Chapter 6

1492 Kata
"Mia! Mia!" Suara Hannah terdengar begitu jelas ditelinga Mia. Gadis itu membuka matanya dan menatap Hannah yang berada disamping mejanya. Wajah Hannah terlihat begitu mencemaskan Mia. Tubuh Mia duduk dengan tegap saat Mr. Rey menghampiri mereka. "Jika kau tidak niat untuk belajar, sebaiknya kau keluar dari kelas ini Miss Paris!" Mr. Rey menatap Mia dengan tegas. Mia membereskan buku-bukunya dan pergi keluar kelas. Hannah memandanginya cemas sebelum Mia menutup pintu kelas. Gadis itu menuju toilet dan membasuh wajahnya. Apa yang baru saja terjadi hanyalah mimpi, tapi dia tidak yakin itu mimpi. Bel berbunyi sesaat sebelum Mia pergi dari toilet. Kerumunan orang berhamburan dan menenggelamkan Mia. Ini kedua kalinya dia bermimpi aneh, dan baginya itu terasa nyata. Hannah menepuk pundak sahabatnya pelan. "Kau baik-baik saja, Mia?" Tanya Hannah. "Tidak, aku tidak baik-baik saja." Mia menggeleng sambil menatap kedepan. "Kau mungkin hanya kurang tidur, atau mungkin kau lapar. Ayo kekantin sebelum antriannya semakin panjang." Hannah menggandeng lengan Mia. Setelah mendapatkan makan siang mereka, Hannah menuntun Mia didepan untuk mencari tempat duduk. Kemudian mereka mulai menyantap makan siang mereka. "Jadi, apakah ada yang ingin kau ceritakan padaku?" Hannah memakan apelnya. "Entahlah, belakangan ini aku sering bermimpi buruk," kata Mia. Hannah terus menggigit apelnya. "Lalu, apa yang dilakukan Mr. Fox kemarin dirumah mu?" Mia diam sesaat dan kemudian menatap sahabatnya terkejut. "Kau tahu, kalau Mr. Fox kerumahku?" Tanya Mia penasaran. Dia kira semua itu hanya mimpi. "Kau kan yang menelponku kemarin, kau tidak ingat?" Sekarang Hannah mulai menyuap kentang tumbuknya. "Aku akan mati konyol?" Tanya Hannah yang mengulangi kata-kata Mia ditelepon kemarin. "Ah, ya. Aku ingat. Dia mengajariku soal matematika," ujar Mia. "Wah, kalau begitu kau bisa mengajariku juga kan?" "Ya," jawab Mia singkat. Dan gadis itu berpikir tentang kejadian semalam. Jika Mia menelpon Hannah bukanlah mimpi, berarti semua kejadian semalam juga bukan mimpi. Mia mengambil apelnya dan meninggalkan Hannah. "Aku ada urusan sebentar, habiskan saja makan siangku, sampai jumpa pulang sekolah." Mia berlari keluar dari ruangan itu. Hannah hanya menggeleng saat melihat sahabatnya yang tergesa-gesa keluar ruangan. Sekarang Mia berada dilorong, hanya ada beberapa orang. Kemudian dia mengetuk pintu ruangan Sam. "Masuk," ujar Sam. Mia membuka pintunya dan langsung menutupnya kembali. Sam menatapnya dari balik kaca matanya. Kali ini dia melihat Sam yang menjadi gurunya, dengan pakaian rapihnya. "Mr. Fox, bukan, Sam, bukan-bukan, maksudku Mr. Fox," kata Mia terbata-bata. Mencari nama panggilan apa yang harus dia sebutkan saat ini. Sam tertawa pelan sambil menatap gadis itu. "Ada apa, Miss Paris?" Tanya Sam kemudian. "Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu." Mia duduk didepan meja Sam. "Bagaimana ya, aku—" Mia tidak yakin ingin menanyakan ini. Sam terlihat baik-baik saja dan sama sekali tidak menunjukkan hal aneh. Sedangkan Mia, sedang dihantui mimpi-mimpi aneh yang terus membuat dirinya hampir sekarat, walaupun tidak benar-benar sekarat. Pandangan Mia menunduk ke meja, dia bahkan tidak berani menatap Sam. Gadis itu teringat akan mimpinya saat pertama kali bertemu Sam, pria itu meggunakan kekuatan supernatural saat bertarung didalam mimpinya. Kemudian dia mengambil pulpen diatas meja Sam secara diam-diam, saat Sam sedang tidak memperhatikannya. "Tidak jadi, aku akan pergi. Maaf sudah mengganggu." Saat gadis itu berada didepan pintu, Sam memanggilnya. "Miss Paris?" Mia menoleh kearah Sam, jantungnya bedetak sangat kencang. "Ya," jawab Mia singkat. "Apa kau akan membawa pulpenku juga?" Mia menatap tangannya yang menggenggam pulpen milik Sam. Kemudian dia tersenyum kecut. "Tidak." Namun, saat Mia akan mengembalikannya, gadis itu telah merencanakan sesuatu. Mia berpura-pura terjatuh dan dengan sengaja melempar pulpennya tepat ke arah Sam. Gadis itu langsung berdiri untuk melihat apakah triknya berhasil. Sayangnya, pulpennya hanya terjatuh beberapa senti diatas meja. Mia memandangi pulpen itu dan langsung menatap Sam yang memandanginya kebingungan. "Maafkan aku." Dengan cepat dia pergi keluar ruangan. Mia benar-benar merasa malu. Trik yang dia lakukan, gagal total. Gadis itu justru mendapatkan memar dipergelangan tangannya. "Dasar bodoh! Apa yang kau pikirkan tadi Mia!?" Bentak Mia pada dirinya sendiri. Bel telah berbunyi sejak tadi, tapi Mia tidak ingin masuk kelas. Gadis itu malah menuju perpustakaan. Tidak ada orang didalam perpustakaan, hanya ada Mia. Dan gadis itu bersyukur, karena dia akan leluasa menggunakan perpustakaan sendirian. Mia mengambil tempat duduk dekat jendela dan mengambil buku catatannya. Memar dipergelangan tangannya membuat gadis itu tidak bisa bergerak bebas dengan tangannya. Rasa nyeri mulai terasa dipergelangan tangan Mia yang semakin berwarna ungu kebiruan. Tapi, gadis itu mengabaikannya dan mulai mencatat mimpi aneh yang dia alami. Suara pintu perpustakaan terbuka dan seseorang berjalan menghampiri Mia. Sam berdiri tepat disamping Mia saat gadis itu mendongak. Lagi-lagi Mia teringat mimpinya, setiap kali dia bertemu dengan Sam, pria itu selalu menusuknya dan semua berakhir seolah-olah hanya mimpi. Jadi gadis itu mencubit lengannya secara spontar. Sam duduk disamping Mia dan membuka kotak P3K yang dibawanya. "Seharusnya kau jangan melakukan itu," ujar Sam. Kemudian dengan tiba-tiba Mia menampar Sam. Sam hanya diam dan terpaku saat gadis itu menamparnya. Mungkin dia merasa bahwa dia pantas mendapatkannya, walaupun entah karena apa. "Apakah itu sakit?" Tanya Mia cemas. "Sakit ya? Maafkan aku, aku hanya mengetes apakah ini mimpi atau bukan," ujar Mia yang mencemaskan Sam. Sam tertawa pelan, tawanya tulus dan tidak dibuat-buat. Kemudian dia membalut memar Mia dengan peralatan yang ada. Gadis itu terus memandangi Sam yang sejak tadi membalut memarnya. Mia bahkan tidak tahu, bagaimana Sam bisa tahu pergelangan tangannya memar. Karena, gadis itu langsung pergi saat tahu triknya tadi gagal. "Apakah aku setampan itu? Sampai-sampai kau dan semua orang sering menatapku seperti itu?" Sam menyeleasaikan balutannya. "Tidak juga. Temanku Hannah sangat memuja mu. Tapi aku, tenang saja, kau tidak masuk dalam kriteriaku." Mia mengatakannya dengan sangat percaya diri. "Benarkah? Kalau begitu bagaimana kriteriamu?" Tanya Sam penasaran. "Yang terpenting, dia tidak populer seperti dirimu. Kau pria yang dipuja seluruh wanita disini. Kalau aku mendekatimu, pasti semua gadis akan memusuhiku," katanya dengan nada yang santai. Sam tertawa lagi. Dia benar-benar suka tertawa saat didekat gadis itu. Mereka berbicara seolah tidak ada jarak antara guru dan muridnya, mereka seperti teman yang sedang berbicara dengan santai. Sam masih duduk disamping Mia yang tampak terseyum kecil sambil melihat hasil balutan Sam. Sam menatap wajah gadis itu, gadis yang dia terus datangi lewat mimpi-mimpinya yang nyata. Mia hanya butuh kepercayaan untuk mengingat bahwa semua kejadian itu nyata. Dan Sam harus siap mengatakan semuanya pada gadis itu. "Mia," ujar Sam sambil menatap gadis itu. "Semua kejadian yang kau alami memang bukan mimpi. Sebenarnya itu seperti Déjà vu." Mia yang sejak tadi mengagumi balutan rapih Sam, kini menatap pria itu serius. "Dugaan ku benar, kan?" "Aku sebenarnya bukan berasal dari bumi. Semua kejadian saat pertama kali kita bertemu, saat badai datang, dari sana kami datang melalui kilat yang selama ini kau anggap hanya sekedar kilat biasa." "Apa? Maksudmu kau alien?" Sekarang bahkan Mia tidak mengerti tujuan dari pembicaraan ini. "Biar aku selesaikan dulu ceritaku." Sam menggenggam tangan Mia yang berada diatas meja. "Aku sudah hidup disini selama dua ratus tahun, kaum kami tidak bisa menua sampai mereka menemukan pasangan hidup. Pasangan kami, haruslah seseorang dari planet lain, termasuk bumi. Sayangnya, banyak dari kaum kami yang menganggap bahwa hidup abadilah yang paling menyenangkan, orang-orang itu mengganggap dirinya dewa. Tapi, percaya padaku itu sangat menyiksa. Kaum kami menjadi terpecah belah, dan banyak dari kami yang menjadi pembunuh bayaran untuk membunuh siapa saja yang berhubungan dengan kaum kami." Mia menarik tangannya dan hendak berdiri. Tapi, Sam menahannya dan membuat Mia duduk kembali. "Tapi, tugasku dibumi adalah memburu para pembunuh bayaran itu. Dan kemudian, aku bertemu kau." Sam menyelipkan rambut Mia kebelakang telinga gadis itu. "Saat itu aku menarik tanganmu untuk ikut bersamaku agar kau aman. Tapi ternyata, perjanjian mereka tentang siapa saja yang telah melihat para pembunuh bayaran ini haruslah mati, masih berlaku. Aku pernah mendengar perjanjian itu, tapi aku kira, maksudnya adalah orang-orang yang berhubungan dengan kaum kami." Sekarang Mia benar-benar tidak mengerti. Dua ratus tahun hidup dibumi? Apakah itu masuk akal? Tentu saja, bagi Sam itu masuk akal. Tapi bagi Mia, semua itu seperti omong kosong yang bisa dikatakan oleh semua laki-laki dimuka bumi hanya untuk mendapatkan seorang gadis. Dan juga kepercayaannya tentang makhluk lain selain dibumi, semuanya telah runtuh. Dia memang tidak bisa percaya semua kata-kata Sam, tapi pria itu telah menjelaskan hal-hal tidak masuk akal yang dialami Mia selama ini. Mia mengerjap pelan. "Aku tidak mengerti Sam, kenapa aku? Dari seluruh wanita dimuka bumi, bukan, diseluruh alam semesta, kenapa aku? Aku hanya gadis bumi biasa yang tinggal disebuah rumah beratap. Aku bahkan tidak percaya ada makhluk lain yang tinggal diplanet lain." Sam tersenyum kecil. Lagi-lagi senyum menawannya, mungkin itu semua adalah daya tarik yang dimiliki semua kaumnya Sam. "Karena kau unik, Mia. Aku memburu para pembunuh bayaran itu dengan cara Déjà vu agar mereka bisa terlacak. Tapi kau, muncul didalam Déjà vu yang aku buat." Mia menelan ludah, memberanikan diri untuk bicara lagi. Jantungnya benar-benar tidak teratur. "Memangnya apa yang unik? Kau bisa saja bertemu dengan orang lain. Jane tetanggaku atau Hannah mungkin." "Mia," kata Sam lembut. "Tidak ada manusia yang bisa masuk kedalam Déjà vu yang aku buat. Hanya kaumku yang bisa membuat Déjà vu dan masuk kedalam Déjà vu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN