“Rey, ba’da Isya ke rumah abang, pokoknya datang aja kada usah banyak takun...” pinta abangku yang dari nada bicaranya ia begitu serius. Setelah menutup gawai tersebut, “Tumben nih si abang nyuruh ke rumah malam-malam, biasanya jika di waktu malam, urusan kerjaan ga pernah mau. Tapi kalau urusan perdemitan pasti waktu malam ngerjainnya.” Batin Rey mulai bergejolak, heran dengan sikap abangnya yang tidak biasanya. Waktu masih menunjukkan pukul 18.00, lima belas menit lagi akan datang waktu magrib, masih ada 2 jam lagi untuk memenuhi janji dengan abangnya. Sambil menanti waktu, hati terus merasa tidak tenang. Apalagi seorang kakak yang biasanya mampu menghadapi segala hal yang berhubungan dengan perdemitan. Tepat pukul 20.00. Memasuki gapura perumahan si abang, nuansanya sudah berbeda.