7

1285 Kata
Oriel kembali ke dalam ruang kerjanya. Di atas sofa Beverly sedang berbaring, matanya menatap Oriel menggoda. Kakinya terbuka, menampilkan miliknya yang sukses membuat Oriel tersenyum dan meneguk salivanya. Sebanyak wanita yang silih berganti bersamanya, hanya Beverly yang membuatnya gila seperti ini. Oriel mendekat, berjongkok di depan Beverly dan menikmati apa yang disuguhkan oleh Beverly. Jika aku berada lama disini maka aku yang tak akan bisa pergi. Dia, dia bukan pria yang bisa dengan mudah dihindari dan dilupakan. Beverly yang biasanya optimis kini sedikit pesimis. Dia bukannya tak mampu mendapatkan apa yang diperintahkan oleh ayahnya tapi dia takut jika dia tak mampu pergi dari Oriel. Sial! Beverly memaki, kenapa dia jadi melankolis seperti ini? Dia lahir bukan untuk jadi menjijikan seperti ini. "Ashh,, Oriel." Beverly mengerang nikmat. Jari-jarinya meremas rambut Oriel kasar. Lidah Oriel terus bergerak, membelai klit Beverly. Setelah ia puas lidahnya merangkak naik dan berhenti di dekat telinga Beverly. "Woman on top, please." "Tidak ingin memimpin, hm?" Beverly mengelus wajah Oriel. Oriel mengecup bibir Beverly, "Tak ada batasan untuk permainan kita, Bev." "Baiklah. Aku akan memuaskanmu." Tak perlu dijelaskan. Oriel yakin lebih dari 100 %, Beverly pasti bisa memuaskannya. Tubuh Oriel kini sudah berbaring di sofa dengan pakaiannya yang sudah terlepas tak tentu dimana rimbanya. Beverly naik ke atas tubuh Oriel. Mencumbu pria sementaranya dengan aktif. Menyentuh titik-titik yang membakar gairah Oriel. "Bev, kau akan membuatku mati." Oriel mengerang merasakan buaian lidah Beverly. "Tidak ada yang mati karena hal ini, Oriel." Beverly kembali melakukan oral. Setelah merasa ia telah memberikan pemanasan untuk Oriel, Beverly mengarahkan kejantanan Oriel ke miliknya. "Ashhh.." Keduanya mengerang bersamaan. Kejantanan Oriel dibiarkan masuk lebih dalam ke milik Beverly hingga meninggalkan sedikit rasa sakit namun berganti kenikmatan setelah ia bergerak naik turun. Tangan Oriel memegangi pinggang Beverly, membantu wanita cantiknya untuk bergerak lebih ringan. "Kau benar-benar sexy, Beverly." "Jangan terus memujiku. Kau bisa jatuh cinta padaku." "Aku rasa aku mulai jatuh cinta padamu." Oriel bicara asal. Beverly tertawa geli, ia sesekali menggigit bibirnya karena rasa sakit dan nikmat yang coba untuk ia tahan, "Aku bukan wanita yang mengerti cinta, Oriel." "Kalau begitu kita sama-sama belajar." Mendengar kata ini membuat wajah Beverly kaku beberapa saat, setelahnya ia mencoba mengukir senyuman namun sedikit gagal karena senyuman kakunya terlihat oleh Oriel. "Tidak percaya padaku, hm?" Beverly menggeleng, "Aku tidak percaya pada cinta." Oriel tak tahu ada wanita yang tak mengemis cinta padanya, "Kalau begitu percaya saja padaku." "Aku tidak bisa percaya pada orang lain. Bahkan diriku sendiri terkadang mengkhianatiku." Seperti saat ini misalnya. Dia yang lain, bernama hasrat telah mengkhianatinya. Ia tak pernah menikmati permainan seperti ini sebelumnya tapi dengan Oriel dia tidak bisa melupakan rasanya. Ini mulai terdengar gila untuk Beverly, dan ini mulai terasa salah. 15 hari bisa membuatnya seperti ini, tidak, Beverly tidak meragukan Oriel. Ia yakin hanya dalam 1 hari saja wanita bisa mencintai Oriel. "Kau memiliki trauma akan cinta?" Beverly diam. Trauma cinta? Ada, cinta yang tidak pernah dia dapatkan. Kehangatan ibu yang tak bisa ia rasakan, kasih sayang seorang ayah yang tak ia dapatkan. Beverly tak pernah merasakan cinta, tapi tidak trauma cinta. Dia saja belum merasakan cinta mana mungkin bisa trauma. "Aku tidak memiliki trauma semacam itu. Hanya wanita yang tak terlalu memikirkan cinta. Ahh,, sial!" Ia memaki karena ia terlalu duduk di paha Oriel hingga membuat kejantanan Oriel menusuknya dalam. Wajah Beverly yang sedang memaki seperti ini terlihat semakin menawan, "Kalau begitu kau bisa memikirkannya dari sekarang." "Aku bukan wanita sentimentil seperti itu, Oriel. Ah, kau tidak suka wanita yang dipakai banyak orang, kan? Bukan aku wanita yang tepat untuk menerima tawaranmu untuk sama-sama belajar itu." Gelombang kenikmatan itu berada di ujung kejantanan Oriel. Berkedut lalu menyemburkan laharnya ke milik Beverly. Beverly menjatuhkan tubuhnya ke tubuh Oriel. Kedua tangan kekar Oriel mendekapnya tanpa memenjarakannya. "Aku tidak peduli berapa banyak pria yang pernah merasakan tubuhmu. Aku menyukai tubuhmu dan selamanya ingin merasakan tubuhmu." "Jika tubuhku tidak membuatmu b*******h lagi, kau akan membuangku. Begitulah cinta manusia pada sesamanya." "Aku tidak akan membuangmu. Kau milikku, Bev. Milikku sampai kapanpun." Beverly diam dalam pelukan Oriel. Ia takut jika nanti ia akan dibuang lagi. Ia takut jika yang dilakukan ayahnya juga dilakukan oleh Oriel dan hanya berakhir dengan memanfaatkan dirinya. Beverly lelah menjadi yang diabaikan. Cinta? Ia tak bisa percaya pada kata-kata itu. Semua bisa berakhir buruk karena kata cinta yang tak ia kenali. Dan ia tak ingin mengenal kata-kata itu, tidak ingin menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang yang paling gelap. "Kita pindah ke kamar. Pinggangmu akan sakit jika kita melanjutkannya disini." Oriel bersuara lembut. Mafia yang biasa dingin dan keras ini mampu mengeluarkan suara lembut. Hanya pada Beverly dan hanya untuk Beverly. "Gendong aku." Beverly bersuara manja. Tak bermaksud untuk menggoda, ia hanya suka d**a Oriel. Hangat dan menenangkan. Sejenak beban yang ditumpukan padanya menghilang karena dekapan Oriel. Oriel mengecup puncak kepala Beverly, "Baiklah." Oriel bangkit dengan tubuh Beverly di gendongannya seperti ibu kanguru yang menggendong anaknya. "Berat tidak?" Beverly menggerakan kepalanya, meletakan wajahnya di leher Oriel. "Kau tidak berat sama sekali, Bev." Bagaimana mungkin berat? Tubuh Beverly sangat pas untuk gendongan Oriel. Tidak berat dan tidak ringan. Oriel mendekat ke kaca yang ada diantara 2 rak buku di dalam ruangan kerjanya. Oriel meletakan 5 jarinya pada kaca, rak buku otomatis bergerak. Secara tidak langsung Oriel memberitahu Beverly tempat rahasianya dan juga pintunya. Beverly merasa i***t, tadi dia sudah berpikir jika rak buku adalah pintu ke ruangan rahasia. Hanya saja ia tak begitu yakin karena tak ada tombol atau alat apapun untuk membuka rak buku itu. Ternyata kuncinya adalah telapak tangan Oriel yang diletakan pada kaca yang ternyata memiliki sensor jari. Ah, Beverly kalah untuk keamanan ini. Masuk melewati rak buku tadi, ternyata ada sebuah lorong disana. "Kau mau membawaku kemana?" Tanya Beverly. Ia harus berakting bingung untuk situasi saat ini. "Ke kamar kita, Bev." Aku dan kau sudah jadi kita. Oriel sepertinya sangat serius dengan kata-katanya. "Tapi ini bukan jalannya?" "Ini jalan rahasia, Sayang." Dan sekarang ada kata 'sayang' yang dijadikan Oriel untuk memanggil Beverly. Oriel menggeser dinding yang ternyata bisa di geser. Disana ada kaca kecil yang ternyata adalah alat sensor jari lagi, "Kita sampai." Dinding bergeser, dan ternyata pintu penghubung itu adalah potret mozaik Oriel. "Rumahmu sangat canggih." Ada pintu penghubung antara ruang kerja dan kamar pribadi Oriel, dan ada ruangan lain yang Beverly yakini ruangan rahasia Oriel. Ia tidak melewati lorong hingga habis, hanya berjalan setengah dan mungkin pintu ruangan rahasia ada di penghujung lorong. Beverly menemukan apa yang dia cari. "Terkadang aku malas untuk berjalan jauh jadi aku membuat jalan rahasia ini agar tak berjalan jauh." Oriel melangkah menuju ke ranjang, "Ruang kerja dan kamar tidur adalah dua tempat yang selalu aku kunjungi. Itulah kenapa harus ada pintu penghubung untuk dua ruangan ini." "Ah, kau suka bekerja, ya?" "Sepertinya sekarang aku lebih suka kamar dari pada ruang kerja." Oriel mengedipkan matanya genit. Beverly tertawa geli, "Aku bisa menemanimu dimanapun, Oriel. Saat kau bekerja aku bisa 'membantumu'" "Terdengar menarik, Sayang. Tapi sekarang kita lanjutkan yang tadi." "Lakukan sampai hasratmu terpuaskan, Oriel." Dan mereka kembali menyatukan tubuh mereka. Hasrat Oriel tak bisa terpuaskan, ia ingin lagi dan lagi. HIngga akhirnya Beverly terlelap dalam pelukan Oriel. Perutnya yang keroncongan kalah dengan rasa lelah yang membuatnya terlelap pulas. "Aku tidak bisa melepasmu, Bev. Tidak meski aku tahu ada sesuatu yang kau cari dikediamanku." Oriel mengelus wajah Beverly lalu mengecupnya. Beverly terlalu kentara? Tidak, hanya saja Oriel yang terlalu teliti. Beverly tak pernah berkunjung ke ruang kerjanya dan hari ini wanita itu berkunjung dengan alasan mencarinya. Tentu ada maksud dari apa yang Beverly lakukan. Dan ya, Oriel juga memiliki kamera pengintai tersembunyi di ruang kerjanya. Ia bisa melihat siapa saja dan apa saja yang orang lakukan dalam ruang kerjanya. Jelas Beverly mencari sesuatu, dan Oriel tak tahu apa itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN