Kekecewaan Alex pada Sena (2)

1025 Kata
"Mbah Momo tolong anak saya yang mau melahirkan Mbah!" teriak seorang wanita paruh baya yang panik, Alex yang baru saja datang ke tempat itu sempat bingung dengan orang tersebut, memangnya apa hubungan kalau anaknya mau melahirkan dengan Mbah Momo? "Ada apa toh, nduk?" tanya Mbah Momo yang berjalan keluar dengan tergopoh-gopoh membawa secangkir teh hangat, ia meletakkan teh hangat tersebut di meja yang berada di sebelah Alex. "Minumlah dulu ya, Mbah urus dulu ini pasiennya," ujar Mbah Momo dengan ramah. Alex yang masih tidak mengerti tentang tempat ini pun hanya bisa mengangguk menuruti perintah Mbah Momo. "Pasien? Seperti seorang dokter saja yang menyebut seseorang yang akan berobat dengan sebutan pasien," gumam Alex. Namun seketika wajahnya memucat ketika mengingat kondisi Sena yang sedang mengandung. "Gak! Gak mungkin Sena melakukan itu!" kata Alex yang mencoba tetap waras memikirkan kekasihnya itu. Namun, dari pada memikirkan yang tidak-tidak, Alex lebih memilih untuk menunggu penjelasan dari Mbah Momo yang ia duga mengenal Sena. Cukup lama Alex menunggu Mbah Momo keluar dari gubuk itu, mungkin karena menangani orang melahirkan pastilah bukan hal yang mudah pikir Alex, matanya mengerjap sering karena sudah mulai mengantuk, angin sepoi di gubuk itu benar-benar membuat Alex ingin tidur. "Mas, bangun Mas," panggil Mbah Momo dengan pelan sambil menyentuh lengan kiri Alex, untung saja pemuda itu cepat tersadar bahwa ia sedang tertidur di teras orang. "Ah, iya maaf, Nek." Alex mengerjapkan matanya perlahan sambil membenarkan posisi duduknya yang sudah tak tegak lagi. "Jadi, Mas ada keperluan apa ke sini? Maaf sebelumnya karena menunggu lama," ucap Mbah Momo dengan wajah yang seakan terus tersenyum pada lawan bicaranya. Sebenarnya Alex juga bingung harus menjelaskan pada Mbah Momo seperti apa, toh ia dapat info itu juga dari temannya yang kebetulan memergoki Sena ke tempat ini. "Saya sebenarnya hanya dapat info dari salah satu teman saya bahwa kekasih saya ke sini," kata Alex mencoba menjelaskan. "Kekasih Mas namanya siapa? Siapa tahu saya pernah menanganinya," kata Mbah Momo lagi-lagi dengan ekspresi yang ramah, kedua tangannya saling terkait dan tampak sedang memainkan jarinyabsendiri satu sama lain. "Nama kekasih saya Maria Sena, apa Nenek pernah menanganinya? Kata teman saya hari ini dia ke sini, kira-kira apa yang dia lakukan?" tanya Alex dengan penuh penasaran, tubuhnya sekarang mulai condong ke depan menatap Mbah Momo seolah ini adalah suatu kasus yang seru. Mendengar nama tersebut, Mbah Momo agak sedikit gugup, beberapa kali ia terbatuk-batuk karena tidak menyangka Alex menanyakan itu. "Apakah kau yang menghamilinya sehingga perempuan muda itu ingin menggugurkan janinnya yang tak bersalah?" Suara Mbah Momo terdengar bergetar mengingat hal tersebut. Perkataan Mbah Momo membuat Alex terkejut, bagaimana tidak, Sena yang ia tahu adalah seseorang yang penuh tanggung jawab, namun sekarang karena kesalahan fatalnya ia malah lari dari tanggung jawab. Sungguh, Alex benar-benar kehilangan Sena. Sena sudah hilang dan tak pernah kembali, Sena sudah pergi. Sekarang yang tinggal adalah hanya seorang pecundangg yang tak bertanggungjawab dan kabur dari masalah. Air mata Alex tanpa sadar meluncur begitu saja, ia masih memikirkan apa yang membuat Sena begitu sadis membunuh janin yang tak bersalah sementara masih banyak orang yang menginginkan janin dikandungnya. "Terima kasih, Nek informasinya." Alex melangkahkan kakinya dengan raga yang sudah seperti tidak ada tulang lagi yang dapat menopang tubuhnya. Dari kejauhan, Mbah Momo hanya bisa berdoa untuk hubungan Sena dan Alex, ia mempunyai firasat semua tidak akan baik-baik saja setelah pemuda itu mengetahui yang sebenarnya, namun memang akan lebih baik jika Alex tahu apa yang terjadi pada kekasihnya agar ia tahu langkah apa yang harus diambil nanti. Di dalam perjalanan pemuda itu seperti kehilangan setengah jiwanya, ia masih menimbang-nimbang keputusan apa yang harus ia ambil setelah mengetahui kenyataan tersebut. Seharusnya ia senang bahwa di dalam perut Sena tidak ada lagi janin hasil dari hubungan wanita itu dengan Richard, namun disisi lain ia tidak percaya bahwa Sena menjadi seorang pembunuh atas janin yang sama sekali tidak punya salah. "Argh!" teriak Alex dengan wajah memerah. Ia seperti pemuda yang kehilangan akal sehat, berteriak di dalam taksi membuat supir taksi tersebut sedikit terkejut dengan sikap penumpangnya itu. "Ada apa, Mas?" tanya sang supir taksi yang sepertinya penasaran dengan sikap Alex yang tiba-tiba berteriak seperti itu. Pemuda itu langsung sadar dari lamunannya. "Maaf, Pak. Gak ada apa-apa kok, Pak," kata Alex berusaha ramah dalam keadaan dirinya yang sedang pusing tersebut. Kurang lebih tiga puluh menit akhirnya taksi yang ditumpangi oleh Alex pun tiba di depan apartemen di mana pemuda itu tinggal sekarang. Setelah memberikan uang dua lembar seratus ribuan, ia turun dan memasuki apartemen tersebut dengan wajah tanpa ekspresi. Langkahnya terhenti ketika melihat Sena yang berada di dalam lift yang akan ia masuki, sepertinya perempuan itu akan keluar entah ke mana. Alex memasuki lift itu tanpa bertegur sapa dengan Sena, begitupun Sena yang melihat Alex di hadapannya, ia langsung keluar dari lift dan menghilang dari pandangan Alex layaknya orang yang tak mengenal satu sama lain. Sebenarnya, Sena masih merasa bersalah dengan sikapnya pada Alex, namun ini juga demi kebaikan pemuda itu agar tidak lagi berurusan dengan permasalahan hidup yang sudah ia lakukan. "Demi apapun gak ada yang lebih baik selain berkomunikasi dan menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin, tapi Sena terlalu kekeh untuk menyelesaikan itu semua sendirian," ucap Alex dengan wajah sedih ia masih tidak bisa berpikir menjalani hidupnya tanpa Sena. Sementara disisi lain, Sena milih untuk duduk di taman yang berada di dekat apartemen tersebut, ia tidak bisa hanya tinggal di dalam kamar otaknya selalu memikirkan hal-hal negatif jika ia tetap tinggal di dalam sana. Disaat-saat seperti ini, Sena tidak munafik jika dirinya sangat membutuhkan Alex berada disisinya, namun ia tahu pastilah Alex sudah kecewa dengan apa yang dikatakan olehnya. "Sena, kamu harus kuat! Sekarang kamu sudah benar-benar sendiri, tidak ada yang lebih berarti selain dirimu sendiri," gumam Sena sambil mengerjapkan matanya pelan menahan airmata yang bisa kapan saja meluncur dari matanya. "Hapus air mata kamu, jelek kalau nangis kayak gitu," ucap seseorang sambil menyodorkan sehelai saputangan berwarna abu-abu tersebut pada Sena. Ia masih berdiri di hadapan Sena menunggu wanita itu mengambil saputangan dari tangannya. Sena yang sedari tadi menunduk tentu saja kaget karena ad aseseorang yang memberikan saputangan untuknya. "K-kamu? Kamu ngapain di sini?" tanya Sena sambil melihat wajah sang pemberi saputangan tersebut dengan mata yang tambah berkaca-kaca.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN