Pulang

1259 Kata
Terlihat banyak orang tengah sibuk mengurus keberangkatannya di bandara pagi itu. Salah satunya adalah Alexander, pria berkebangsaan Australia tersebut tampak sedang menunggu pesawat di ruang tunggu. Beberapa kali ia terlihat menghela nafasnya dengan kasar. "Halo, iya aku udah sampai dear di bandara. Dikit lagi berangkat, kamu jaga diri baik-baik ya selama gak ada aku. Nanti setelah semua urusanku udah selesai, aku ke sini lagi," ujar Alex sambil tersenyum samar. "Ok, ya udah hati-hati. Kabari ya kalau udah sampai," kata Sena yang masih berada di tempat tidur, hari ini Sena memilih untuk meliburkan diri karena masih tidak memiliki mood yang bagus untuk bertemu dengan Pak Richard. Mereka pun menyudahi percakapan tersebut, Sena kembali tidur sementara Alex sudah menaiki pesawat yang sebentar lagi akan take off. Di dalam pesawat, Alex hanya memandangi keluar jendela. Perlahan pesawat tersebut terlihat meninggalkan daratan, disaat itu pula Alex sedikit menitikkan airmata. Alex sedang bingung memikirkan hubungannya dengan Sena, ia juga masih ingat betapa mesranya Sena saat itu dengan Richard di atas kursi kerja. Tidak ada yang baik-baik saja saat mengetahui pasangannya bersama dengan pria lain dengan posisi yang sangat intim. Alex sebenarnya sedikit hilang respect pada Sena ketika ia melihat adegan intim tersebut, namun sebagai lelaki ia tetap saja harus lebih sabar dan percaya bahwa ia bisa menuntun Sena perlahan ke jalan yang benar. Kring! Sena meraba-raba nakas mencari keberadaan ponselnya itu, mata yang masih belum terbuka benar tampak mengintip ponsel tersebut. "Ah, pria ini mau ngapain lagi sih? Tidak tau apa mood aku lagi jelek?" tanya Sena yang terheran-heran dengan Richard yang masih nekat menghubunginya setelah berkata keluarganya lebih penting daripada Sena. "Halo, ada apa?" tanya Sena to the point sambil mengubah posisinya menjadi duduk dipinggir kasur. Sebenarnya Sena sedang malas untuk berinteraksi dengan Richard, namun tetap saja ia penasaran mengapa pria yang seusia pamannya itu menelepon. "Apa kamu udah lupa hari ini hari apa?" tanya Richard dengan nada datar, Sena yang mendengar itu hanya bisa mengeryitkan dahinya. Ia tidak ingat ada yang spesial hari ini. "Apa?" tanya Sena dengan singkat namun berhasil membuat Richard mendesah berat. Sepertinya memang berbicara dengan Sena membutuhkan kesabaran. "Ini anniversary kita yang kedua tahun, apa kamu lupa? Apa hubungan ini tidak penting untukmu sampai kamu lupa seperti ini?" tanya Richard sambil menatap langit-langit ruang kerjanya, ia masih bertumpu dengan dua wanita. Untuk memilih salah satu diantara mereka benar-benar membuat Richard tidak berdaya. Sena sedikit tersenyum mendengar perkataan Richard, ia senang mendengar ada seorang pria yang bertekuk lutut padanya. Jika Richard berbicara seperti ini maka kemungkinan pria tersebut sudah sangat menyayangi dirinya, ia hanya butuh satu kesabaran lagi untuk menyingkirkan anak-anak dan istri Richard untuk kemudian mengambil apa saja yang ia sukai dari calon duda itu. "Aku tidak ingat dan tidak ingin ingat lagi, toh aku tidak penting untuk kamu kan? Hubungan kita juga gak jelas. Jadi tidak perlu dirayakan atau diingat," kata Sena tegas, ia berusaha membuat Richard lengah dengan kata-katanya itu. Pria itu memang mudah sekali tergoda dan bimbang dengan perkataannya. Terdengar helaan nafas frustasi dari telepon tersebut. Sekarang giliran Richard yang menjadi bingung dengan ucapan Sena, tentu saja ia berniat menjadikan hubungannya dengan Sena seserius mungkin, namun dilain sisi ia juga memikirkan psikis anak-anaknya ketika nanti ia dan Felia~ istrinya bercerai. "S-soal itu, kamu tau kan aku seorang pria beristri dan aku mempunyai anak-anak yang harus aku jaga kesehatan mentalnya. Mereka masih terlalu kecil untuk menjadi seorang anak yang orang tuanya bercerai. Ayolah..." kalimat Richard terpotong ketika Sena membentaknya ditelepon. "Diamlah! Kalau memang begitu, kamu tidak sanggup memenuhi apa keinginanku, jangan coba-coba hubungi aku lagi! Aku juga mau kita putus! Besok aku akan kasih surat resignku ke kantor!" Setelah mengatakan itu, Sena langsung menutup sambungan telepon tersebut dan menangis ditempat tidurnya. "Apasih istimewa anak-anaknya? Atau cuma papaku aja yang tega meninggalkan anaknya demi perempuan lain? Kenapa rasanya gak adil banget?" oceh Sena dengan posisi meringkuk dikasurnya. Rasanya hancur sekali mendengar ada seorang papa yang peduli dengan anak-anaknya. Sedangkan papanya meninggalkan dirinya dengan Hermelina berduaan tanpa rasa kasihan dan berpikir panjang. Kring! Ponsel Sena berkali-kali berdering, namun Sena memilih untuk mereject semua panggilan dari Richard maupun nomor yang tak ia kenal. Dirinya masih kesal dengan Richard yang terus mempertahankan keluarga utamanya, Sena tahu memang harusnya seperti itu seorang laki-laki sejati bagaimana pun keadaannya. Namun, mengapa papanya berbeda? Beberapa kali Sena mengerjapkan mata agar tidak menjatuhkan airmatanya. Namun, lagi-lagi ia gagal. Sena lemah dalam hal keluarga, ia pastilah menjadi gadis yang cengeng hanya karena mengingat betapa menyedihkannya ia dulu tumbuh sebagai anak yang orang tuanya tidak utuh. "Kau kenapa sih? Jangan telepon aku terus!" ujar Sena dengan nada sedikit keras pada Richard yang beberapa kali terus meneleponnya. "Ok, aku akan turuti kemauan kamu, tapi kamu janji setelah aku bercerai dengan istriku, aku masih boleh menengok kedua putriku," kata Richard tiba-tiba, suaranya terdengar sedikit serak. "Ah, benarkah? Kamu akan lakuin itu demi aku?" tanya Sena yang tampak terkejut karena Richard dengan cepat mengubah keputusannta dalam hitungan jam. "Iya, tentu saja. Aku sangat mencintai kamu. Sena. Aku sudah memikirkan semuanya dengan baik dan aku kira pilihan bercerai adalah pilihan yang tepat," kata Richard dengan santai sambil berputar dikursi kerjanya dan menatap langit-langit. Keputusan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah bagi Richard, namun jika ia mengingat kesalahan-kesalahan istrinya ia menjadi naik pitam dan ingin segera mengakhiri hubungan tersebut dengan Felia~istri sahnya. "Ah begitukah? Ya, bagus kalau kau berpikir begitu. Aku senang kamu akhirnya memilihku, aku tunggu sidang perceraiannya," ucap Sena dengan senyum penuh kemenangan, tidak percuma ia mempunyai wajah yang cantik kalau tidak bisa memikar pria yang ia targetkan. Mereka pun menyudahi obrolan tersebut karena Richard harus segera mengurus pekerjaannya saat ini. Sementara itu Alex yang sudah tiba di Australia pun segera menuju ke rumahnya. Ada banyak hal yang harus ia urus saat ini, dari mulai pekerjaannya hingga kepindahannya nanti ke Indonesia. Mengingat Indonesia, Alex sedikit termenung di dalam perjalanan menuju rumahnya. Pria itu menjadi sedikit bimbang untuk menepati janjinya pindah ke Indonesia, apa ia sanggup nantinya akan lebih sering melihat Sena dengan atasannya yang sangat mesra? Alex menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia tidak ingin membayangkan suatu hal yang bisa membuat dirinya membenci Sena. Ia adalah lelaki yang harus bisa membimbing Sena, mulai saat ini Alex berjanji akan menganggap apa yang pernah ia lihat adalah sebuah kekhilafan yang tidak akan pernah Sena lakukan. Namun, matanya tiba-tiba terbelalak ketika ia melihat seorang gadis yang berada di depan rumahnya tampak sedang mengobrol dengan ibunya. "Dayana?" ucap Alex pelan sambil melepaskan sabuk pengamannya, ia memberikan dua lembar uang kepada taksi yang ia tumpangi sebelum benar-benar turun dan menampakkan diri di depan rumahnya. Mereka berdua yang sedang mengobrol pun tampak mengalihkan pandangannya pada Alex yang baru saja tiba di hadapan mereka. Mata gadis itu tampak berbinar menatap Alex, ia masih tampak malu-malu tapi terlihat sekali bahwa ia senang melihat kehadiran Alex. Lain sekali dengan Sena yang terlihat biasa-biasa saja jika berada dihadapannya. "Y-yana, kamu ngapain di sini?" tanya Alex to the point membuat Dayana sedikit salah tingkah, gadis itu melirik Georgia~ Ibunya Alex berharap bahwa mendapatkan bantuan untuk menjawab pertanyaan Alex yang sederhana tapi berhasil membuatnya salah tingkah. Georgia hanya tersenyum manis tahu bahwa Dayana saat ini sangatlah gugup karena pertanyaan Alex yang sedikit mendadak itu. "Ah, kamu ini tidak sopan sekali, ajaklah Dayana masuk baru menanyakan hal itu," ujar wanita paruh baya itu dengan sedikit merengut membuat Alex dengan terpaksa mengajak Dayana memasuki rumahnya terlebih dahulu, ia masih tidak yakin maksud kedatangan Dayana adalah karena ingin bersilaturahmi saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN