Pekik Risya kesal.
Akting sih akting, tapi mengapa harus sampai ada kontak fisik?
"Baiklah, aku akan bertanggung jawab." Jawab Bastian segera. Didalam hati ia sebenarnya masih menunggu reaksi gadis itu.
"Bastil..."
Risya terdiam sejenak. Ia bahkan tidak mendengar kata-kata terakhir Bastian. Fikiran beralih ke cincin laura.
"Ada yang sedikit aneh. Cincin yang di kenakan Laura, itu seharusnya untukku. Ukuran jari kami berbeda. Tapi cincin itu sangat pas di jari Laura. Apakah menurutmu ada seseorang menukar cincinnya?"
Bastian tersedak air liurnya sendiri. Ia batuk-batuk dengan canggung.
"Mungkin." Jawabnya sambil menepuk-nepuk d**a.
"Apa oscar memang merencanakan pembatalan ini sejak awal?" Tanya Risya lagi dengan penasaran.
"Kamu ternyata jenius." Jawab Bastian sedikit gugup. Namun sepertinya gadis itu masih sibuk dengan analisanya sendiri.
Bastian mengambil segelas anggur di atas meja dan menyesapnya perlahan. Wajah serius Risya ketika menganalisa sesuatu tampak sangat menarik.
Bastian tanpa sadar ingin menyentuh keningnya yang berkerut karena terlalu banyak berfikir. Namun ia segera menahan diri, komunikasi dan kontak fisik mereka hari ini sudah cukup banyak hingga ia bahkan seolah sangat mendalami akting ini.
Jika ini terus berlanjut, rencana awalnya akan berantakan. Dia harus mengingat tujuan awalnya kembali ke Saint Lucia.
"Lalu, Kakak. Bagaimana cincinmu ini bisa pas di jariku?"