Hari ini Alex dijadwalkan oleh Georgia bertemu dengan Dayana di rumah Pak Richard untuk meminta maaf atas ketidaksopanannya kemarin. Sebenarnya Alex enggan karena ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun, ia hanya mengusir Dayana dengan cara halus.
"Sudah siap?" tanya Georgia tanpa melirik ke arah Alex. Pemuda itu hanya bisa mengangguk menuruti saja walaupun hal tersebut bertentangan dengan hatinya.
Mobil merah tersebut melaju dengan kecepatan sedang menelusuri jalanan Australia yang hari ini terlihat sangat kejam dimata Alex.
Georgia yang berada di tempat duduk samping pengemudi pun hanya terdiam, hal seperti ini tentu saja pasti sangat menjatuhkan harga diri Georgia. Beberapa kali Frans melirik Alex dari kaca spion memberi kode agar putranya itu tidak berbicara macam-macam yang bisa membuat Georgia naik pitam. Alex yang mengetahui hal itu pun hanya bisa membalas tatapan papanya dengan sendu.
"Kita sudah sampai, turunlah dan minta maaf pada Pak Richard dan juga Dayana atas ketidaksopanan kamu. Ingat, jangan berulah lagi di rumah Pak Richard," ujar Georgia sambil melepaskan sabuk pengamananya kemudian turun mendahului mereka berdua.
Frans hanya bisa menenangkan putranya itu, ia tidak bisa berbuat banyak selain membuat salah satunya tenang.
Alex tampak menghembuskan nafasnya berat kemudian keluar dari mobil menyusul Georgia yang sudah terlebih dahulu sampai di depan pintu rumah Pak Richard.
"Selamat pagi Pak Richard, maaf ya memganggu waktunya. Apa Dayananya ada di rumah?" tanya Georgia tersenyum ramah sambil bersalaman dengan Pak Richard yang tidak menyangka mereka akan datang hari ini.
"Ah, ada. Dayana ada di rumah, mari masuk dulu," ucap Pak Richard yang masih pakai celana boxer.
Alex melihat Pak Richard dengan ekspresi tidak suka, pasalnya bukan hanya karena masalah Dayana, tapi karena masalah Sena yang ia rebut begitu saja. Benar-benar pria yang tidak punya malu.
"Hei, Alex? Masuklah jangan di depan saja," ucap Pak Richard yang mengajak Alex masuk. Untunglah pemuda itu cepat sadar dan melangkah masuk.
"Sebentar, kalian tunggu di sini ya. Saya akan panggilkan Dayana," ujar Pak Richard dengan senyumannya yang terlihat licik.
Pria paruh baya itu meninggalkan ruang tamu untuk kelantai 2 di rumah tersebut. Pastilah kamar putri manjanya itu di lantai 2.
"Ma, memangnya aku harus minta maaf ya? Salah aku dimana ya?" tanya Alex berbisik pada ibunya yang berada di samping.
Mendengar pertanyaan tersebut, Georgia seketika naik pitam. Perusahaannya saat ini sedang diujung tanduk, ia berusaha untuk mempertahankan perusahaannya, namun putra satu-satunya malah bertanya seperti itu.
Untung saja Dayana tiba-tiba muncul dihadapan mereka dengan Pak Richard. Georgia langsung mengubah air mukanya menjadi ceria lagi.
"Ini Dayananya, saya kira mereka butuh waktu berdua saja untuk bicara. Akan lebih baik kalau kita di ruang makan saja, bagaimana?" tanya Pak Richard dengan wajah bahagia, ia tahu putrinya itu pastilah malu jika dilihat oleh kedua orang tua Alex.
"Ah iya baiklah. Alex, mama sama papa tinggal dulu ya, kamu baik-baik sama Dayana," ujar Georgia dengan tatapan penuh arti sekaligus ancaman.
Alex hanya mengangguk kemudian menggeser duduknya supaya Dayan bisa duduk di sampingnya.
"Duduklah," perintah Alex sambil meraba tempat disampingnya setelah orang tua mereka pergi. Dayana tampak malu-malu, namun mengikuti perintah Alex untuk duduk disampingnya.
Cukup lama mereka hanya berdiam diri, tidak ada yang berani memulai atau lebih tepatnya enggan memulainya terlebih dahulu.
"Na, aku pengen kamu tau satu hal," kata Alex tiba-tiba membuka percakapan diantara mereka, Dayana mengerutkan dahinya bingung apa yang ingin diketahuinya.
"Apa?" tanya Dayana singkat, ia masih fokus dan menunggu Alex untuk memberitahu apa yang harus diketahuinya.
Alex menghembuskan nafasnya pelan sambil memikirkan kata-kata yang tepat untuk membuat Dayana mengerti maksudnya dengan baik dan tidak memperumit masalahnya.
"Mulai darimana ya? Aku sebenarnya bingung. Kamu tau kan aku sudah punya pacar? Aku bersikap seperti kemarin karena aku paham ada sesuatu yang berbeda dari mata kamu menatap aku. Ini bukan suatu penolakan atau apalah itu, tapi tolong kamu hargai aku juga, hargai hubungan orang lain." Kalimat Alex tentu saja membuat Dayana terpaku, ia selama ini tidak tahu bahwa Alex mempunyai sifat sefrontal itu.
"M-maksudnya apa? Memangnya aku menatap kamu salah? Aku tidak ada perasaan apa-apa, ayolah mataku memang seperti ini, apa ada bedanya?" tanya Dayana yang tersenyum kecut sambil memperlihatkan matanya pada Alex.
"Menjauhlah! Jangan bergantung pada ayahmu, untuk hal kemarin aku sama sekali tidak menyesal. Aku hanya tidak ingin kita jadi salah paham pada perasaan masing-masing, akan lebih baik jika mencegahkan?" Alex mengelus rambut Dayana dengan lembut untuk menenangkan gadis itu.
Mereka terdiam lagi cukup lama, Dayana tidak bisa memberikan komentar apapun terhadap ucapan Alex. Selama ini ia memang selalu mengandalkan papanya untuk membereskan semua yang ia inginkan tanpa tahu bahwa hal tersebut membuat orang lain risih.
Setelah memikirkan matang-matang, Dayana pun tersenyum pada Alex. Ia mengangguk tanda mengerti, mulai sekarang ia memang harus menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa harus melibatkan papanya.
"Aku sudah memikirkan itu baik-baik, maaf kalau membuat kamu risih," kata Dayana dengan rona merah dimukanya, ia masih belum bisa menatap Alex lama-lama karena masih malu dengan tingkah kekanakannya yang selalu mengandalkan jabatan dan kekayaan orang tuanya.
Alex pun membalas senyuman tipis milik Dayana, ia tidak menyangka bahwa berbicara dengan Dayana semudah ini.
"Hm, oiya aku mau tanya. Papa kamu tinggal di Indonesia ya?" tanya Alex yang masih memikirkan perihal Richard dan Sena.
Dayana mengangkat wajahnya menatap Alex, ia tampak berpikir kemudian mengangguk.
"Iya, papaku ada perusahaan di Indonesia. Papa sering bolak balik ke Indonesia, mamaku juga tinggal di sana." Gadis itu menjelaskan hal tersebut dengan tatapan sedih, ia tampaknya kesepian di Australia seorang diri tanpa keluarga.
"Oh begitu, terus kamu kenapa gak ikut aja ke Indonesia? Toh mama sama papa kamu di sana bukan di sini," ucap Alex sambil menyenderkan tangannya disofa sambil menatap Dayana dengan serius, sepertinya ia harus tahu banyak tentang keluarga Richard. Ia ingin tahu bagaimana Richard memperlakukan keluarganya.
"Ya, entahlah. Aku lebih nyaman di sini," ucap Dayana sambil memainkan kedua tangannya dipangkuan. Alex tahu pasti bukan itu alasan gadis disampingnya ini tetap tinggal di Australia seorang diri.
Namun, Alex memilih mengakhiri percakapannya setelah menanyakan beberapa hal yang ia anggap penting. Ia tidak ingin membuka privasi Dayana yang belum siap bercerita.
"Baiklah kalau begitu, kamu bisa kok temuin aku kapan pun, hubungi aku saja jika ada kesulitan ya. Mulai sekarang kita teman, kan?" tanya Alex memastikan gadis yang berusia lima tahun dibawahnya itu akan menjalin pertemanan dengannya.
"Ahh iya tentu saja kita teman, aku akan menghubungi kamu jika ada kesulitan," jawab Dayana dengan mata berbinar, ia tidak menyangka dibalik sikap Alex yang ketus, pria itu sangatlah ramah jika sudah dekat.
Setelah perbincangan itu, mereka pun menyusul para orang tua ke ruang makan untuk makan bersama-sama. Tampak orang tua dari kedua belah pihak sangat akrab, Alex pun bersyukur proses mediasi ini berjalan lancar. Di meja makan, Alex terus mengamati Richard yang sedang asik mengobrol dengan Frans, tampak sekali jika Richard adalah orang yang mudah berbaur dengan siapapun, ia juga orang yang mempunyai karismatik. Mungkin ini juga yang membuat Sena tertarik pada pria tua itu.
"Hm, semuanya. Saya permisi pulang duluan ya, ada urusan yang gak bisa ditunda," kata Alex sambil melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kanannya. Pemuda itu tersenyum kepada semua yang berada dimeja makan, ia juga menepuk pelan bahu kanan Dayana kemudian pergi dari tempat tersebut tanpa menunggu jawaban mereka.
"Dia mau kemana sih? Cepat-cepat sekali," ujar Georgia yang masih bingung dengan tingkah anak tunggalnya itu.
"Ah namanya juga anak muda, mungkin ia malu setelah berbaikan dengan Dayana, iya kan Dayana? Masalahmu dengan Alex sudah kelar?" tanya Richard dengan senyuman yang penuh arti. Dayana tertawa kecil.
"Tentu saja, aku sama Alex hanya salah paham, mungkin juga itu kesalahan aku. Jadi papa tidak perlu khawatir, mulai sekarang aku akan mengurus semua permasalahanku sendiri." Dayana berkata sambil melihat keseluruh ruangan, benar kata Alex ia memang harus menyelesaikan semuanya sendiri, ia bukan lagi gadis kecil Richard yang harus terus diselesaikan masalahnya.
"Baiklah, papa harap keputusan kamu itu konsisten," kata Richard dengan senyuman khasnya yang seolah-olah mengejek lewat tatapannya.
Dayana mengabaikan tatapan papanya itu, lagi pula ia sudah dewasa. Akan lebih baik jika dirinya mengurus semua urusan sendiri, termasuk masalah yang mungkin saja datang.
Mereka berbincang cukup lama sampai akhirnya Georgia dan Frans pamit pulang dari rumah mewah milik Richard.
Dalam perjalanan, mereka berdua tidak saling mengobrol. Georgia bersyukur bahwa Alex melakukan mediasi itu dengan baik, hampir saja jantungnya copot karena perusahaannya diujung tanduk.
"Gak usah cemas, mereka akan baik-baik saja. Percayalah pada anakmu," kata Frans seolah membaca pikiran istrinya. Georgia hanya diam mendengar perkataan suaminya yang seolah menamparnya dengan kalimat tersebut.