Eight

1244 Kata
Pertama-tama yang dilakukan oleh Alona adalah berselancar di dunia maya dengan kata kunci ‘Wickley Watson’. Tak banyak informasi yang Alona dapat selain fakta yang cukup mengejutkan yaitu pria tampan tersebut adalah seorang pelaku kriminal, dan yang paling mencengangkan sehingga membuat Alona merinding setengah mati adalah kejahatan yang dilakukan oleh seorang Wickley Watson yang tak lain adalah seorang pembunuh. Jari Alona gemetar setengah mati sehingga ponsel yang digunakannya untuk mencari informasi tentang Wickley nyaris terjatuh kala dia membaca bahwa korban pembunuhan dari pria berdarah dingin itu adalah isteri sahnya sendiri yang ia nikahi lima tahun yang lalu. Refleks Alona menyentuh perutnya dengan jemari yang masih bergetar, apa jadinya anaknya nanti jika ayahnya adalah seorang pembunuh. Dia bercita-cita mencari pria yang tertampan dan terbaik sehingga anaknya kelak lahir nyaris sempurna, tapi fakta yang ia dapat hampir saja membuatnya lupa bernapas. Apa ini balasan Tuhan atas perbuatan tak bermoralnya? Apa ini karma untuknya? Alona menangis sejadi-jadinya, apa lagi mengingat pria itu akhir-akhir ini sering mengusiknya. Saking kalutnya Alona sampai berpikir untuk menggugurkan kandungannya, tapi hati kecilnya kembali menampar dirinya dengan fakta dia akan sama kejinya dengan Wickley jika melakukan hal sehina itu. Pilihan terakhir Alona adalah melarikan diri dari Las Vegas tanpa mau berurusan dengan pria kejam itu lagi. Tak mau membuang banyak waktu, Alona segera mengemasi barangnya. Dia akan memikirkan kemana tujuannya setelah sampai bandara, karena saat ini yang paling penting adalah menjauh dari sini. Setelah semua selesai, wanita itu bergegas memakai jaket, topi, dan tak lupa kacamata hitam agar penampilannya tak bisa dikenali, dia punya firasat bahwa pria itu berbahaya dan mengintai di mana-mana. Alona bergegas menarik kopernya. Saking paniknya ia bahkan dua kali gagal dalam membuka pintu, tapi perasaannya mulai tak enak ketika untuk ketiga kalinya mencoba, pintu tak juga kunjung terbuka. Rasa panik semakin menghampirinya, kali ini bahkan dengan brutal dia mencoba lagi dan lagi, tapi hasilnya nihil. Sampai suara ketukan sepatu seirama membuat gerakan Alona berhenti seketika. "Mau mencoba kabur, Sayang?" Suara serak itu seolah mampu membekukan tubuh Alona. Dengan jantung berdegup kencang wanita itu berbalik badan, di sana berdiri tegap pria dengan tatapan tajam dan angkuh serta senyum miringnya, Wickley Watson. Alona menggeleng panik ketika pria itu berjalan semakin mendekat, wanita itu kembali berbalik dan mencoba membuka pintu dengan tergesa-gesa, peluh mengalir deras melewati pelipisnya. "Kau tak akan berhasil, My Apple." Suara bisikan Wickley membuat Alona merinding, apa lagi hembusan napas pria itu terasa hangat menyapu tengkuknya. "Le … pas," cicit Alona ketika dengan perlahan lengan pria itu mengapitnya. "Tidak sekarang, Sayang," ucap pria itu parau seraya mengendus setiap sudut wajah Alona. "Apa maumu?" tanya wanita itu panik, "Kau sudah tahu," sahut Wickley pendek. "Aku mohon, jangan ambil anak ini dariku, kau bisa mendapatkan dari wanita lain yang lebih baik." Alona tak lagi mampu menahan isakannya. Wickley memutar tubuh Alona menghadapnya, jemari kasarnya bergerak menghapus buliran bening itu. "Tapi aku mau dari dirimu," ucapnya serak. Alona menggeleng meski hampir terhipnotis akan tatapan tajam pria itu. "A … aku harus pergi," cicitnya takut-takut. Sentuhan pria itu berhenti, matanya kembali menatap nyalang, bahkan wajahnya semakin mengeras. "Kau ingin menemui pria k*****t itu?" desisnya tajam. Dahi Alona mengerut tanda ia bingung. "Jangan berani menemui pria lain tanpa izinku, Alona, atau kau akan tahu apa yang bisa mereka dapat dariku karena sifat keras kepalamu!" ujar Wickley secara perlahan, tapi lebih seperti ancaman kematian bagi Alona. Wanita itu tersentak ketika Wickley menariknya, langkah kecilnya terasa berat karena ia terus meronta, tapi seorang Wickley bukanlah tandingan yang mudah. Dengan sangat mudah ia mengangkat tubuh wanita itu. "Aku tak ingin darah dagingku terluka, Sayang." Seketika banyak pertanyaan muncul di benak Alona, bagaimana pria itu bisa berada di kamarnya? Padahal tadinya Alona baru saja melarikan diri dari pria itu. Alona memekik kaget ketika Wickley dengan santai menggeser sebuah lemari di dapur, dan terlihatlah sebuah pintu menuju neraka bagi Alona. "Selamat datang di rumah, Sayang," bisik pria itu senang. Wanita itu memindai sekeliling ruangan besar super mewah ini, mengagumi setiap pahatan yng tersaji sebagai ornamen indah yang membuatnya merasa sedang berada di istana modern. Tapi bagaimana bisa mereka masuk lewat dapur apartemennya, apakah itu seperti rumah rahasia? “Kenapa kita bisa berada di sini?” tanya wanita itu gugup, “lalu, pintu apa tadi itu?” Wickley tertawa. “Apa kau belum juga menyadari semuanya, My Apple?” ucapnya geli, “Selama ini kau tinggal di penthouse milikku, hanya saja aku menyulapnya sedemikian rupa hinggau kau tak menyadarinya.” Pria itu menyeringai lebar. Alona merasa sangat terkejut, jadi selama ini ia hanya berlari di tempat? Ternyata semuanya sudah di atur oleh pria k*****t ini. “Jadi, kau sudah mengatur semuanya?” geram wanita itu. Wickley mengedikkan bahu, lalu meletakkan tubuh mungil Alona di atas ranjang king size miliknya. “Kau yang punya rencana, Sayang. Aku hanya mengikuti alurnya,” sahut pria itu santai. “Kau ….” Alona mendesis marah. “Sejak kapan kau mulai melakukan itu?” hardiknya. “Sejak kamu pergi tanpa pamit dan hanya meninggalkan celana dalam bergambar apelmu,” jawab pria itu dengan seringai lebar di bibirnya. “A … apa?!” Wajah Alona terlihat merah padam dengan mulut terbuka kaku. Sungguh, hal memalukan apa lagi yang dilakukannya malam itu? Jadi itu sebabnya pria ini selalu menyebut dirinya Aple? Karena sebuah celana dalam? Benar-benar luar biasa! ___ Pagi ini Alona terbangun dengan perasaan linglung, dia bahkan mengerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan penglihatan secara sempurna. Lalu detik selanjutnya, dia nyaris melompat saking kagetnya, ternyata kejadian kemarin bukanlah mimpi belaka, itu benar-benar nyata, sebab kamar yang saat ini dihuninya bukanlah tempat yang sama dengan yang ia tempati kemarin. "Ceroboh! Kau akan menyakiti dirimu sendiri jika cara bangunmu terus seperti itu.” Geraman pria itu membuat Alona refleks menoleh. Wickley berdiri membelakangi pintu balkon hanya menggunakan celana pendek yang membentuk jelas lekuk tubuhnya. Alona merasakan desir darahnya mengalir cepat, memompa kerja jantung hingga berdetak tak semestinya. "Jangan menatapku seakan aku ini mangsamu, Sayang." Wickley berjalan mendekat dan itu sangat terlihat seksi di mata Alona. Dasar pria penggoda! Waita itu tak merespon, tapi entah mengapa napasnya menjadi tak teratur. "Stop! Jangan mendekat." Suara panik Alona terdengar kala jarak mereka semakin menipis. "Oh, Baby, kau membuatku merasa seperti pelaku kriminal saja." Seringai terbit dari bibir pria itu. Rasanya Alona ingin membenarkan ucapan pria itu, tapi ia urungkan mengingat emosi Wickley yang tak bisa ditebak. "Good morning, My Baby Daisy." Senyum pria itu mengembang kala matanya menatap lembut perut rata Alona. "Si … siapa yang kau panggil Daisy?" tanya Alona dengan nada yang sangat kentara tak suka. "My Baby, Sayang. Yang sedang tertidur di perutmu," sahutnya santai. Oh My god! Sumpah demi apa pun, Alona merasa semua bulu kuduknya berdiri, seakan banyak makhluk halus di sekelilingnya, padahal makhluk itu hanya satu. "Kau--" "Jangan berani berbuat hal yang merugikan dirimu sendiri, My Apple." Ungkapan santai pria itu berbanding terbalik dengan ekspresinya yang begitu kaku. Sontak saja, gerakan Alona yang tadinya sedang memegang guci dan hendak melemparkan ke arah Wickley seketika berhenti. Dia tahu betul ancaman pria itu benar-benar berbahaya, dia pria kejam yang tak punya rasa kemanusiaan. Jika istrinya saja bisa ia bunuh, apalagi Alona yang notabennya tak punya hubungan apa pun dengannya. Ia benar-benar harus waspada. "Good girl," ucap Wickley meremehkan. "Sekarang mandi dan ganti bajumu. Aku tunggu di luar, lima belas menit belum selesai, kau akan mendapatkan hukuman," titahnya sebelum melenggang pergi dari ruangan ini. What?! Lima belas menit? Yang benar saja. Untuk memilih baju saja Alona membutuhkan waktu hampir setengah jam. Pria ini memang benar-benar sialan!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN