26. Masa Depan (2)

1039 Kata
Hujan gerimis membuat udara di luar terasa agak dingin sore ini. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang-orang yang berada di rumah untuk bersantai dan melakukan aktivitas di dalam rumah. Isla tengah belajar di kamarnya karena ia harus menghadapi tes besok, sementara Maria membaca sebuah majalah di lantai bawah. Rhys yang kini berada di kamar milik Isla itu hanya menatap gerimis di luar sana dengan es krim di tangannya. "Udara sudah berubah dingin dan kau masih saja memakan es krim?" Isla meletakkan pulpen miliknya ke atas permukaan buku dan memutar kursinya menghadap Rhys yang duduk di atas ranjangnya. "Aku tidak merasa dingin," jawab Rhys polos dengan salah satu pipi yang penuh dengan es krim. "Kau memang aneh." Isla menggelengkan kepalanya lalu memutar kembali kursinya dan kembali belajar. "Aku melihat sesuatu di TV tadi siang bersama ibumu. Katanya hutan yang bernama Trollehallar itu mengalami kebakaran, padahal di sana tadi terjadi hujan yang sangat lebat," ujar Rhys tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela. "Hm. Aku melihatnya juga dari sebuah artikel saat di sekolah. Kenapa teman-temanmu sampai melakukan hal itu?" ujar Isla tanpa mengubah posisinya. "Aku tidak begitu yakin. Mungkin mereka hanya ingin bermain-main di sana." Aktivitas menulis Isla seketika berhenti selama beberapa saat. Gadis itu berusaha mencerna kalimat yang baru saja keluar dari bibir milik Rhys. Bermain-main, katanya? Itu terdengar—agak seram, mengingat teman-temannya itu sampai merusak lingkungan di sana, walaupun Isla sempat menduga kalau pertumbuhan pohon-pohon dan juga tumbuhan lain di Trollehallar akan berjalan lebih cepat dari biasanya, sama seperti waktu itu. "Rhys? Bisa aku tanyakan ini padamu?" Rhys melempar stik es krim di tangannya ke dalam sebuah tempat sampah yang berada du bawah meja belajar milik Isla. "Soal apa?" "Kau ... apa kau datang dari masa depan?" tanya Isla asal. Pertanyaan gadis itu justru sukses membuat Rhys diam tak berkedip setelahnya, hingga suasana di antara mereka berubah menjadi hening selama beberapa saat. "Masa ... depan?" Rhys membeo. "Hm. Aku tiba-tiba berpikir kalau kau ini datang dari masa depan. Siapa tahu saja kalau kau ini sebenarnya adalah manusia bumi yang melakukan perjalanan ke luar angkasa dan menemukan sebuah kehidupan di Betelgeuse, namun kau memilih menetap di sana bersama orang lain." Rhys mendadak melongo usai mendengar penuturan dari gadis yang bernama Isla itu. "Kau pasti sedang bercanda," ujarnya. "Aku kan hanya menebaknya," ujar Isla dengan kedua pipi yang menggembung. "Kurasa kau terlalu sering menonton acara TV yang seperti itu. Aku tidak datang dari masa depan, tentu saja. Jika aku memang datang dari masa depan, mungkin aku tidak akan berada di sini. Aku lebih memilih berada di Betelgeuse dan mempertahankan bintang itu jika tahu kalau bintang itu akan redup di suatu hari." Benar juga apa yang dikatakan oleh Rhys, itu yang tengah Isla pikirkan saat ini. Ucapannya tadi memang terdengar agak konyol dan juga tak masuk akal. Sepertinya ia memang sudah kebanyakan menonton film dengan genre yang seperti itu, dan sepertinya mulai sekarang Isla harus segera menguranginya agar pikirannya tidak semakin kacau. Isla lalu tertawa menanggapi kalimat konyolnya sendiri. Bisa-bisanya dia berpikir sampai ke sana. "Tapi ngomong-ngomong, Isla, apa kau serius mau mencari buku itu? Maksudku, buku itu ada di Tao dan itu tak akan mudah untuk mengambilnya. Bukankah kau sendiri pernah bilang kalau Tao pernah menunjukkan secara langsung bukunya? Kau menemukan itu di sekolahmu, kan?" ujar Rhys. "Hm. Dia memang pernah menunjukkannya padaku tapi aku sama sekali tak mengerti isinya jadi kupikir kalau itu bukanlah sesuatu yang penting. Aku juga waktu itu tidak terpikir kalau buku itu peninggalan leluhur kalian jadi aku juga tak sempat melihatnya sampai halaman akhir dan aku tidak tahu di sana ada halaman yang robek atau semacamnya," jelas Isla. Gadis itu memainkan pulpen di tangannya. "Aku berencana membawa buku itu padamu karena kau pasti bisa membaca tulisannya." "Tapi itu hal sulit mengingat Tao yang memegang bukunya. Kau lupa? Dia seorang pengendali waktu." "Aku tahu itu. Tapi, Rhys, karena dia seorang yang bisa mengendalikan waktu, apakah mungkin Tao bisa menjelajah waktu juga? Mungkin saja dia bisa pergi ke waktu beberapa tahun ke depan dan melihat bagaimana kondisi Betelgeuse." "Tao tak bisa melakukan itu, Isla. Dia mungkin bisa menghentikan waktu untuk sementara, namun dia tak bisa menjelajahi lorong waktu dengan seenaknya seperti itu." "Ah, benarkah?" Isla membuang napasnya kasar. "Tapi kurasa Tao tidak seburuk Kai," lanjutannya membuat Rhys kembali menatapnya dengan kening yang mengerut. "Apa maksudmu?" "Kurasa Tao agak tenang ketimbang Kai, tapi dia memang lebih menyeramkan sih. Tapi kurasa aku bisa bergerak mendekati Tao karena dia sepertinya bukan tipe yang akan langsung menyerang lawan," ujar Isla. "Kau tidak mengenal Tao, Isla. Dia sama berbahayanya dengan Kai dan kau tak akan bisa menghadapinya sendirian." "Kita harus mencobanya, Rhys, baru kita akan tahu hasilnya. Hanya saja aku mungkin akan sedikit kewalahan jika Kai datang saat itu. Jadi, aku memerlukan bantuanmu, Rhys." "Aku akan menangani yang lainnya. Tapi aku tak yakin denganmu. Kau yakin akan bisa menghadapi Tao?" tanya Rhys memastikan. Isla langsung mengangguk. "Aku harus melakukan itu agar tahu hasilnya. Sebelumnya Tao menunjukkan buku itu padaku dengan sukarela yang artinya, tak menutup kemungkinan kalau dia juga akan kembali menunjukkan buku itu padaku." Ia kembali memutar kursinya menghadap meja belajarnya dan kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Rhys yang masih ada di tempatnya itu hanya menatap punggung Isla dari posisinya. Gadis itu terlihat bersungguh-sungguh dalam menghadapi Tao tapi hal itu membuat Rhys justru merasa cemas. *** Sesuatu yang hancur, sekecil apapun itu, tak akan bisa dikembalikan seperti semula. Bahkan jika kepingannya kembali disatukan satu sama lain, maka hal itu tak akan kembali menjadi sesuatu yang kokoh seperti sedia kala. Waktu itu memang tak bisa selamanya karena kehidupan harus tetap dilanjutkan bagaimana pun hasilnya. Yang harus dilakukan sekarang adalah, mempertahankan sesuatu yang memang harus dipertahankan. "Kau terlalu banyak melamun akhir-akhir ini." Tao menatap Kai yang entah sejak kapan sudah berdiri di sebelahnya. "Ini bukan seperti kau yang biasa kukenal. Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Kai. "Tidak ada. Hanya sedang memikirkan bagaimana caranya agar Betelgeuse tetap bertahan," jawab Tao seadanya. "Kita sekarang sedang berusaha memertahanakannya. Bersemangatlah, Tao. Yakinlah kalau kehancuran itu tak akan terjadi pada tempat tinggal kita, melainkan pada planet ini." Usai mengatakan itu, Kai kembali berteleportasi hingga tubuhnya menghilang dari pandangan Tao. "Mempertahankan, kau bilang. Yang kau lakukan bahkan hanyalah berusaha menghancurkan kehidupan yang ada di sini." —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN