I have you

1439 Kata
Gumpalan kertas terlempar ke bangku Vina, ini sudah kertas ketiga sepanjang mata pelajaran berlangsung. Selama itu pula Vina tidak menghiraukan benda itu juga hanya menyimpannya di laci meja agar nanti bisa langsung dibuang ke tempat sampah. “ssst Vina buka dong kertasnya!!” Kalimat lirih setengah berbisik yang diucapkan Dava terkesan penuh penekanan dan paksaan bahkan orang itu sudah sukses bergeser tempat duduk agar tepat berada di belakang Vina tanpa ketahuan guru yang sedang menjelaskan materi di papan tulis. “Vinaaa ssst Na Vinaaa” “Tolong diperhatikan yaa, dicatat semuanya!” Teguran dari ibu guru setidaknya memberikan ketenangan bagi Vina sehingga dia bisa fokus memperhatikan pelajaran yang berlangsung. Namun ketenangan itu hanya sementara karena setelahnya Dava yang sudah berpindah tempat duduk di belakang Vina mulai melancarkan aksinya menarik-narik rambut Vina. Diperlakukan seperti itu oleh Dava sudah menjadi rutinitas yang didapatkan Vina di sekolah karena memang faktanya sehari tanpa gangguan orang itu berarti pelakunya tidak berangkat sekolah, itu saja. Sampai jam pulang sekolah pun Dava masih mengganggu Vina. Dava menahan tas gadis itu kemudian dibantu teman-temannya menutup pintu masuk setelah Vina tadi sempat memberontak ingin keluar kelas. Namun Dava yang kerap kali bersikap kasar tidak membiarkan Vina pergi dengan menahannya juga beberapa kali menyentak Vina agar tetap duduk di tempatnya. Akhirnya di sinilah Vina, terkurung bersama Dava. Beberapa waktu lalu dia sudah menuruti perintah Dava untuk membuka gumpalan kertas itu tetapi begitu melihat isi di dalamnya Vina hanya memutar bola matanya jengah dengan kelakuan Dava. Terlalu muak menanggapi Dava akhirnya Vina memutuskan membaca bukunya tidak menghiraukan laki-laki itu dan berharap dia segera melepaskannya. Setelah melakukan perlawanan seakarang jalan satu-satunya yang dia pakai adalah dengan mendiamkan Dava. Sekolah semakin sepi dan Vina harus segera pulang. Dava masih santai duduk di samping Vina memandang lekat wajah gadis itu. “Va udahlah siniin tas aku, temen-temen mu udah pergi kita ke kunci di sini” sekali lagi Vina mencoba membujuk. “Aku bisa lompat lewat jendela Na,, gampang tau ga” kilah Dava menyebalkan. “Balikiiin Dava!!” Meski mencoba merebut dengan cepat nyatanya Vina gagal lagi mengambil tasnya. “Makanya jangan sombong dong Na, kertas dari aku mau kamu buang ke tempat sampah kan?” “Orang lecek gitu buat apa disimpen” Vina tak mau kalah. “Oooh berarti besok kalau dilipat rapi diterima dong?” Tak habis pikir dengan jalan pikiran Dava, Vina beranjak ke arah pintu. Dia akan mendorong hingga terbuka kalau perlu dia akan berteriak berharap ada yang mendengar dan membantu membuka pintu kelas itu. Belum juga berhasil dengan apa yang ia rencanakan tangan Vina ditarik Dava. “Sama aku aja Na pulangnya” Vina mencoba menyingkirkan tangan Dava. Mendapat penolakan Dava mulai mendekatkan tubuhnya ke Vina, menghimpit juga mencengkeram lengan gadis itu. “Jadi pacarku ya Na, nanti kalau jadi pacarku gak bakal aku gangguin lagi. Kan ga mungkin aku gangguin pacar sendiri” “Leeep..pas Dava kamu udah gila ya! Sakit” Tiba-tiba dari balik pintu ada suara berkelontang dan akhirnya pintu itu terbuka menampilkan Kiki yang menatap tajam Dava. Terkejut dengan kehadiran Kiki hingga pegangan tangan Dava pada Vina terlepas begitu gadis tawanannya itu ditarik pergi bersamaan dengan tas yang sedari tadi ia pegang. Sepanjang perjalanan pulang Kiki hanya diam masih menggenggam pergelangan tangan Vina yang sedari tadi mengekor dengan susah payah menyeimbangkan langkah kakinya dengan Kiki. “Kii aku takut jatuh lho kalau gini” ucap Vina takut-takut. Hingga akhirnya ucapan Vina didengar oleh sahabatnya membuat Kiki menghentikan langkah kakinya. Menatap tangannya yang menarik Vina, Kiki menghela napas kasar setelah cukup lama diam tanpa suara. “hah,, kalau gini aku sama aja kayak b******k itu” sesal Kiki “Kenapa ga lawan sih Vi?? Makin berani aja dia tu gangguin kamu” “Enak aja, kamu pikir aku terima-terima aja dibully terus. Aku juga capek Kii” Vina berapi-api merespon “Tapi semakin aku nunjukin emosi aku dia sama gengnya malah makin seneng. Aku diemin dia supaya dia capek gangguin aku terus ga gitu lagi,,, pengen ku gitu” Terlampau sebal dengan Kiki yang seolah memarahinya Vina melanjutkan perjalanan sembari tertunduk lesu karena jujur Vina juga lelah menghadapi Dava juga gengnya. Bahkan Vina kini merasa takut berada di sekitar Dava karena remaja sebayanya itu tak jarang melakukan tindakan fisik yang kasar kepadanya. Sesampainya di depan gerbang rumah Vina berbalik untuk melakukan kebiasaannya berpamitan dengan sahabatnya itu. Namun dibelakangnya tidak ada siapapun barulah dari kejauhan dapat ia lihat bahwa Kiki tengah berlari sembari membawa beberapa tangkai bunga. “Naah, maaf ya Vi lengan kamu jadi merah gitu. Aku nariknya kenceng banget jadi makin merah deh. Maaf juga udah telat dateng ke kelas tadi jadinya kan si b******k itu udah nyakitan kamu, maaf ya” dengan terengah-engah Kiki mengucapkan rentetan kalimat itu juga menyerahkan beberapa tangkai bunga lili hujan. “Ini,,, kapan?” melihat bunga berwarna merah muda itu membuat hati Vina merasa lebih baik. “Kamu sih nunduk terus jadi aku ambil di pinggir jalan di rumah yang pagarnya tinggi itu lho” Vina begitu senang “Ahh iya aku tahu taruh di mana” segera gadis itu berlari ke dalam rumahnya kemudian keluar membawa vas kaca yang akan ia isi dengan air. Kiki menatap sahabatnya dari gerbang rumah sembari tersenyum lebar. Di halaman belakang rumah Vina yang begitu antusias untuk segera memindahkan bunga ke dalam vas hingga membuat ia begitu ceroboh. Ia terpeleset membuat vas kaca itu terpelanting dan pecah di atas paving block. “BRUKK!!” “PYAAARR” "Aaakkkh"Vina mengerang lirih karena merasa perih di tangan juga rasa nyeri di lututnya. Dapat dia rasakan ada sesuatu mengalir di tangannya yang membuat ia ketakutan. Vina memejamkan matanya begitu erat, ia teramat takut melihat darah yang keluar dari goresan kaca itu. Kiki yang mendengar suara benda pecah langsung berlari menuju tempat Vina “Vina!!!” Kiki terkejut melihat kondisi Vina yang tersungkur di dekat banyaknyanya serpihan kaca. Tak menunggu lama Kiki langsung mengangkat tubuh Vina menjauhi tempat itu, membawa sahabatnya ke arah kran air. Membersihkan luka Vina juga memberi kalimat penenang untuk Vina yang sama sekali tidak membuka matanya dan hanya meringis karena rasa sakit yang dia rasakan. Kiki cekatan mengobati luka Vina setelah mengambil kotak obat di dalam rumah Vina yan sudah dia hapal letak penyimpanannya. “sst Vi, udah ga ada darahnya, hei” suara Kiki diiringi usapan pelan pada kedua mata Vina yang masih terpejam. Suara tenang Kiki membuat Vina perlahan membuka matanya. Ia melihat plester luka yang membalut bagian punggung tangannya juga lututnya yang dibalut kain kasa dengan obat merah. Serpihan kaca yang tidak lagi berceceran di tempatnya. Melihat tangkai-tangkai bunga yang rusak dan dibuang ke tempat sampah membuat Vina sedih karena itu merupakan hadiah dari Kiki. Rasanya Vina tak dapat menahan matanya yang kian memanas hingga isakan kecil mulai tak terbendung. Vina menangis tersedu yang membuat Kiki menjadi kembali panik. “Vi?? Hei kok nangis, kamu masih setakut itu ya sama darah? hm aduuuh jangan nangis dong udah aku ilangin kan darahnya” mendengar yang diucapkan Kiki justru membuat Vina menangis lebih keras, betapa sahabatnya ini begitu mengerti dirinya. Hingga menghawatirkan perasaan takut Vina akan cairan merah dari dalam tubuh itu. “Laah Vi kok makin kenceng, jangan nangis eh. Mana yang masih sakit? Kamu di rumah sendiri kan Vi udah dong nangisnya ini nanti dikira orang aku yang bikin kamu nangis lho Vii” Melihat linangan air mata di wajah Vina, Kiki pun menangkup wajah kecil itu kemudian mengusap pipinya lembut. “Kiii,, hiks bunganya Kik rusak,,, padahal hiks canttik” Vina tersedu-sedu yang justru mengundang tawa Kiki. yang menertawakannya sembari berjalan ke arah tempat sampah. “Hahahahhaha aduuh Vi, itu kan bunganya bisa kamu cari di pinggir jalan lagi pasti masih banyak” “Thaaphii kan gak dhari ka.. mu Ki” ucap Vina masih tersedu, tidak biasanya dia bersikap manja seperti ini. Tetapi hari ini suasana hatinya sedang buruk jadi melihat bunga yang diberikan Kiki hancur berantakan membuat diirnya menjadi cengeng. “Yaudah besok aku cariin lagi” “Ihhhhhh maunya yang ha, ri inhi” saking emosinya Vina menghentakkan kakinya. “Ya ampuun yaudah nih aku cari yang masih lumayan bagus. Kamu simpen yaa kamu keringin jadiin koleksi bunga kering mu. Jangan nangis lagi ya cantik” ucap Kiki mengusap kepala Vina. Kiki menahan kekehan geli melihat Vina mengusap air matanya begitu mendengar saran darinya. Selalu lucu melihat sikap manja Vina yang tiba-tiba seperti ini. "Tangan kamu abis dari tempat sampah ya Kiii" Kiki tercengang mendengar protes Vina menyadari bahwa tangannya yang kotor da gunakan untuk mengusap kepala Vina. Mereka pun menertawakan hal itu. Suasana hati Vina membaik dan Kiki juga senang sahabatnya sudah baik-baik saja. Mereka selalu punya satu sama lain untuk bersandar,
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN