Jangan lupa untuk follow ig aku ya.
karena semua info cerita aku ada di Ig aku. dan nama ig aku, fhieariati_97
jangan lupa untuk follow. terima kasih.
***
Gaven tersenyum melihat Heura yang sibuk bekerja, dan tidak menyadari keberadaa Gaven yang sedari tadi menatap gadis itu dengan tatapan cintanya dan ingin memiliki gadis itu untuk menjadi kekasihnya.
“Hem, kau sangat serius sekali bekerjanya, kau tidak ingin makan siang dengan bosmu yang tampan dan menawan ini?” tanya Gaven dengan menyibakkan rambutnya ke belakang.
Heura yang mendengar suara atasannya, langsung melihat pada atasannya yang sangat menyebalkan. Dari dirinya pertama kali bertemu dengan pria ini sampai sekarang nasib sial, sudah menemukan Heura dengan pria ini yang ternyata atasannya sendiri.
“Bapak mengajak saya makan siang? Maaf, saya nggak punya waktu untuk makan siang dengan Bapak,” ucap Heura dengan nada ketusnya.
Gaven tertawa mendengar ucapan Heura. “Kamu sesibuk apasih? Saya yang bos aja di sini nggak sibuk amat, masih memikirkan makan siang dan isi perut saya,” ucap Gaven dengan senyuman mengejeknya.
Heura mengepalkan tangannya, dan berusaha untuk tidak berkata lebih kasar lagi dengan atasannya ini.
“Maaf, saya bawa bekal sendiri. Jadi, saya tidak perlu makan siang dengan anda, karena saya lagi menghemat pengeluaran saya,” ucap Heura dengan senyuman masamnya.
Gaven yang mendengar ucapan Heura langsung duduk di depan meja Heura, dan tersenyum manis pada gadis itu. Biasanya tidak ada yang berani menolak senyuman manisnya, termasuk nenek-neek sekalipun.
“Wah … kamu bawa bekal sendiri? Aku boleh minta? Aku ingin merasakan makanan calon pacar aku, kalau kamu nggak mau pacaran kita bisa nikah langsung,” ucap Gaven dan tertawa.
Heura yang mendengar ucapan Gaven mendelik.
“Bapak bukannya orang kaya? Jadi, bisa membeli makanan sendiri dan tidak perlu meminta seperti ini. Dan satu lagi, saya bukan calon pacar anda dan saya juga tidak akan pernah mau menikah dengan anda, walaupun di dunia ini, hanya tersisa anda sebagai lelaki dan saya tetap tidak akan mau menikah dengan anda,” ucap Heura dengan mulut pedasnya.
Gaven tersenyum mendengar ucapan Heura, dan tidak ada rasa marah sedikitpun pada gadis itu. bahkan, Gaven menganggap Heura sangat mengemaskan sekali. Gaven ingin menciumnya sekarang juga.
“Ah … kau sangat lucu sekali. Aku ingin mencium bibirmu yang menggoda itu. Bibirmu bisa mengeluarkan kata-kata pedas, pasti bibirmu akan panas saat berciuman,” ucap Gaven menatap bibir Heura dengan tatapan menggodanya.
Heura yang melihat arah tatapan mata Gaven, langsung menutup bibirnya dan tidak akan membiarkan pria sialan ini berbuat hal yang tidak-tidak padanya.
“Jaga mata anda. Dan jangan pernah berbuat hal macam-macam pada saya, atau saya akan menendang milik anda,” ucap Heura dengan nada mengancam.
Gaven terkejut, namun, setelah itu Gaven tertawa mendengar ucapan Heura yang sangat lucu sekali.
“Kamu dari pada menendang milik saya, lebih baik puaskan milik saya. Nanti kita saling memuaskan, bagaimana?” tanya Gaven dengan senyuman jailnya.
Heura mendengkus. “Dalam mimpi anda. Saya tidak akan pernah melakukan hal yang rendahan seperti itu. Saya akan melakukannya dengan suami saya, bukan dengan anda yang bukan siapa-siapa saya,” ucap Heura.
Gaven mengangguk. “Ya. Saya tahu. Kamu bukan perempuan seperti itu. Karena kamu berbeda, makanya saya suka dengan kamu. Bagaimana kalau kita menikah saja? Saya akan menjamin kamu bahagia dan tidak akan pernah menangis, paling kamu sering menangis haru karena saya,” ucap Gaven dengan percaya dirinya.
“Anda tidak punya pacar atau wanita lain apa? Jangan ganggu saya, saya tidak tertarik sama sekali dengan anda.” Heura kembali melihat pekerjaannya.
“Saya tidak punya pacar. Maunya saya kamu jadi pacar saya,” ucap Gaven kembali.
Heura tidak mendengar ucapan Gaven yang melantur, dirinya lebih baik mengerjakan pekerjaannya dari pada meladeni bosnya yang kekurangan kewarasan ini.
Gaven yang merasa diabaikan oleh Heura, berdecak tidak suka. Gaven tidak suka diabaikan, apalagi diabaikan oleh Heura—gadis yang mampu mencuri hatinya, saat pertama kali bertemu dengan gadis ini.
Dan sudah sebulan Heura bekerja di kantornya, dan Heura masih saja menolak Gaven. Sangat menyakitkan sekali, padahal sudah banyak wanita yang ditolak oleh Gaven, dan sekarang Gaven terus ditolak oleh Heura. Apakah ini sebuah karma?
Tidak. Ini tidak karma. Gaven memang pantas berjuang untuk Heura, perempuan yang tidak sembarangan dan sangat berbeda dengan perempuan lain. Heura tidak tertarik sama sekali dengan Gaven, dan tidak seperti wanita-wanita luaran sana yang mengejar Gaven dengan terang-terangan dan malah telanjang di depan Gaven.
Cih. Gaven tidak tertarik sama sekali, dengan tubuh wanita-wanita itu. Gaven selalu menjaga dirinya dan tidak akan pernah melakukan itu, kecuali dengan istrinya kelak.
“Kamu jangan kerja terus. Aku tidak akan pernah mengurangi gajimu, hanya karena kamu makan siang. Kamu harus makan siang, dan ayo, kita makan siang bersama,” ajak Gaven.
Heura kembali menghentikan pekerjaannya, dan menatap tidak suka sama sekali dengan Gaven. Heura sudah mengatakan pada pria itu tadi, kalau dirinya tidak mau makan siang dengan pria itu. Dan kenapa masih mengajak dirinya.
“Saya sudah bilang tadi, kalau saya tidak mau dan saya bawa bekal sendiri, lebih baik anda pergi sendiri atau pergi sama siapa gitu,” ucap Heura.
Gaven menggeleng. “Aku tidak akan pergi sendiri. Ya kali orang tampan pergi sendiri, apa kata dunia nanti, kalau orang tampan makan sendiri seperti orang jomlo. Nggak level. Ayo, kita pergi makan siang sekarang. Saya yakin, kamu hanya bohong bawa bekal makan siang,” ucap Gaven dan langsung menutup laptop Heura.
Heura yang melihat itu semuanya, terkejut dan bagaimana nasib pekerjaannya, yang sudah dia kerjakan.
“Anda main tutup-tutup aja. Bagaimana dengan pekerjaan saya?” tanya Heura khawatir.
Gaven tertawa pelan mendengar ucapan Heura. “Alah. Pekerjaan yang kamu kerjakan sekarang itu, sudah dikerjakan sama Shintia, yang bertanggung jawab kemarin jadi sekretaris di sini. Nggak perlu shock gitu. Udah ayo, kita makan siang, perut saya sudah lapar dan nggak mau menunda makan siang lagi, apalagi menunda untuk melamar kamu,” ucap Gaven sempat-sempatnya mengombal pada Heura.
Heura yang mendengar gombalan Gaven, langsung bergidik ngeri. Atasannya ini memang sudah gila dan tidak ada kata warasnya sama sekali.
“Kamu bengong aja! Ayo, makan siang. Kalau nggak saya yang makan kamu di sini. Jangan ada penolakan lagi, atau saya akan seret kamu sekarang juga. Bukan seret ke restoran terdekat, tapi, seret ke dalam kamar,” ucap Gaven mengedipkan matanya beberapa kali pada Heura.
Heura yang mendengar ucapan Gaven mendelik dan mengentakkan kakinya. Dengan terpaksa, Heura menuruti perintah atasannya yang gila ini. Ya Tuhan … kuatkanlah Heura, menghadapi cobaan ini.
***
Janganlah untuk komentar semuanya, dan makasih masih menunggu cerita ini.
***