“Dasar gadis bodoh! Kau fikir aku mau berada dekat denganmu? Dan apa kamu lupa dengan rencana perjodohan kita sebelumnya! Kalau kita terlihat bersama dan dekat bisa-bisa rencana perjodohan itu akan tetap dilaksanakan!” Bentak Tabah, melalui sambungan telepon.
Clara menjauhkan telepon dari telinga ia memberikan pelototan pada layar gawainya seolah ada wajah Tabah yang sedang menatapnya. Enteng sekali lidah Tabah mengatainya.
Suara bentakan Tabah di ujung sambungan telepon menyadarkan Clara. Dengan helaan napas yang terdengar nyaring Clara mengatakan, kalau ia akan datang ke rumah Ayah pria itu dan menjalankan misinya.
Setelahnya sambungan telepon ditutup begitu saja oleh Tabah. Clara pun mendelik kesal ke arah layar gawainya.
‘Sopan sekali Tabah ini! Tidak mengucapkan salam langsung main tutup saja sambungan telepon,’ batin Clara.
Clara merebahkan badan di tempat tidur dan langsung saja ia terlelap begitu kepalanya menyentuh bantal.
Rasanya baru saja ia memejamkan mata, ketika terdengar suara Ibunya memanggil dari balik pintu yang tertutup.
Clara pun bangun dari tidurnya, sambil menguap. Dikuceknya mata membersihkan matanya. Dengan suara yang serak khas orang baru bangun tidur ia mengatakan kepada Ibunya, kalau sebentar lagi ia keluar kamar.
Beberapa menit kemudian, Clara sudah berada di dapur untuk membantu Ibunya menyiapkan makan malam.
“Masak apa kita malam ini, Bu?” Tanya Clara.
Ibunya menoleh dari panci panci yang ada di depannya. “Masak sayur asem! Kamu bantu Ibu membuat sambal dan memotong tempe!”
Dengan sigap Clara melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Ibunya. Ibu dan anak itu memasak, sambil berbincang santai. Sesekali terdengar suara tawa dari keduanya.
Selesai memasak Clara membawa semua olahan makan mereka ke meja makan. Ia lalu memanggil Ayah dan kakeknya, kalau makan malam sudah siap.
Suasana makan kali ini sudah kembali normal. Tidak ada lagi pertanyaan yang membuat suasana menjadi kaku. Yang ada suara bincang santai di antara mereka semua.
Beberapa menit kemudian, makan malam itu pun selesai. Clara dibantu Ibunya membawa bekas makan tersebut ke wastafel. Clara mencuci semua bekas makan mereka dan membiarkan Ibunya beristirahat, setelah tadi seharian berjualan di warung mereka.
Setelah selesai Clara langsung masuk kamarnya. Ia tidak bergabung dengan kedua orang tua, juga kakeknya. Ia merasa nyaman berada di kamarnya.
Sambil merebahkan badan di atas tempat tidur, Clara memeriksa ponselnya. Dan ternyata ia mendapatkan pesan dari Tabah.
‘Ada apa dengan Tabah, kenapa ia suka sekali menghubungiku?’ batin Clara.
Dibacanya pesan tersebut yang berbunyi, ‘Besok malam itu acara resmi, kau jangan salah kostum, kalau tidak ingin mempermalukan dirimu sendiri di hadapan tamu undangan!’
Clara langsung menggertakkan gigi begitu selesai membaca pesan itu. Ia tidak habis fikir dengan Tabah, yang bersikap seperti seorang pendendam dengan menyakiti dirinya.
Dimatikannya ponselnya, karena ia tidak mau mendapatkan pesan atau pun dihubungi Tabah lagi.
Clara merasa damai dalam tidurnya tidak ada mimpi buruk yang membuatnya terjaga, karena kejadian yang telah lalu.
Keesokkan paginya Clara bangun dengan badan yang segar dan penuh semangat. Hari ini ia ada jadwal kuliah pagi, sehingga begitu selesai sarapan Clara langsung berpamitan untuk ke kampus.
Sesampainya di kampus Clara duduk-duduk sebentar di koridor kelas bersama, dengan beberapa orang temannya.
Beruntugnya Clara tidak ada lagi yang memeperhatikan cincin kawin yang melingkar di jarinya. Entah mengapa, Kariin merasa, kalau cincin itu begitu berarti. Apa karena cincin itu diselipkan ke jarinya oleh Tabah pada malam pernikahan mereka.
Beberapa jam berlalu Clara pun selesai juga menjalani perkuliahan. Dengan mengendarai motor matick miliknya ia keluar parkiran kampus. Namun, begitu ia melewati gerbang kampus, sebuah suara memanggil Clara.
Langsung saja Clara menepikan motornya dan menoleh ke belakang untuk melihat siapakah yang sudah memanggil namanya.
Begitu melihat siapa yang memanggil Clara mengerutkan keningnya. Ditunggunya Tabah berjalan mendekat ke arahnya.
“Ada apa dengan pria sombong sepertimu, Tabah? Sepertinya kau suka sekali mencari-cari cara agar bisa terus berhubungan denganku!” ejek Clara.
Tabah mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. Ia memberikan tatapan yang begitu dingin kepada Clara.
“Aku datang hanya untuk memberikan ini! Aku tidak mau membuatmu merasa malu dan rendah diri, karena memakai pakaian yang salah!” Tabah memaksakan goodibag yang dibawanya ke tangan Clara, setelah itu ia langsung saja berlalu pergi dari hadapan Clara.
Selama beberapa saat Clara bergeming di atas motornya. Ia baru tersadar, setelah temannya menegurnya.
“Bukannya tadi itu, Kak Tabah? Kenapa ia mencarimu? Bukanya kalian selama ini tidak pernah bertegur sapa?” Tanya teman Clara. Ia tampak penasaran dengan isi goodiebag yang ada di tangan Clara.
Clara tertawa kecil mendengar kecurigaan dari temannya itu. “Kamu penasaran?” Clara mengangkat goodiebag yang ada di tangannya ke arah temannya yang bernama Mira.
Clara mengatakan kepada temannya, kalau itu adalah bingkisan buat Ayahnya, titipan dari Ayah Tabah.
Mendengar penjelasan itu Mira mengangguk. Ia lalu kembali menjalankan motornya, sambil melambaikan tangan ke arah Clara.
Beberapa menit, setelah kepergian Mira, Clara pun kembali menjalankan motornya menuju rumah.
Sesampainya di rumah dan melihat wajah Ayahnya membuat Clara memikirkan cara, agar ia diijinkan keluar rumah nanti malam.
Clara masuk kamarnya dan menaruh tas juga goodiebag pemberian Tabah di atas tempat tidur. Ia kemudian, berganti pakaian dengan kaos dan rok. Setelahnya, Clara pun keluar dari kamarnya.
Ia langsung menuju makan untuk menikmati makan siangnya, dengan menu yang sederhana. Tak berapa lama kemudian, Clara pun menyudahi makan siangnya dan langsung saja ia keluar dari ruang makan untuk bergabung dengan Ayahnya.
Dihampirinya Ayah dan Kakeknya yang sedang bermain catur. Ia duduk di kursi yang ada di samping Kakeknya.
Setelah selama beberapa menit hanya diam saja memperhatikan permainan catur tersebut, Clara batuk kecil untuk menarik perhatian Ayahnya.
Ayah Clara mendongak dari papan catur melihat ke arah Clara. “Apakah ada yang ingin kau katakan?”
Clara dengan cepat mengangguk dan sebelum keberaniannya hilang. Ia langsung saja membuka suaranya. “Aku ingin minta ijin kepada Ayah, nanti malam aku akan pergi keluar untuk menghadiri pesta temanku.”
Ayah Clara diam sebentar ia ingin melarang Clara untuk pergi keluar rumah, tetapi ia tidak mau, kalau karena larangannya Clara pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu.
“Baiklah, kau boleh pergi! Akan tetapi, ingat! Jangan pulang terlalu larut malam.” Peringat Ayah Clara.
Clara langsung saja bangkit dari duduknya dan mengucapkan terima kasih kepada Ayahnya, sebelum ia berlalu ke kamarnya dengan senyum lega.
Sesampainya ia di kamar tatapan Clara langsung saja tertuju pada goodiebag yang ia letakkan di atas tempat tidur.
Diambilnya bungkusan tersebut dan ia keluarkan isinya. Mata Clara langsung saja melotot, begitu melihat isi dari pemberian Tabah.
‘Sialan, Tabah! Apa maksudnya dengan memberikan sebuah gaun yang keliatan kekurangan bahan ini? Ia pasti sengaja melakukannya untuk mempermainkan diriku!’ gerutu Clara.
Dilemparnya gaun itu ke atas lantai. Ia akan membuat Tabah menyesal, karena sudah berniat mempermalukan dirinya, dengan menjadikan ia berpakaian layaknya seorang w*************a.
Untungnya ia memeriksa terlebih dahulu, sehingga ia bisa mempersiapkan gaunnya sendiri untuk acara nanti malam.
Clara berjalan menuju lemari pakaian dan memeriksa koleksi gaunnya. Yang bisa ia pakai untuk acara nanti malam. Setelah mendapatkan gaun pilihannya Clara mengambil gaun itu untuk ia seterika.
Tibalah malam pesta Clara pun keluar dari kamarnya dan berpamitan kepada kedua orang tuanya, juga kakeknya.
Dengan mengendarai sepeda motornya Clara menuju rumah orang tua Tabah. Hati Sesampainya di halaman rumah Tabah. Clara menjadi ciut, begitu melihat bagaimana mewahnya rumah tersebut.
Clara memarkir motornya di antara mobil-mobil mewah dari tamu undangan. Perasaan rendah diri langsung saja menghinggapi hati Clara. Ia merasa tidak yakin bisa mendamaikan hubungan antara Ayanya dengan Ayah Tabah.
Diseretnya langkah kakinya yang terasa berat memasuki rumah mewah tersebut. Kedatangan Clara disambut ramah pelayan yang berjaga di depan pintu rumah tersebut.
Sesudah dirinya berada di dalam rumah tersebut mata Clara mencari-cari keberadaan Tabah dan Ayahnya. Ia merasa begitu asing dan kecil di antara kemewahan dan tamu undangan yang ada.
Akhirnya, Clara menemukan yang dicarinya. Ia pun berjalan menghampiri Ayah Tabah, dengan tangan yang berkeringat dingin dan senyuman yang ia paksakan hadir di wajahnya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Aku tidak mengundangmu ataupun juga anggota keluargamu untuk datang ke pesta ini! Pergilah, sebelum petugas keamanan melemparmu dari rumah ini, karena sudah menyusup masuk!” Usir Ayah Tabah.