25. Masa Depan

1040 Kata
"Lantas jika aku memberikan buku itu sekarang padamu, apa yang akan aku dapatkan sebagai imbalan?" Salah satu tangan Isla sudah meraih salah satu buku yang ada di balik punggungnya dan bersiap melemparnya tepat ke wajah Tao, berjaga-jaga jika pria yang berada di hadapannya itu akan melakukan sesuatu padanya. "Semua ini bukankah untuk kebaikanmu juga? Kau tidak seharusnya meminta imbalan!" ujar Isla. Ia sudah hampir melemparkan buku di tangannya namun pintu perpustakaan yang tiba-tiba saja terbuka membuatnya dan Tao menoleh. Kedua mata Isla terkejut saat melihat Rhys yang ada di sana. Pria itu langsung menghampiri kedua orang itu dan menarik Isla ke belakang. "Jangan pernah melakukan apapun padanya!" tegas Rhys. Isla hanya menurut saja saat Rhys menariknya pergi dari sana. Ia bahkan tak habis pikir kalau pertemuan mereka kali ini tak lagi berakhir dengan perkelahian, karena Tao bahkan tak melakukan serangan apa-apa. Pria itu bahkan terlihat seperti tak berminat menyerang Rhys yang tengah terluka. Ia hanya menatap kepergian Isla dan Rhys tanpa berniat mengejar keduanya. "Kau baik-baik saja?" tanya Rhys. Ia menatap Isla, memastikan tak ada luka pada gadis itu. Isla mengangguk pelan, "Aku baik-baik saja, tapi, bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanyanya. Rhys tampak terkejut dan pria itu tiba-tiba memutus kontak mata mereka berdua. "A-aku mengikuti baumu," ujarnya seraya memegang hidungnya. Kedua mata Isla berkedip dua kali. "Kau ... mengikuti bauku?" "Hm. Lalu aku menemukan bau milik Tao di sini jadi aku khawatir dia akan melakukan sesuatu padamu tapi syukurlah dia tak melakukan apapun," ujar Rhys. "Dia selama beberapa waktu terakhir berada di perpustakaan, entah kenapa." "Kau sendiri apa yang kau lakukan? Kenapa nekat menemuinya seperti itu? Bagaimana jika terjadi sesuatu?" Isla terdiam selama beberapa saat. "A-aku hanya mencoba memastikan sesuatu. Aku mencoba menanyakan soal buku itu, buku yang kau bilang peninggalan leluhur kalian. Apa benar Tao yang memegangnya, dan aku ingin lihat di saja apakah tertulis sebuah cara untuk mempertahankan Betelgeuse tanpa harus merusak energi dari planet lain, tapi Tao bilang kalau ada beberapa halaman buku yang hilang dan dia tidak tahu itu apa," ujarnya. "Halaman buku itu tak akan pernah bisa ditemukan, bahkan oleh Kai sekalipun. Jangan melakukan hal seperti itu lagi saat sendirian karena itu bisa mengancam nyawamu sendiri," ujar Rhys. "Tapi dari mana kau tahu kalau halaman buku itu tak akan bisa ditemukan lagi? Apa kau tahu sesuatu tentang itu?" "Aku tidak tahu. Halaman buku itu tidak ada di sana sudah lama sekali dan sampai saat ini masih belum ditemukan, dan tak ada satu pun yang tahu siapa yang merobek halaman buku itu dan entah dengan tujuan apa." "Lalu kenapa Tao bisa memegang bukunya? Kenapa tidak kau saja yang memegangnya?" ujar Isla. "Masing-masing dari kami sudah diberikan tugas oleh raja, dan Tao diberikan tugas untuk menjaga buku itu. Namun entah sejak kapan halaman buku itu hilang saat bukunya masih disimpan di ruangan bawah tanah. Oleh karena itu, Tao tak pernah lagi meninggalkan buku itu dan selalu membawanya ke mana pun dia pergi karena buku itu menyangkut dengan kehidupan yang ada di Betelgeuse. Itu yang aku ketahui," jelas Rhys. Ia menatap sebuah benda besar yang datang begitu dirinya dan Isla berhenti di sebuah halte. Melihat reaksi Rhys, Isla lantas tertawa. "Tenanglah, itu hanya bus." "Bu-bus? Benda apa itu?" Kedua mata Rhye menyipit dan pria itu sudah bersiap dengan kuda-kudanya. Isla justru semakin terbahak dibuatnya, "sudahlah, ayo naik. Kau akan aman di sini. Perjalanan kita ke rumah akan memakan waktu yang lebih sedikit." "Aku bisa berteleportasi, itu akan lebih cepat—" Isla tak membiarkan Rhys mengoceh lagi dan gadis itu mendorong tubuh Rhys ke salah satu bangku yang kosong, lalu ia mendudukkan dirinya sendiri tepat di sebelah pria itu. "Asal kau tahu saja, aku selalu naik ini setiap kali pergi ke Trollehallar," ujar Isla. Ia menatap Rhys yang terlihat kebingungan sekaligus terpukau dengan salah satu transfortasi umum ciptaan manusia itu. Gadis itu terkikih pelan. "Kau mau membeli sesuatu? Kau mungkin merasa lapar atau ada sesuatu yang ingin kau makan?" Isla kembali berujar. "Bolehkah?" Rhys dengan cepat menolehkan kepalanya pada Isla dan langsung dijawab dengan anggukkan kepala, membuat Rhys terlihat begitu senang dengan kedua mata yang berbinar. "Tentu saja, kau mau makan apa?" "Aku ingin sesuatu yang terasa dingin." Kedua alis milik Isla seketika bertaut. "Sesuatu yang dingin? Seperti apa?" Ia menarik pelan tangan Rhys dan membawa pria itu turun dari bus sesaat setelah busnya berhenti di halte yang lain. "Itu!" Rhys menunjuk ke suatu tempat. Isla mengikuti arah yang ditunjuk Rhye dan gadis itu seketika tersenyum lebar. "Maksudmu es krim?" "Es krim?" Rhys membeo. Isla langsung membawa pria itu menuju sebuah toko es krim yang ada di sana, tanpa benar-benar menyadari tatapan orang-orang di sekitar yang mengarah padanya, lebih tepatnya pada penampilan Rhys dengan pakaian yang sedikit berbeda dari kebanyakan. Isla mengambil beberapa es krim yang ada di etalase lalu membayarnya. Rhys hanya mengikuti setiap langkah gadis itu, membuatnya terlihat seperti seorang anak yang tengah ikut ibunya berbelanja. "Ini," ujar Isla seraya memberikan es krim yang sudah ia keluarkan dari bungkusnya. "Ini rasa vanilla, kau pasti akan menyukainya." Rhys langsung menerimanya dan ia dibuat takjub dengan rasa yang sesuai dengan apa yang ada dalam bayangannya. "Ini enak dan manis, juga dingin!" Isla tersenyum lebar lalu membuka bungkusaj es krim yang lain. "Aku juga membeli beberapa untuk di rumah jika kau memang menyukainya. Tapi jangan terlalu banyak es krim, kau akan sakit perut," ujarnya. "Kau pasti sering memakan ini." Rhys berujar dengan es krim yang mengotori pinggiran bibirnya hingga Isla kembali dibuat tertawa. Gadis itu langsung mengeluarkan sapu tangan dari dalam tasnya dan ia membantu mengelap bibr Rhys yang belepotan hingga pandangan mereka bertemu selama beberapa saat. "Ka-kau harus memakannya dengan benar, atau es krim itu akan mengotori bajumu," ujar Isla lalu kembali memasukkan sapu tangannya ke dalam tas. Rhys membuang pandangannya ke arah lain dan kembali memakan es krimnya. Mereka lalu melanjutkan perjalanan pulang. "Aku jarang makan es krim, hanya di saat tertentu saja. Aku akan membelinya saat aku sedang benar-benar ingin memakannya," ujar Isla. "Jadi kau sering menyimpannya di rumah?" "Jarang, hmm ... ya, kadang-kadang aku menyimpan beberapa di kulkas. Jadi aku membeli beberapa untukmu. Kau bisa mengambilnya di kulkas jika mau." Isla tersenyum dan kembali memakan es krimnya. Rhys menatap Isla yang tengah memakan es krim itu dengan seulas senyuman di bibirnya. —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN