Kedua mata Isla terbuka dan gadis itu langsung mendudukkan tubuhnya dengan napas yang tersengal. Namun hal pertama yang dilihat Isla begitu ia membuka kedua matanya adalah gelap. Hanya ada setitik cahaya kecil yang berasal dari lilin yang mungkin sebelumnya telah dinyalakan oleh ibunya yang diletakkan di atas nakas tepat di sebelah tempat tidur milik gadis itu.
Isla lalu bangun dari posisinya dan ia membuka tirai jendela kamarnya yang sudah ditutup. Kedua matanya membulat saat mendapati kalau keadaan di seluruh kota juga semuanya padam, tak ada satu pun rumah yang listriknya menyala.
Apa yang terjadi?
Dengan segera Isla keluar dari kamarnya dan menuruni satu per satu anak tangga.
"Ibu, kenapa semuanya gelap sekali?" tanya Isla. Gadis itu berjalan menghampiri ibunya yang tengah duduk di sebuah sofa yang terletak di depan perapian yang terasa begitu hangat dan menenangkan.
"Entahlah, ibu juga tak tahu ada apa. Beberapa waktu lalu ada getaran kecil yang ibu pikir kalau itu adalah sebuah gempa, lalu setelahnya disusul oleh angin-angin kencang, dan kemudian semua listrik yang ada di kota ini langsung padam secara serentak," ujar Maria.
Kedua alis milik Isla saling bertaut. "Aneh sekali. Aku tertidur sejak sepulang sekolah dan tak menyadarinya sama sekali," ujarnya. "Oh, iya. Lalu di mana Rhys, Bu?" tanyanya kemudian.
"Rhys? Ah, entahlah ibu juga tidak tahu. Awalnya aku kira dia sedang berada di kamarnya tapi ternyata tidak. Ibu sudah mengecek kamarnya tapi dia memang tak ada di sana dan Ibu rasa Rhys sedang pergi ke suatu tempat tapi aku juga tak yakin."
Isla mendadak merasakan perasaan yang tak enak. "Bagaimana jika Rhys bertemu dengan Kai?" batinnya. "Itu akan sangat gawat."
"Ibu sudah menyiapkan makan malam. Bersihkan dulu tubuhmu baru setelah itu kau makan. Kau akan merasa sedikit lebih baik. Jangan terlalu mengkhawatirkan Rhys, Ibu yakin dia akan baik-baik saja dan dia juga akan kembali ke sini, mungkin dia sedang ada urusan di luar sana." Maria kembali berujar.
"Satu-satunya urusan yang bisa membuat Rhys menghilang seperti ini ialah hanya soal Kai dan juga teman-temannya yang lain." Isla kembali membatin. Gadis itu lalu kembali menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya dan setelah itu ia membersihkan dirinya sebelum akhirnya makan malam.
***
Kedua kaki milik Rhys sudah memasang kuda-kuda. Untuk mencegah api yang dikeluarkan Hugo semakin meluas dan benar-benar berdampak pada kota, Rhys mau tidak mau harus berpindah ke tempat lain, karena meskipun begitu, ia juga memikirkan keselamatan dirinya.
"Jika kau memang bersikeras berniat melindungi gadis yang bernama Isla itu, baiklah. Akan aku lihat seberapa kuat kau dalam melindunginya." Salah satu sudut bibir Kai sudah naik membentuk seulas seringai yang terlihat agak mengerikan. "Aku yakin bukan hanya aku saja yang merasakannya, tapi kau juga merasakan hal yang sama, kalau di dalam diri gadis itu, terdapat sesuatu yang sepertinya sengaja disembunyikan dan seseorang sengaja memasang sebuah penghalang di sana," ujarnya.
Benar, Kai juga menyadarinya. Tapi yang membuat Rhys bingung adalah, siapa yang sudah memasang penghalang itu dan apa yang ada di dalamnya sampai-sampai harus ditutupi oleh penghalang dengan tingkatan yang cukup tinggi dan sulit sekali dihancurkan. Jika seseorang memang berniat menghancurkan penghalang itu dan bahkan masuk ke dalamnya, maka orang itu harus mencari tau siapa pelaku yang memasang penghalang itu dan melemahkannya. Ketika orang yang memasang penghalang itu melemah, maka hal yang sama juga akan terjadi pada penghalangnya, sampai akhirnya penghalang itu bisa dengan mudah dihancurkan.
"Ritual persembahan." Kai tiba-tiba berucap, membuat Rhys kembali memfokuskan dirinya pada pria itu, memastikan kalau apa yang didengarnya barusan adalah tidak benar.
Tapi bagaimana pun Kai barusan benar-benar mengatakan, ritual persembahan, kan?
"Aku akan melakukan ritual persembahan," ujar Kai. "Dan gadis itu, aku akan melakukan ritual itu padanya."
Kedua mata milik Isla seketika membulat. "Kau— jangan pernah berani kau—"
Kai tersenyum miring, "Kenapa? Kau takut gadis manusia yang bernama Isla itu akan terluka? Atau yang lebih parahnya mungkin ... terbunuh?" Kai dan Hugo langsung tertawa melihat reaksi penuh rasa khawatir yang ditunjukkan oleh Rhys.
"Tidak ada gunanya melindungi gadis lemah seperti itu, Rhys. Itu hanya akan menyulitkanmu. Kita bisa menggunakan gadis itu untuk melakukan ritual persembahan saat purnama nanti. Karena aku yakin, kalau kau juga merasakan sesuatu yang kuat dari dalam tubuh gadis bernama Isla itu. Jika penghalangnya tak bisa dihancurkan dengan cara yang baik-baik, maka jangan salahkan kami jika kami harus menggunakan cara yang begitu kasar, bahkan jika nyawa gadis itu yang akan jadi taruhannya, kami tak peduli. Ingat, Rhys! Kita datang ke sini untuk menyalurkan kandungan yang ada di bumi untuk kelangsungan hidup Betelgeuse! Kau tidak seharusnya terlibat dengan manusia dan jika saja kau mendengarkan ucapan kami, maka masalah ini tak akan menjadi seperti ini," tegas Hugo penuh penekanan.
"Jadi, Rhys. Kau tahu apa artinya semua itu? Ini artinya, kau yang menyebabkan semua ini terjadi, Rhys. Kau-lah penyebab semua ini terjadi. Kau sejak awal menentang kami, dan turun ke sebuah hutan lalu mengubah wujudmu menjadi seekor anjing dan bertemu dengan manusia yang bernama Isla itu dan semuanay menjadi diperpanjang olehmu sendiri! Dan jika planet bumi ini benar-benar hancur suatu saat nanti, itu semua adalah ulahmu!" tukas Kai dengan telunjuk yang mengarah pada wajah Rhys.
Seringaian milik Kai semakin melebar. "Ingat, aku tak akan berhenti sebelum benar-benar menemukan keberadaan gadis itu. Aku akan menemukan cara untuk menghancurkan penghalang itu dan jika memang penghalangnya tetap tak bisa dihancurkan dengan segala cara, maka jalan satu-satunya adalah membawa gadis itu ke dalam lingkaran ritual persembahan. Dan satu lagi yang harus kau ingat, Rhys. Gadis bernama Isla itu adalah manusia. Jika penghalang itu benar-benar hancur dan sesuatu yang disembunyikan itu bisa dikeluarkan, manusia itu akan dengan mudah kehilangan nyawanya." Kai secara tiba-tiba terkikih, sebelum akhirnya ia dan Hugo pergi dari sana. Dengan bantuan burung phoenix api raksasa milik Hugo, mereka berdua mencari hawa keberadaan Isla yang bahkan hampir tidak terdeteksi sedikit pun.
Sepeninggal Kai dan Hugo, kedua kaki milik Rhys langsung kehilangan tenaganya dan pria itu langsung ambruk di sana dengan kedua tangan yang mengepal dengan begitu kuat. Ia tahu, kalau Kai tak pernah main-main dengan setiap ucapannya yang artinya, pria itu juga tak main-main dengan kalimatnya dan ia benar-benar akan mencari keberadaan Isla.
***
Isla baru saja selesai membersihkan tubuhnya dan gadis itu mendudukkan tubuhnya di atas permukaan ranjang. Gadis itu membalas beberapa pesan yang dikirimkan oleh Teresa beberapa saat yang lalu saat dirinya masih berada di kamar mandi.
Teresa menggerutu dalam pesan itu karena listrik yang secara tiba-tiba mati dan membuat seluruh kota berubah menjadi gelap, apalagi hari memang sudah benar-benar berubah menjadi malam.
Di saat yang bersamaan Isla mendengar seseorang mengetuk pintu kaca balkonnya dan gadis itu pun segera melihatnya. Dan dugaannya benar, ternyata itu memanglah Rhys yang baru saja kembali setelah pria itu pergi sore hari tadi.
"Kau dari mana saja?" tanya Isla. Gadis itu menatap Rhys dari atas hingga bawah, menatap penampilan Rhys yang terlihat agak kacau.
"Kau bertemu dengan Kai?" tanya Isla. Ia menyuruh Rhys mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di kamarnya. Gadis itu lantas mendudukkan tubuhnya di sebelah Rhys.
"Mulai hari ini, tolong jaga dirimu baik-baik. Aku mengatakan ini bukan karena aku akan pergi, tapi aku tetap tak bisa mengawasimu selama dua puluh empat jam penuh dan kau juga harus melakukan aktivitas lain jadi aku tak mungkin mengurungmu agar selalu berada di dalam rumah," ujar Rhys.
"Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?" Isla balik bertanya.
Rhys terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya pria itu membuang napasnya pelan lalu menyentuh bahu milik Isla dengan menggunakan kedua tangannya. "Sekarang Kai benar-benar mengincarmu, jadi kumohon agar kau bersikap lebih hati-hati. Kau sendiri tahu kalau Kai memiliki kemampuan teleportasi yang kecepatannya sangat cepat, jadi hal itu memungkinkannya untuk bisa berpindah tempat dengan waktu yang terbilang sangat singkat dan tanpa busa diduga-duga," ujar Rhys.
Di detik berikutnya Isla mendadak diam. Kedua tangannya yang berada di atas pahanya pun mengepal kuat.
"Kenapa dia harus mengincarku sampai seperti itu? Sebenarnya apa yang dia inginkan, Rhys? Aku hanyalah manusia lemah!" ujar Isla.
Rhys tak menjawab pertanyaan Isla sama sekali. Kedua mata biru milik pria itu menatap sepasang mata teduh milik Isla. Ia kemudian menggenggam tangan Isla, menatapnya seolah-olah membuat gadis itu tak merasakan khawatir karena Rhys akan selalu ada bersamanya.
***
Listrik sudah menyala kembali saat kedua mata Isla terbuka di pagi hari. Sepertinya petugas listrik di kotanya benar-benar bekerja keras selama semalaman dan mereka patut diberikan apresiasi yang sepantasnya atas kecepatan mereka dalam menghadapi masalah yang tiba-tiba menimpa listrik di kota ini.
Isla menguap, lalu mendudukkan tubuhnya dan menatap pemandangan yang berada di luar kamarnya. Jika sedang seperti ini, ia merasa menjalani sebuah kehidupan remaja-remaja biasa yang seusia dengannya, namun gadis itu selalu tersadar tidak lama setelahnya. Menyadari kalau kehidupannya selama sebulan terakhir ini seolah seperti sedang jungkir balik dan penuh dengan rahasia di luar nalar manusia yang bahkan tak bisa ia ceritakan pada sembarangan orang, karena hanya ibunya saja yang tahu dan Isla berharap kalau ibunya itu bisa benar-benar dipercaya dan menjaga mulutnya agar semuanya tidak sampai terdengar ke lebih banyak orang atau semua ini akan berjalan dengan semakin sulit.
Apakah Isla harus menyesal sekarang? Apakah dia menyesal karena tak menuruti ucapan ibunya dan juga Teresa? Apa ia menyesal karena sudah pergi ke Trollehallar? Dan apakah ia sudah menyesal menolong seekor anak anjing yang ia temukan di sana?
Apakah dirinya merasa menyesal karena sudah menolong Rhys?
Tapi di balik semua penyesalan itu, Isla tak merasa kalau pertemuannya dengan Rhys itu adalah sebuah kesalahan. Ia justru merasa senang di sisi lain.
Tunggu, senang?
Tapi kenapa?
"Selamat pagi."
Tubuh Isla membeku di detik berikutnya dan gadis itu terdiam dengan kedua mata yang berkedip selama beberapa kali, seperti tak berniat membalas sapaan klise di pagi hari yang baru saja dilontarkan padanya itu.
Wajah seorang laki-laki yang begitu dekat dengannya membuat degup jantung gadis itu sedikit meningkat dari biasanya, bahkan sampai-sampai Isla seperti mendengar degup jantungnya sendiri kali ini.
"Rhys!" Isla segera tersadar dari lamunannya dan gadis itu dengan segera mendorong wajah Rhys menjauh dari wajahnya dan bahkan hingga tubuh pria itu hampir saja terjengkang dan jatuh ke belakang, namun untungnya saja berhasil ditahan sebelum tubuhnya benar-benar terdorong dan menyentuh permukaan lantai yang dingin.
"Ka-kau membuatku terkejut!" ujar Isla. "Setidaknya ketuk pintu dulu, aku kan sudah beberapa kali menyuruhmu agar tak masuk ke kamarku sembarangan! Ini kan kamar wanita, bagaimana jika saat kau masuk aku sedang berganti pakaian?!" Kedua pipi Isla menggembung dan gadis itu menunjukkan tampang kesal yang malah terlihat cukup menggemaskan di kedua mata Rhys.
"Aku disuruh oleh ibumu ke sini dan dia menyuruhmu agar aku segera membangunkanmu, Isla. Aku sudah mengetuk pintunya tadi. Kupikir kau sedang mandi tapi ternyata kau masih tidur, dan saat bangun kau bukannya langsung mandi, malah melamun di sini," ujar Rhys seraya mengedipkan kedua matanya dengan tatapan polos.
"A-ah, begitukah?" Kedua pipi Isla perlahan terasa menghangat dan gadis itu pun memutus kontak kedua matanya dengan Rhys dan membuang pandangannya ke arah lain, sebelum akhirnya ia membuka selimut yang masih membungkus tubuhnya dan beranjak dari sana.
"Ka-kau bisa keluar sekarang, aku mau mandi," ujar Isla tanpa menolehkan kepalanya ke belakang. Gadis itu berjalan memasuki kamar mandi.
Rhys yang masih berada di posisinya itu hanya bisa berkedip selama beberapa kali menatap pintu kamar mandi yang kini sudah ditutup, sebelum akhirnya kedua sudut bibirnya naik dan membentuk seulas senyuman tipis, sebelum akhirnya pria itu bangkit dari posisinya dan keluar dari kamar Isla.
Ia menuruni satu per satu anak tangga dan kembali turun ke dapur, menghampiri Maria yang masih terlihat sedang menyiapkan sarapan.
Rhys yang semula hendak mendudukkan tubuhnya itu pun melihat sebuah lemari yang berukuran cukup besar yang biasa digunakan oleh Maria dan juga Isla untuk menyimpan berbagai bahan makanan. Salah satu tangan Rhys terangkat dan perlahan ia membukanya, lalu menatap satu per satu bahan makanan dan juga minuman yang ada di dalam sana. Hingga kemudian kedua matanya melihat bungkusan berisi sosis yang selalu ia makan selama berada di rumah Isla.
"Ada apa, Rhys? Apa kau menginginkan sesuatu?" tanya Maria yang kini tengah mengolesi roti dengan selai stroberi.
Kedua mata Rhys berkedip dua kali dan pria itu pun mengambil sosis yang ada di dalam kulkas dan menunjukkannya pada Maria.
"Aku ingin makan ini," ujar pria itu seraya menunjukkan bungkusan sosis di tangannya.
Maria terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya wanita itu tertawa pelan. "Baik, baik. Aku akan memanggang itu untukmu," ujarnya.
Mungkin karena semula Rhys mengubah wujudnya jadi anak anjing, jadi baik Maria atau pun Isla lebih sering memberikan sosis sebagai makanan Rhys. Maria sempat berniat membeli makanan khas anjing tapi entah kenapa Isla sangat melarangnya kala itu, hingga membuat Maria bingung. Namun ada akhirnya, Maria paham kenapa putrinya itu melarangnya. Karena gadis itu tahu betul kalau anak anjing yang ada di rumahnya adalah merupakan sosok yang menyerupai manusia.
Ketika Maria sedang memanggang sosis, Rhys menatap beberapa roti yang ada di atas meja. Ia mengendusnya pelan layaknya seekor anjing saat ada bau enak yang menghampiri indra penciumannya.
"Baunya harum sekali," ujar Rhys. "Apa aku boleh memakannya?" tanyanya kemudian.
Maria kemudian membalikkan tubuhnya dan ia kembali menatap Rhys. Wanita itu tersenyum dan kemudian mengangguk, "Tentu saja. Kau bisa makan itu. Rasanya enak, kau pasti akan menyukainya" ujarnya.
Salah satu tangan Rhys pun terangkat dan pria itu mengambil salah satu roti yang sudah diolesi oleh selai stroberi. Pria itu menatapnya selama beberapa saat sampai akhirnya ia menggigitnya pelan, lalu mengunyahnya.
"Bagaimana? Enak, kan?" ujar Maria yang ternyata memperhatikan Rhys.
Rhys terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya pria itu membulatkan kedua matanya. "Ini enak sekali!" seru pria itu dengan kedua mata yang berbinar, lalu ia kembali menggigit roti itu.
Tidak lama setelahnya, Isla pun turun dan ia duduk di salah satu kursi yang berhadapan dengan Rhys. Ia melihat pria itu memakan roti di tangannya dengan begitu lahap dan bahkan seperti tak menyadari kedatangannya ke sana sama sekali karena terlalu disibukkan dengan rotinya.
Melihat itu, Isla terkikih pelan. "Padahal itu hanyalah sebuah roti panggang berisi selai tapi kau terlihat sangat menikmatinya," ujarnya. Gadis itu pun mengambil roti miliknya sendiri yang sudah diletakkan di piring lalu memakannya.
"Kurasa Rhys baru pertama kali memakan itu." Maria terkikih. Ia meletakkan sosis yang sudah matang itu di sebuah piring dan meletakkannya di depan Rhys.
Hal itu membuat Isla terdiam dengan kedua mata yabg berkedip selama beberapa kali. "Sungguh? Kau mau makan itu dengan sosis?" ujarnya tak percaya.
"Awalnya Rhys hanya ingin makan sosis. Lalu dia melihat ada roti yang sudah matang di atas meja, dan kurasa dia tertarik karena baunya yang enak. Mungkin dia baru akan memakan rotinya tidak lama setelahnya," ujar Maria. Ia menarik salah satu kursi dan mendudukkan tubuhnya di sana, lalu ikut bergabung bersama dua orang yang sudah berada di sana dan ia pun memakan rotinya yang masih hangat.
"Kurasa aku harus lebih sering mengajakmu berjalan-jalan di sekitar sini. Kau pasti akan terkejut saat menemukan banyak makanan yang lebih enak dari roti panggang yang kau makan itu," ujar Isla.
Kedua mata milik Rhys langsung menatap ke arah Isla. "Benarkah?" ujarnya antusias.
Isla kemudian mengangguk lalu kembalu menggigit roti miliknya. "Tapi yang jadi masalah adalah, pakaianmu. Bukankah pakaianmu itu terlihat agak mencolok dan aneh?" ujarnya lagi.
"Tidak apa-apa, Isla. Mungkin orang-orang hanya akan menganggap kalau Rhys adalah seorang cosplayer." Maria menjawab asal meskipun hal itu ada benarnya juga jika dipikirkan lagi.
Isla terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu kembali memakan rotinya. "Baiklah, aku akan mengajakmu pergi ke luar, Rhys. Kau hanya tau es krim dan sosis, lalu ditambah lagi roti panggang berisi selai stroberi," ujarnya seraya terkikih pelan.
***
Isla menatap lembaran yang baru saja dibagikan oleh guru. Mulai hari ini, ujian semester akan dilakukan dan ia akan terbebas saat liburan musim panas nanti.
Ya, pada awalnya Isla memang berpikir seperti itu. Namun begitu ia teringat kembali dengan permasalahan hidupnya yang baru, Isla justru langsung merasa murung dan tak bersemangat lagi. Padahal dia ingin sekali pergi ke pantai, dan berenang bersama Teresa.
Isla membuang napasnya kasar dan mulai mengerjakan satu per satu soal yang ada di kertas tes miliknya. Semoga saja usaha belajarnya setiap malam tidak sia-sia, karena gadis itu bahkan terlalu malas untuk melakukan tes ulang.
Hingga waktu istirahat tiba, Isla makan bersama dengan Teresa di kantin dan mereka membicarakan tentang tes yang tadi mereka lakukan. Hingga kemudian salah seorang murid laki-laki berjalan menuju meja Isla dan Teresa.
"Apa aku boleh bergabung di sini?" tanyanya.
Kedua mata Isla berkedip dua kali menatap Alex yabg berdiri di sebelah mejanya.
"I-iya, silakan. Kau bisa bergabung di sini," ujar Teresa hingga Alex pun segera mendudukkan tubuhnya di depan kedua gadis itu.
"Bagaimana tes di hari pertama? Apa kalian bisa mengerjakannya?" tanya Alex seraya menatap kedua gadis itu bergantian.
"Ya, kami bisa mengerjakan tesnya." Teresa langsung menjawab saat ia menyadari kalau Isla sama sekali tak memiliki niat untuk menjawab pertanyaan dari Alex.
"A-ah, begitu. Baguslah," ujar Alex seraya tersenyum. Ia lalu menatap Isla yang tampak sibuk dengan makanannya, "Kau pasti bisa belajar dengan semangat karena mendapat dukungan dari seseorang."
Gerakan rahang Isla seketika berhenti dan gadis itu langsung menatap Alex. Bahkan Teresa yang duduk di sebelahnya sampai ikut berhenti di tengah kegiatan mengunyahnya dan kedua gadis itu menatap Alex, menunggu kelanjutan kalimat dari pria itu.
"Tunggu, seseorang? Apa maksudnya?" ujar Teresa seraya menatap Isla dan juga Alex secara bergantian.
Isla yang merupakan objek utama obrolan mereka kali ini pun ikut terdiam dan menatap Alex. Seseorang? Siapa yang pria itu maksud?
Teresa sempat menyikut pelan salah satu lengan Isla namun gadis itu terlihat mengangkat kedua bahunya, seolah berkata kalau dirinya sendiri pun tak tahu siapa yang dimaksud oleh Alex.
Seseorang, katanya? Siapa itu?
"Tapi, kalian serasi kok, hehe." Alex kembali berujar hingga kedua gadis yang duduk di hadapannya itu pun semakin dibuat bingung karena ucapannya.
"Serasi? Maksudmu aku? Dengan siapa?" ujar Isla.
Alex hanya tersenyum tipis dan kembali memfokuskan dirinya pada makanan miliknya.
"Heh, kau berkencan dengan seseorang?" tanya Teresa. Ia menatap penuh ke arah Teresa seolah-olah meminta penjelasan yang sejelas mungkin kepada gadis itu.
Isla semakin dibuat bingung oleh ucapan Alex. Gadis itu memang sedang tidak berkencan dengan siapa-siapa kali ini. Tapi kenapa Alex secara tiba-tiba berkata seperti itu? Siapa yang pria itu maksud? Dan atas dasar apa dia mengatakan hal itu?
Isla pun mencoba mengingat-ingat kejadian beberapa hari kemarin. Dia memang sempat pergi ke luar rumah, berjalan-jalan di sekitar kota bersama dengan—
Rhys?
Kedua alis milik Isla pun seketika saling bertaut.
Tunggu, kemarin Isla memang sempat pergi ke luar rumah bersama dengan Rhys. Apa mungkin yang dimaksud oleh Alex itu adalah ... Rhys?
Serius?
Tapi kenapa Alex bisa tahu? Dari mana pria itu tahu tentang dirinya dan Rhys kemarin? Apa mungkin Alex melihat mereka berdua? Tapi Isla sama sekali tak menyadari kalau di sana juga ada Alex karena saat itu memang di sana suasananya sedang cukup ramai.
"Aku dan Rhys? Ber ... kencan?" batin Isla.
—TBC