Bel pulang sekolah berbunyi, para siswa bergegas keluar dari ruang-ruang kelas hendak pulang ke rumah. Raut sumringah mendominasi wajah mereka. Beberapa anak juga masih ada yang tinggal di sekolah atau nongkrong di suatu tempat untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman mereka.
Satu lagi hari melelahkan dengan rutinitas sebagai siswa berhasil Vina lalui. Gadis remaja itu mulai menggendong tasnya dan memberi anggukan kepada teman-temannya yang memberi ucapan selamat tinggal. Menghindari keramaian Vina lebih memilih menjadi orang paling terakhir yang keluar dari ruang kelasnya. Saat dirasa sudah cukup lenggang Vina menyeret kakinya keluar area sekolah. Kiki nampak bersandar di depan gerbang sekolah, seperti biasa menunggu Vina untuk pulang bersama.
“Vii kapan sih aku bisa lihat kamu pulang masih seger gitu, ga kusut gini mukanya” goda Kiki sembari menjawil dagu Vina.
“Udah lah Ki… ayo pulang”
Sepanjang perjalanan pulang sekolah itu Kiki terus saja menjahili muka kusut Vina. Sebenarnya Vina tahu bahwa Kiki sedang berusaha membuat harinya menjadi lebih baik tetapi dibandingkan segera menunjukkan muka berseri-seri tentu Vina lebih memilih merespon seadanya. Menyenangkan melihat semua polah tingkah Kiki di depannya.
Vina menyukai kehadiran Kiki di hari-harinya karena sahabatnya itu selalu memahami keadaan hatinya. Fakta bahwa sepertinya semesta tidak membiarkan Vina sendirian di dunia ini adalah Kiki yang lahir tepat enam jam melewati tengah malam setelah hari kelahiran Vina. Mereka sudah saling mengenal sedari mereka belum bisa mengucapkan nama masing-masing dengan benar.
Satu kompleks rumah juga lingkungan sekolah yang sama membuat mereka tumbuh bersama-sama semakin dekat hingga bersahabat. Vina yang kepribadiannya lebih terbuka saat bersama Kiki dan Kiki yang nyaman berkeluh kesah ke Vina tentang tekanan ibunya. Meskipun masing-masing keluarga acap kali tidak seperti tetangga harmonis namun bagi mereka berdua setidaknya selalu ada kebersamaan yang menyenangkan untuk dilakukan.
Mereka masih saling bersenda gurau hingga tak berselang lama Kiki yang awalnya berada di sisi kanan Vina tiba-tiba bepindah ke sisi kiri yang tentu saja sedikit mengejutkan Vina karena dia hampir saja terhuyung. Setelah melihat situasi ternyata mereka akan melewati warung tempat nongkrong anak-anak sepulang sekolah seperti Dava dan gengnya. Vina memasang mode siaga segera menarik tas Kiki perlahan untuk segera menjauh dari area itu begitu halnya dengan Kiki yang seolah menjadi tameng agar geng kelas itu tidak mengganggu mereka.
Kejadian seperti itu sudah sering terjadi terlihat beberapa anak saling berbisik menatap ke arah Vina dan Kiki. Tampak satu anak laki-laki keluar dari tenda warung itu yang tentu saja Vina mengenalnya. Dia adalah Dava ketua geng yang satu kelas dengan Vina dan selalu mengganggunya. "Ah dia lagi"batin Vina dengan sebal.
Bisa dibilang Dava ini adalah penguasa di kelas Vina lalu membentuk geng di sekolahan. Tipikal anak bandel yang memanfaatkan kekuasaan untuk bertindak seenaknya. Vina bingung banyak orang yang tunduk dengan orang seperti Dava. Sialnya, Vina adalah salah satu orang yang paling sering diganggu oleh Dava and the g**g. Entah karena badannya kecil sehingga mudah untuk ditakuti dan diganggu atau mungkin sikap pendiam dan acuh Vina akan hal-hal yang dirasa tidak penting membuat mereka jadi jahil mengganggu dirinya.
“Eh Vina pulang sama banci” Dava menyeringai terus berjalan mendekat ke arah Vina yang langsung dihalangi oleh Kiki. Lagi-lagi Vina mengacuhkan tingkah Dava, dia pun semakin menarik tas Kiki agar mempercepat jalan mereka.
“Na, kalau cuma nganterin sampe rumah sih aku juga bisa Na. Jangan sombong gitu lho Na, noleh dikit napa!”
Dava tidak menyerah meski tidak ada yang menghiraukan dirinya. Bahkan dia mulai berniat menarik lengan Vina namun tentu saja Kiki menjauhkan jangkauan tangan Dava.
“Hahahaha si banci ganggu aja, yaudah lah sampai ketemu besok Na” Lambaian tangan Dava tentu saja hanya dibalas dengan tatapan datar Kiki.
Setelah cukup jauh dari area warung itu Vina melepas tarikannya dari tas Kiki kemudian menepi ke arah kursi di taman pinggir jalan. Sedikit merasa lelah diganggu Dava dan gengnya setiap hari, memikirkan hal itu membuat Vina menghela nafas sembari memainkan kerikil dengan sepatunya.
“Vi dia masih sering gangguin kamu kan?”
“Yaa gitu,” jawab Vina malas sebelum melanjutkan “Kamu ga papa kan? gausah diladenin ya omongan..”
“Buat apa diladenin (Kiki menyerobot) cuma jago bacot aja dia tu. Kamu harus kasih tahu aku kalau dia makin menjadi-jadi gangguin kamunya.” Vina hanya tertawa sembari mengiyakan perintah Kiki yang nampak berapi-api. Sahabatnya itu pasti juga sebal diolok Dava seperti tadi.
Sejenak sepasang sahabat itu terdiam sembari menikmati semilir angin pepohonan di taman itu. Sebelum Kiki akhirnya bersuara.
“Vi semalem aku mimpi basah”
Ha?
Vina terkejut hingga tidak berkedip menatap Kiki. Memastikan bahwa dia tidak salah mendengar kalimat yang diucapkan sahabatnya.
“Viii?? Kok diem sih Vi? Kamu ga penasaran aku mimpiin apa? Aaaa pasti kamu udah tau ya mimpi basa hmpmppp”
Vina langsung membungkam mulut Kiki dengan tangannya agar tidak melanjutkan ocehannya terlebih suaranya yang sangat keras. Dia memastikan di sekitar mereka tidak ada yang mendengar perkataan Kiki setelah dirasa aman gadis itu dengan sebal memukul-mukul lengan Kiki.
“Udah gila(bugh)… gilaaa(bugh) .. gilaaaa!! (bugh) (bugh)”
“Aduh ah Vii Vinn ah Vinaa sakit” erang Kiki di setiap pukulan Vina.
“Rasain, udah ah Ki, ayok buruan pulang!!” Jengkel dengan topik obrolan Kiki membuat Vina segera beranjak dari duduknya.
“Apa lho kok gila pake mukul lagi,, eh tungguin Vi!!” Kiki mencoba mensejajarkan langkah Vina yang berjalan cepat sembari masih menerocos bercerita.
“Vii aku mau kasih tahu yang ada di mimpi ku, kamu juga pasti udah menstruasi kan?”
Mendengar itu Vina makin sebal dan menutup telinganya juga berteriak ke Kiki “Dieeeeem! diem di sini!!. Aku mau duluan. Jalannya gausah bareng!! Gausah nanya-nanya!!” secepat kilat Vina berlari menjauhi Kiki yang mematung menuruti perintah Vina untuk diam di tempat.
Bagi Vina bisa-bisanya Kiki dengan santai membahas hal seperti itu dengannya. Remaja usia mereka, mengalami masa puber memang hal wajar tetapi untuk membicarakan secara gamblang dengan lawan jenis bagi Vina risih. Memang Kiki saja yang terlalu random juga menceritakan hal itu ke Vina karena selama ini merek amemang membagi banyak hal satu sama lain. Bahkan kini sayup terdengar Kiki berteriak.
“Ga papa kan yak kalau aku mimpiin kamu Vi”
Gilak.