Aleta Rukma Qatrunanda; Aleta

1319 Kata
^,^ “Aleta itu pasti cuma pengen yang terbaik untuk Adeknya, apalagi kamu satu-satunya saudara dia,” ucap Rifa yang dapat dikatakan yang paling tua pikirannya, dan selalu memandang semua dari gegala sudut yang baik. Orang yang lurus adalah julukan yang diberikan dosen dan teman-temanya. “Orang lurus kalau ngomong suka betul, cuma untuk kali ini tidak betul,” sanggah Ema. “Iya, kali ini tidak betul. Kalau Nad yang jadi adiknya Kak Aleta bisa Kak Aleta jadi sasaran amukanku,” timpal Nadia yang paling muda, umurnya dan Jya sama hanya beda beberapa hari tua Jya saja. “Sayangnya ini Jya bukan kamu Nad,” sambung Zika. “Iya itu makanya, sayangnya bukan Nad yang jadi adiknya,” tambah Nadia membenarkan. “Aku malah bersyukur Jya bukan kamu, Nad. Ada satu Nadia aja di sini bikin  pusing apalagi ada dua. Sedangkan Jya anak baik, sopan, lemah lembut tidak bar-bar seperti kamu,” tukas Ema. “Ish Kak Ema…! Nadia gigit ni!” ancam Nadia. “Jangan main gigit-gigit lagi Nad, virusmu nanti pindah ke aku,” protes Ema. “Kamu harus mencari cara untuk melepaskan diri dari Aleta, Jya,” ucap Zika memberikan saran pada Jya yang dari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan sahabat-sahabatnya. Patut Jya merasa beruntung untuk ke empat sahabat yang selalu setia dengannya walau kadang Jya tidak dalam kondisi baik-baik saja untuk diajak berbicara. Tapi mereka mengerti Jya dengan segala permasalahannya. “Nanti saat kamu pulang ke Indonesia, kita harus kumpul semua!” seru Nadia. “Emangnya Jya mau ketemu kamu,” cibir Ema. “Kak…! berhenti membuliku…!” pinta Nadia pada Ema. Yang lain asik dengan pertengkaran Ema dan Nadia. Sedangkan Jya merasa tubuhnya sangat lelah sekedar untuk tersenyum. “Senyum kamu,” tegur Zika. Pandangan Jya langsung tertuju pada salah satu portal layar yang menampilkan wajah Zika. “Sebentar lagi aku pulang kok,” ujar Jya pada akhirnya. “Iya, sebaiknya kamu cepat pulang ke Indonesia,” timpal Ema. “Kata orang ya Jya. Cara move on yang paling ampuh itu adalah pindah Negara…, jadi kamu pindah aja dari Malaysia ke Indonesia segera…!” ujar Nadia. “Kamu pasti ngambil kata-kata dari toktok,” tebak Rifa. “t****k, Kak!” protes Nadia. “Kamu main t****k juga, Rif?” tanya Ema. “Nah loh iya? Kamu mainin t****k? Rif?” Zika pun ikutan ketiga sahabatnya bertanya dengan Rifa yang tampak terkejut dengan tanggapan sahabatnya yang menanyainya seperti seorang yang melakukan hal aneh. “Memangnya ada yang salah dengan t****k, ya?”  Rifa malah balik bertanya pada sahabat-sahabatnya itu yang asik memandangi satu panel yaitu panel miliknya. “Tidak…. Tidak aneh. Heran aja gitu,” timpal Zika. “Ih aneh banget tau Kak!” protes Nadia. “Apa anehnya emang, Nad?” tanya Ema. “Aneh, emak kita main t****k. Aku jadi penasaran,” balas Nadia. “Penasaran apa?” tanya Rifa. Yang lain menunggu Nadia menyambung kalimatnya tadi. “Penasaran, kalau emak-emak main t****k, joget-joget juga gak ya…?” tanya Nadia heran. Mereka semua langsung mendengus kecuali Jya yang memandangi panel Nadia sambil geleng-geleng kepala. Heran dia, mengapa punya sahabat yang ajaibnya mengalahkan kerang ajaib miliki spongebob. “Nad! Pernah ditendang online hingga mendarat ke luar angkasa tidak?!” kaka Rifa yang seperti menahan kesal yang teraman memuncak di kepalanya. “Simplenya. Kamu pernah ditendang sampai ke luar planet gitu,” tambah Ema. Dengan polosnya Nadia menggelengkan kepala. “Aku cuma pernah bermimpi menjadi astronot biar bisa bawa roket keluar angkasa, kalau ditendang sampai ke luar angkasa tentu belum pernah. Tapi kalau ditendang ke luar negeri juga belum pernah, pengen deh nyoba,” tutur Nadia dengan kesan polos melekat padanya.  “Cocok, coba kamu tanya-tanya sensasinya dulu. Soalnya, Jya sudah pernah ditendang keluar negeri soalnya,” tambah Zika. “Gak mau, tau rasanya sakit apalagi yang nendang itu Kak Aleta.” Nadia malah menolak tawaran Zika tadi. “Kalian dari tadi ngatain Kakakku loh…,” seru Jya. “Eh iya ya, kenapa bisa gitu. Dah lah ganti topic Nad!” tukas Ema membenarkan perkataan Jya. “Dah tadi Kak Rifa bilang, kamu harus pindah Negara lagi biar bisa move on dari Barra!” timpal Nadia. “Iya-iya, aku pulang sebentar lagi. Selesaikan urusan pendaftaran wisuda dulu, baru pulang,” ujar Jya. “Kalau tidak, kami yang akan ke sana jemput kamu pulang. Kalau sudah dibawa pulang kami seret aja kamu pulang!” ujar Ema. “Gak gitu caranya, Em,” sanggah Zika. “Ema Nadia mainannya kasar,” timpal Rifa. “Bodo aelah,” sahut Nadia tidak peduli. “Wak…! Aku leave dulu ya…!” seru Ema. “Iya, ini sudah dua jam kita ngobrol. Bubar-bubar! Pulang ke kandang masing-masing!” riuh Nadia. “Nadia…! Kamu pulang juga keharibaan…!” teriak Zika. “Kak Zik, jahat weh doanya!” protes Nadia. “Sudah-sudah. Kita tutup dulu ya Jya. Cepat istirahat ini sudah jam berada di sana, pasti lebih malam kan?” sela Rifa. Jya menanggukkan kepala. “Eum, Kakak juga istirahat. Kalian juga…, Nad jangan ribut mulu,” seru Jya. “Yah…! Jya awas kamu kalau kita ketemu-/” “Hilih mati.” Nadia mendesah pasrah Jya sudah menutup panel video callnya dan tersisa Rifa, Zika dan dirinya. Rifa dan Zika tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat Nadia yang diabaikan oleh Jya. “Bulli aja aku terus. Nanti kalau aku duluan nikah aku yang bakal ketawa paling keras,” rajuk Nadia. “Ih bocah kita sudah ngomong nikah-nikahan, Rif!” lapor Zika mengadu pada Rifa. “Bocah pintar kita memang suka gitu, suka halu maksudnya,” timpal Rifa. Sebelum Nadia akan membalas ucapan Rifa dan Zika, mereka lebih dulu menutupi panel mereka meninggalkan Nadia yang otomatis panelnya pun mati sendiri. Beberpa tahun berikutnya. Sebuah pesan menyampaikan untuk sebuah pertemuan di ulang tahun kampus yang juga mengundang alumni dari kampus itu. Harapan Jya adalah dia dapat bertemu dengan Barra kembali. Setidaknya di dalam benaknya. Jya masih mencintai Barra dan berharap Barra pun memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Jya pergi sendiri terbang ke Malaysia untuk menghadiri acara kampusnya itu, karena memang hanya dia yang merupakan lulusan dari univeritas Malaysia diantara ke empat sahabatnya yang lain. Sekarang Jya menjadi seorang designer sekaligus creator mural yang menyediakan design dan aplikatornya. Setelah Jya lulus dan pulang ke Indonesia. Jya benar-benar tidak mau lagi menuruti perkataan sang Kakak. Dia menolak untuk ditawarkan kerja di salah satu firma hukum terkenal yang setelah Jya selidiki memiliki hubungan erat dengan mantan suami Aleta. Jya membaca lebih dulu maksud tersenyum Aleta yang memaksa dirinya untuk bekerja di firma hukum itu. Jya tidak ingin jadi inang yang dimanfaatkan oleh Aleta lagi. Apalagi jika terjadi sesuatu Aleta pasti tidak akan berpikir panjang untuk menjadikan Jya sebagai kambing hitam agar dia tidak memiliki kesalahan sedikitpun di muka public. Jya tidak mau lagi dibodoh-bodohi oleh Kakaknya yang licik itu. Walau kali ini dia harus benar-benar memutuskan untuk mengecewakan sang Ibu dan Ayahnya, karena tidak menuruti apa yang mereka kira baik itu. Kedua orang tuanya kembali lagi termakan ucapan berbisa Aleta untuk membujuk Jya mau berkerja di kantor firma hukum yang dia tuju. Saat Jya menolek. Aleta marah dan mengatai Jya bukan anak yang berbakti dan anak yang pembangkang, tidak tahu terimakasih juga tidak tahu diri. Segala perkataan buruk saat itu Jya terima dari bibir sang Kakak dihadapan kedua orang tua mereka. Kedua orang tua itu hanya memandang Jya dengan tatapan sedih dan kecewa karena Jya tidak menuruti permintaan mereka. “Sampai kapan aku harus mengalah? Dan menuruti perkataan Kak Alet?” Jya bertanya dengan tatapan datar pada tiga orang yang dia hormati itu. Dia ingin berteriak seperti yang Aleta lakukan di depannya. Berteriak sekeras-kerasnya mengeluarkan ungkapkan yang dia simpan di dalam benaknya. “Apa katamu?! Ini juga permintaan Ibu dan Ayah!” Aleta membalas pertanyaan Jya dengan suara keras sekali lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN