“Ayah mau kamu menikahi Clara, karena Ayah berhutang budi kepada kakek Clara, yang sudah membantu biaya sekolah Ayah. Seandainya, Kakek Clara tidak mengulurkan tangan Ayah tidak mungkin bisa menjadi seperti ini!”
Tabah yang baru saja duduk di depan meja makan di sampung Ayahnya, langsung menoleh ke arah Ayahnya dengan kening yang berkerut. Mengapa mendadak Ayahnya berkata seperti itu? Ia memang mengenal secara sekilas keluarga Clara, tetapi ia baru satu atau dua kali saja bertemu dengan gadis itu.
“Bukankah Kakek dan keluarga Clara tidak meminta imbalan ketika menolong! Aku tidak mau menikah dengan Clara!” sahut Tabah.
Dengan tidak suka Tabah menatap Ayahnya. Ia mengatakan, kalau keluarga Clara meminta ganti mengapa Ayahnya tidak memberikan sejumlah uang saja. Dirinya tidak mau dijadikan sebagai bayaran untuk balas budi.
Plak!
Ayah Tabah melayangkan pukulan ke wajah Tabah dengan keras. Ia tidak menyukai dengan apa yang dikatakan oleh putranya itu.
Ia hanya menginginkan yang terbaik untuk Tabah, karena Tabah di usianya yang sudah menginjak kepala tiga masih juga belum menunjukkan tanda-tanda akan menikah.
Dirinya juga kecewa, dengan Tabah yang lebih suka bermain-main dengan banyak wanita yang menjadi teman kencannya. Memang Tabah tidak melalaikan tugasnya di kantor hanya saja ia merasa sudah waktunya Putranya itu berhenti berpetualang dari satu wanita ke wanita lainnya.
“Ayah percaya, kalau kamu akan merasa bahagia menikah dengan Clara. Ia gadis yang baik dan Ayah mengetahui bagaimana pergaulannya!”
Tabah menarik napas dalam-dalam, sambil memejamkan matanya. Ia benci, ketika Ayahnya mulai mencampuri urusan pribadinya.
“Aku bisa memilih calon Istriku sendiri, tanpa Ayah carikan. Yang akan menjalani pernikahan nanti adalah aku, bukan Ayah!” Tabah bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu ruang makan hendak keluar dari sana.
Ayah Tabah menghela napas dengan berat. Ia memang tidak seharusnya memaksa Tabah menikah dengan Clara. Hanya saja, ia mau Tabah berubah dan ia yakin, kalau Clara bisa melakukannya.
Sebelum Tabah membuka suara, Ayahnya berkata, “Kau tidak akan mempermalukan Ayah, dengan tidak hadir besok malam di acara pertunangan kalian berdua!”
Tangan Tabah yang sudah memegang kenop pintu urung membuka pintu tersebut. Ia membalikkan badan menghadap Ayahnya, dengan tatapan yang dingin.
“Ayah melakukannya tanpa sepengetahuan dan seijin diriku!” Tabah membuka pintu rumah, lalu keluar.
Ia kemudian masuk mobilnya dan mengemudikannya menuju apartemen yang terletak di tengah kota. Sebagai pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang properti.
Dengan banyaknya apartemen, serta perumahan mewah yang sudah ia bangun menjadi hal yang wajar baginya memiliki satu untuk dirinya sendiri.
Tabah mengemudi dengan kecepatan tinggi beruntung lalu lintas sedang lengang, sehingga ia tidak banyak berpapasan dengan kendaraan lainnya.
Sesampainya ia di apartemen mewah miliknya Tabah langsung menuju kulkas, yang terletak di dapur. Dibukanya pintu kulkas dan diambilnya minuman kaleng, setelahnya ia duduk di depan meja bar yang ada di dapurnya.
Ditenggaknya isi minuman dalam kaleng tersebut sampai tandas, kemudian ia lempar kaleng kosong bekas minuman tersebut ke tempat sampah.
‘Aku harus mencari cara, biar rencana pertunanganku dengan Clara tidak terjadi!’ batin Tabah.
Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celana yang ia kenakan, lalu dihubunginya seseorang melalui sambungan telepon.
“Halo, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku! Dan kau harus melakukannya sekarang juga. Aku juga tidak mau mendapatkan laporan, kalau kau gagal dalam menjalankan tugasmu!” Perintah Tabah melalui sambungan telepon.
Setelahnya Tabah pun menutup sambungan telepon, lalu meletakkan ponselnya di atas meja.
Tabah beranjak dari duduk, sambil mengambil ponselnya dari atas meja dan berjalan keluar dapur untuk masuk kamar, lalu membaringkan badannya di atas tempat tidur, dengan berbantalkan tangan.
Kantuk menyerang Tabah, sampai membuatnya tertidur. Ia pun memejamkan mata melupakan rencana pertunangannya dengan Clara.
Suara dering ponsel yang berdering nyaring membangunkan Tabah. Dengan mata yang terpejam, karena masih mengantuk Tabah meraba kasur di dekat kepalanya.
Setelah tangannya berhasil menemukan apa yang dicarinya Tabah pun mengangkat telepon. Suara seseorang di ujung telepon langsung saja membuat mata Tabah menjadi segar.
Ia pun bangun dari rebahannya dan mengatakan kepada seseorang yang berada di ujung sambungan telepon, kalau ia akan datang ke sana esok malam.
Sambungan telepon ditutup Tabah, dengan bersemangat ia turun dari atas ranjang. Panggilan telepon tadi membuatnya bersemangat dan tidak mungkin ia dapat tidur kembali.
Keluar dari kamarnya Tabah berjalan keluar kamar dan apartemennya, sambil bersiul kecil ia menuju basement gedung apartemennya.
Beberapa saat kemudian, Tabah pun sudah duduk nyaman di dalam mobilnya menuju kelab malam, yang biasa ia datangi. Malam ini ia hendak merayakan rencana pertunangannya yang esok malam bisa dipastikan gagal.
Begitu mesin mobil sudah mati Tabah keluar dari mobil berjalan menuju pintu masuk kelab malam tersebut, dengan raut wajah dingin.
Kedatangan Tabah disambut ramah penjaga kelab malam tersebut yang langsung mengenali Tabah. Tabah pun melangkah masuk kelab malam tersebut.
Masuk kelab malam tersebut Tabah disambut suara hentakan musik yang nyaring. Lantai dansa dipenuhi pengunjung yang bergoyang mengikuti irama musik. Namun, Tabah tidak berhenti berjalan.
Ia terus masuk, sampai di sebuah ruang VIP yang selama ini menjadi tempatnya, jika ia datang ke kelab malam tersebut.
Begitu dibukanya pintu ruangan tersebut di sana sudah duduk sahabatnya dengan ditemani seorang wanita dengan pakaian yang seksi.
Menggunakan lambaian tangan Tabah memerintahkan kepada wanita yang menemani sahabatnya itu untuk keluar.
Setelah wanita itu keluar Tabah duduk di samping temannya, yang memasang raut wajah heran.
“Tidak biasanya, kau mengusir wanita di ruangan ini! Biasanya, kau justru meminta kehadiran mereka untuk menemanimu!” Sahabat Tabah menuang air beralkohol yang ada dalam botol ke dalam gelas.
Tabah menerima gelas berisi minuman keras yang ditawarkan sahabatnya, lalu menenggaknya sampai tandas.
“Malam ini aku tidak menginginkan kehadiran wanita bersama denganku!” Tabah menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Sahabat Tabah menjadi semakin penasaran saja dengan perubahan sikap Tabah, tetapi Tabah menutup mulutnya tidak mau mengatakan apapun juga.
***
Di lain tempat
Clara baru keluar dari rumahnya, sambil melamun. Bagaimana tidak, Ayahnya baru saja mengabarkan besok malam ia akan bertunangan dengan Tabah. Pria sombong dan playboy yang pernah menjadi kakak kelasnya di SMA.
Larut dalam lamunannya, Clara tidak menyadari ada sebuah mobil berwarna gelap, yang mengikutinya. Sampai ketika ia berada di tempat yang sepi mobil tersebut berhenti tepat di sampingnya. Namun, ia tidak merasa curiga sama sekali.
Seseorang dengan penutup wajah membuka pintu mobil, lalu menarik paksa ia masuk dalam mobil. Dan sebelum Clara sempat membuka mulut hendak berteriak terdengar suara berbisik tepat di telinganya.
“Berteriaklah! Maka tidak hanya nyawamu saja yang dalam bahaya, tetapi juga nyawa kedua orang tuamu, juga kakekmu!”