“Sia-pa kalian? Dan apa yang kalian mau dariku?” Tanya Clara dengan suara terbata dan badan bergetar hebat karena takut.
Bukannya menjawab pertanyaan Clara, pria itu mendorong paksa dirinya menuju sisi paling ujung dari jok mobil bagian belakang. Pria itu bahkan tidak peduli, ketika kepala Clara terantuk kaca mobil.
Tangan Clara terulur memegang kenop pintu mobil, tetapi dengan cepat tangannya disentak dengan kasar, hingga pegangan pintu mobil pun terlepas tangan Clara.
Sebelum Clara sempat berteriak, ia merasakan wajahnya ditutup sebuah kain yang basah dan beraroma menyengat. Tak lama kemudian, hanya kegelapan sajalah yang dirasakan oleh Clara.
“Bagus, gadis ini sudah tidak sadarkan diri!” ucap Pria yang tadi mendorong paksa Clara. Dan dijawab senyuman oleh rekannya yang memegang setir mobil.
Mobil pun menjauh dari kediaman orang tua clara menempuh perjalanan yang jauh, hingga mencapai daerah perkampungan yang penduduknya masih sepi.
Tak lama kemudian, mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar kayu. Pria yang duduk di samping Clara turun dari mobil tersebut, lalu menutup pintu mobil kembali.
Ia berjalan menuju pintu pagar besi, lalu membukanya lebar-lebar, sehingga mobil tersebut bisa masuk dan parkir di halaman rumah itu.
Pria tadi kembali mendekati mobil dan membuka pintu sisi Clara, kemudian, dipanggulnya Clara di atas punggung memasuki rumah yang pintunya sudah dibuka oleh rekannya.
Begitu sudah berada di dalam rumah tubuh Clara yang masih belum sadar dihempaskan begitu saja ke atas sofa.
“Sialan, Gadis ini berat sekali!” umpat pria yang tadi memanggul Clara. Ia lalu duduk di sofa tunggal yang ada di ruangan tersebut.
“Tenanglah, sebentar lagi rasa lelahmu akan berganti dengan lembaran warna merah yang akan memenuhi rekeningmu!” sahut rekannya.
Tawa kedua pun pecah, sehingga terdengar begitu nyaring menggema di rumah berlantai satu tersebut. Mereka tidak takut, kalau Clara akan terbangun dan berteriak, karena rumah tersebut terletak jauh dari rumah tetangga.
Beberapa jam kemudian, kedua orang penculik tersebut melirik Clara yang masih tampak terlelap dalam tidurnya.
“Ayo. kita keluar mencari makan dahulu. Tokh gadis ini juga masih belum sadar,” ucap salah seorang penculik itu, yang langsung disetujui rekannya. Keduanya, kemudian keluar dari rumah tersebut meninggalkan Clara seorang diri.
Perlahan Clara membuka mata ia sebenarnya tadi berpura-pura masih pingsan padahal, sebenarnya ia sudah sadar sejak beberapa menit yang lalu.
Clara melihat ke sekeliling ruangan tempatnya berada, tetapi ruangan itu tampak gelap. Tidak ada lampu yang dinyalakan.
‘Berapa lama aku tidak sadarkan diri? Mengapa sekarang sudah gelap saja dan dimanakah ini? Apa yang sebenarnya diinginkan oleh orang yang membawaku ke tempat ini?’ batin Clara dengan d**a yang bedebar kencang.
Dicobanya untuk tetap tenang dan tidak panik menghadapi situasi tersebut. Clara bangkit dari atas sofa, lalu berjalan menuju dinding dan meraba dinding tersebut menggunakan tangannya.
Sampai tangannya menyentuh steker lampu begitu ditekannya ruangan tersebut menjadi terang.
Netra Clara melihat ke arah pintu dengan cepat ia berjalan ke sana. Diputarnya kenop pintu, tetapi ternyata terkunci. Digedor-gedornya pintu tersebut berulangkali, dengan harapan ada seseorang yang mendengar.
Clara terduduk lemas ke lantai dengan lutut ditekuk. Peluh bercampur dengan air mata membasahi wajahnya. Kepanikan, akhirnya melandanya menghadapi kenyataan, kalau dirinya terkurung di tempat asing.
‘Aku harus bisa keluar dari rumah ini!’ gumam Clara pelan, sambil mengusap air matanya.
Dipaksakannya dirinya untuk bangkit dan berdiri dari duduknya. Ia berjalan ke arah jendela kaca dan kembali harus menelan kecewa, karena jendela kaca tersebut dipasang teralis.
Tidak hanya itu saja, Clara juga merasa, kalau teriakannya tidak akan terdengar siapapun juga. Dilihatnya hanya ada pohon-pohon besar sajalah yang ada di dekat rumah tersebut. Ia tidak melihat ada rumah lainnya.
Menahan rasa kecewanya Clara berbalik menjauh dari jendela kaca. Ia berjalan menyusuri rumah dengan lantai satu tersebut. Ia terus melangkah, sampai kakinya membawa ia menuju dapur.
Semangat Clara kembali muncul. Ia berharap akan menemukan sesuatu yang bisa digunakannya sebagai alat untuk membuka pintu, atau apa saja yang bisa membuatnya keluar dari rumah tersebut.
Dibersihkannya sarang laba-laba yang ia lewati, kemudian dibukanya lemari kaca yang berdebu. Dan ia harus menelan rasa kecewa, karena lemari kaca itu kosong, begitupula dengan laci-laci yang ada di meja dapur tersebut.
Beberapa kali terdengar suara bersin dan batuk dari bibir Clara. Ia pun berbalik keluar dari dapur.
Tangan Clara terulur membuka kenop pintu kamar yang dilewatinya. Begitu dibuka ruangan itu tampak gelap gulita. Dirabanya dinding kamar tersebut, sampai menemukan apa yang dicarinya.
Tak berapa lama kamar itupun menjadi terang benderang. Tatapan matanya langsung terarah pada tempat tidur, yang membuat badan Clara menjadi bergidik takut.
‘Ya, Tuhan! Semoga kedua orang tadi tidak bermaksud jahat, apalagi hendak memperkosaku,’ batin Clara.
Air mata panik dan takut kembali jatuh di wajah Clara. Terlebih lagi, ketika sayup-sayup ia mendengar suara mesin mobil mendekat.
Dengan cepat ditutupnya kembali pintu kamar yang ia masuki, lalu dimatikannya lampu di kamar itu, sehingga kembali menjadi gelap gulita.
Clara merangkak ke bawah ranjang dan besembunyi di kolongnya, sambil memegang hidungnya menahan bersin, yang hendak keluar.
Dapat didengarnya suara mesin mobil yang berhenti tepat di depan rumah tersebut. Setelahnya ia mendengar suara pintu di buka dan di tutup kembali.
Selanjutnya ia tidak dapat mendengar apa-apa lagi, sepertinya mereka menyadari kalau ia sudah tidak berada di tempatnya tadi.
Netra Clara terarah tepat ke arah pintu dengan jantung yang semakin kencang saja debarannya. Clara menyesal, tidak menemukan sesuatu yang bisa ia gunakan sebagai senjata untuk melawan mereka yang membawanya paksa ke rumah ini.
‘Aku harus tenang dan bisa melawan mereka, tidak peduli bagaimanapun caranya,’ batin Clara berulangkali. Ia mencoba menguatkan dirinya sendiri, agar bisa bebas dari situasi tidak menyenangkan ini.
Didengarnya suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arah kamar. Clara menutup mulutnya, ketika ia merasakan, kalau seseorang berhenti tepat di depan pintu kamar di mana ia bersembunyi.
Peluh semakin banyak membasahi wajah dan punggung Clara. Ia menunggu dengan waspada pintu kamar dibuka. Clara meletakkan kepalanya di atas lantai yang dingin dan berdebu.
Jantung Clara rasanya hendak melompat keluar, ketika pintu kamar dibuka perlahan. Cahaya yang masuk, melalui lampu yang dinnyalakan pria itu membuat ia dapat melihat sepatu yang dikenakan oleh penjahat tersebut.
Clara tidak berani memejamkan mata sedetik pun. Ia takut penjahat itu akan menemukan tempat persembunyiannya begitu ia memejamkan mata.
“Apakah kau bersembunyi di sini, Sayang? Keluarlah dengan suka rela, sebelum kami memaksamu dan membuat kau menyesal, karena sudah menyusahkan kami!” Ancam salah seorang pria yang menculik Clara.