56. Doa

1829 Kata
Sebuah lapangan futsal terlihat ramai saat jam baru saja menunjukkan pukul tujuh malam. Alex bersama dengan teman-temannya yang lain, saat ini tengah melakukan permainan futsal karena untuk memanfaatkan waktu luang. Namun entah kenapa, Alex beberapa kali kehilangan fokusnya dan hal itu membuat semua teman-temannya kebingungan karena Alex tak biasanya seperti ini. Pria itu bahkan beberapa kali kedapatan melamun dan kehilangan fokus. "Hei, kau kenapa, Alex? Kurasa sesuatu sudah terjadi. Apa memang ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Kau terlihat ... emmm.. yah, agak berbeda dari biasanya. Apa kau sakit?" Salah satu temannya berujar dengan raut wajah yang terlihat cemas. "A-ah, tidak, bukan begitu. Aku baik-baik saja. Emm— yah, seperti itulah. Aku sekarang sedang merasa tidak mood. Maaf, kurasa aku harus pergi." Alex pada akhirnya pamit dan pria itu segera pergi dari sana. Seluruh teman-temannya pun menatap pria itu dengan pandangan agak cemas karena Alex biasanya selalu bersemangat setiap kali ikut bermain bergabung bersama mereka. "Alex kenapa? Apa yang terjadi dengannya?" Salah seorang pria yang merupakan rekan Alex pun kembali menyahut, namun pertanyaannya hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh rekan-rekannya yang lain. Sementara itu kini Alex berjalan melewati beberapa toko yang bahkan biasanya ia datangi untuk sekadar membeli sesuatu, misalnya camilan, minuman, atau apapun itu yang menjadi favoritnya namun tidak dengan malam ini dan itu terlihat benar-benar tak biasa. Pria iti terlihat sangat kehilangan semangatnya dan ia hanya bisa menghela napasnya selama beberapa kali, hingga akhirnya ia memutuskan untuk duduk di sebuah bangku yang ada di sana dan kemudian mendongakan kepalanya ke atas langit. "Apa yang terjadi, Isla? Kau sebenarnya ada di mana? Semua orang bahkan mencarimu, bahkan para petugas yang bertugas mencari keberadaanmu itu semuanya terlihat sudah benar-benar menyerah dan kau sama sekali tak bisa ditemukan bahkan hingga kasusmu dinyatakan untuk ditutup pun, kau masih belum menunjukkan dirimu di hadapanku. Aku benar-benar khawatir, Isla. Apa kau sendirian di sana? Atau ada yang menemanimu? Di mana kau? Siapa yang sedang bersamamu? Apakah dia orang yang baik? Dan apakah kau saat ini benar-benar baik-baik saja?" Alex menatap bulan uang bersinar di atas sana dan pria itu juga menatap bintang-bintang yang teelihat begitu indah dengan sinar-sinarnya yang terlihat gemerlapan di langit yang berwarna gelap itu. Malam benar-benar terlihat begitu indah saat ini, namun suasana hati pria itu justru sebaliknya. Ia benar-benar semakin kehilangan harapannya. Tak pernah ia membayangkan sebelumnya kalau Isla akan mengalami hal yang mengerikan seperti itu dan juga ia tak pernah membayangkan kalau dirinya sendiri akan mengalami sakit hati. Bukan karena Isla yang tengah dekat dengan laki-laki lain, melainkan karena Alex merasa kalau dirinya sudah gagal dalam menjaga dan melindungi Isla. Ia merasa benar-benar gagal menjadi seorang laki-laki. Namun hebatnya, dia bisa menyembunyikan perasaaan sakit hati itu di depan semua orang dan juga laki-laki itu masih bisa menyunggingkan senyumannya bahkan di depan gadis yang ia sukai sekaligus sumber sakit hatinya itu sendiri. Ya, Di depan Isla, Alex masih bisa tersenyum dengan lebar dan bahkan tertawa dengan keras, namun tidak dengan hatinya yang terasa nyeri. Tapi di balik itu semua, meskipun ia memang merasakan sakit hati, tapi Alex tak ingin berubah menjadi egois, laki-laki itu benar-benar tak ingin terlihat menjadi seorang laki-laki yang jahat di depan mata Isla atau parahnya lagi ia bisa membuat gadis itu semakin bergerak menjauhinya, dan ia tidak mau itu terjadi karena hal itu jauh lebih menyakitkan dari pada ia yang tak mendapat balasan perasaan dari gadis yang bernama Isla itu. Dan siapa sangka juga, kalau pertemuan mereka yang tanpa sengaja di sebuah supermarket itu benar-benar menumbuhkan sebuah perasaan lain di dalam diri laki-laki itu. Di mana ia yang seharusnya meminta maaf karena sudah tanpa sengaja menabrak troli milik gadis itu, justru yang terjadi malah sebaliknya dan justru malah Isla yang meminta maaf padanya bahkan selama berkali-kali. Alex tertawa pelan saat mengingat masa-masa itu. Memang terbilang hal yang sepele bagi beberapa orang, tapi percayalah, momen itu adalah salah satu momen berharga yang akan selalu Alex ingat sampai kapan pun, bahkan hingga beberapa tahun atau mungkin dalam waktu yang tak pernah bisa ia tentukan. Perlahan Alex memejamkan kedua matanya dan menikmati angin yang menerpa permukaan wajahnya dengan begitu lembut. Tanpa terasa keduaa sudut matanya terasa begitu basah, hingga tidak lama setelahnya, ia merasa setetes cairan mengalir dari salah satu sudut matanya dan hal itu benar-benar bukan seperti dirinya yang biasanya. "Ini bukanlah aku. Ini tidak seperti sosok Alex yang biasanya. Ke mana perginya Alex yang super peecaya diri itu? Ke mana perginya dia? Apakah dia terbang dibawa angin? Atau apa?" ujar Alex dalam batinnya. Pria itu kembali tertawa pelan, mengabaikan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya dan juga menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, namun Alex sama sekali tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yanh mungkin saja sudah menganggapnya gila atau semacamnya, laki-laki itu sudah tak peduli lagi dan hanya ingin menenangkan dirinya di sana untuk beberapa saat sebelum benar-benar kembali ke rumah. Malam ini sepertinya ka akan tidur lebih cepat tanpa harus repot-repot menghabiskan makan malam di piring atau menghabiskan waktu sebelum tidurnya untuk bermain game hingga larut malam. Ia tak perlu repot-repot menonton film-film favoritnya, atau apapun itu yang biasa ia lakukan. Usai dari sini, ia akan pulang ke rumah, lalu langsung tidur. Mengabaikan beberapa pertanyaan yang kemungkinan besar akan orang tuanya tanyakan padanya karena perubahan sikapnya yang secara tiba-tiba dan terlalu mendadak itu. Salah satu sudut bibir Alex kemudian naik ke atas. "Loh, Alex?" Seseorang tiba-tiba berujar seraya memanggil namanya. Merasa namanya dipanggil, Alex lantas menolehkan kepalanya ke arah sumber suara yang terdengar tak asing itu dan ia melihat Teresa di sana. "Teresa?" ujarnya. Teresa tersenyum tipis. "Emmm— apa aku boleh duduk di sini?" tunjuknya pada bangku yang Alex duduki. Alex tertawa pelan sebelum akhirnya laki-laki itu sedikit menggeser posisi tubuhnya agar Teresa bisa lebih leluasa duduk di sana. "Ya, silakan. Masih ada tempat di sini untuk tamu yang datang," candanya seraya tertawa pelan. Teresa ikut terkikih mendengar ucapan Alex barusan. Gadis itu membuang napasnya pelan kemudian berkata, "kalau boleh tahu, apa yang sedang kau lakukan di sini? Emmm— apa kau sendirian?" tanyanya. Ia menoleh ke berbagai arah untuk memastikan apakah ada yang menghampiri mereka berdua atau tidak. Namun, Teresa tak melihat siapapun yang datang ke bangku yang mereka berdua duduki itu. "Ya, begitulah. Aku kebetulan hanya sendiri di sini, hehe." Alex tersenyum tipis. "Begitu, tapi kurasa kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Kau ... Sedang apa berada di sini?" Teresa kembali bertanya usai pertanyaannya yang di awal tal mendapatkan jawaban sama sekali. "Ah, itu. Maaf, aku baru saja selesai bergabung bermain futsal dengan beberapa teman-temanku tapi entah kenapa aku mendadak kehilangan mood-ku. Entahlah, kurasa malam ini aku benar-benar sedang tak ingin bermain futsal atau semacamnya. Padahal biasanya aku selalu bersemangat," ujar Alex. Laki-laki itu lalu kembali menatap ke arah langit, menatap kembali bintang-bintang yang bersinar di atas langit. "Ah, begitu rupanya. Kurasa aku tahu apa yang membuatmu seperti itu. Kau ... Pasti sangat merindukan Isla, kan? Jika kau yang biasanya merasakan semangat yang menggebu-gebu itu mendadak kehilangan semangat, itu artinya kau memang sedang kehilangan sesuatu yang menurutmu sangat berharga bagimu. Dan saat ini Isla masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan segera kembali dan aku yakin kalau hal itu cukup mengganggu pikiranmu, Alex. Aku bisa melihat dari kedua matamu dan aku bisa mengerti apa yang kau rasakan saat ini," ujar Isla. Alex pun menatap Teresa yang duduk di sebelahnya selama beberapa saat sebelum akhirnya laki-laki itu menjawab, "benarkah? Ternyata kau benar-benar bisa paham dengan apa yang aku rasakan sekarang, ya, Teresa. Kau benar-benar hebat," ujar Alex dengan diiringi oleh kikihan pelan. "Oh, iya, lalu kau sendiri sedang apa berada di sini? Apalagi kau juga sendirian kan?" Alex balik bertanya pada Isla. "Ah, ya. Aku hanya sedang berjalan-jalan di sekitar sini, hehe. Aku sudah mencoba untuk belajar tapi aku tak bisa fokus sama sekali dan itu sangat menggangguku, apalagi saat ini Isla belum juga kembali dan kita masih sama-sama belum mendapatkan informasi apa-apa karena pihak sekolah yang memutuskan untuk menutup kasus Isla dan mereka lebih memutuskan untuk mengakhiri dan menutup pencarian ini. Benar-benar tidak berguna," ujar Teresa seraya menundukkan kepalanya. Gadis itu menghela napasnya berat karena terlalu merindukan sahabatnya yang saat ini entah berada di mana itu. "Ujian semester besok akan dilakukan dan aku yakin nanti Isla akan mengomel setiap hari karena ia harus melakukan ujian semester susulan. Dan di saat orang-orang pergi berlibur untuk musim panas, Isla justru mau tidak mau harus belajar demi mempersiapkan ujian semesternya sendiri." Teresa tertawa begitu membayangkan raut wajah Isla yang begitu terlihat kesal dengan wajah yang memerah hingga ke telinga. "Dia pasti terlihat sangat lucu dan menggemaskan, ya," sambung Alex. "Tapi meskipun begitu, kita sebagai temannya juga setidaknya harus memberinya dukungan agar dia semangat belajar dan bisa benar-benar mempersiapkan ujian semesternya. Bukankah begitu?" ujarnya lagi. "Haha. Ya, kurasa kau benar. Mungkin saat dia sudah kembali nanti, kita setiap hari hatus mendampinginya untuk belajar dengan sangat giat demi nilai-nilai ujiannya yang sempurna!" sahut Teresa kembali dan mereka berdua pun tertawa. "Oh, iya, kalau begitu kurasa aku harus pulang terlebih dulu. Apa tidak apa-apa?" pamit Teresa. Ia sudah meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke luar rumah dan berjalan-jalan mencari udara segar dan ibunya pun mengizinkan, asalkan Teresa pergi tak terlalu lama karena hari yang semakin malam dan wanita itu merasa khawatir terjadi sesuatu yang tidak-tidak. "Benarkah? Ah, kalau begitu biarkan aku yang mengantarmu pulang." Tiba-tiba Alex berujar. Laki-laki itu kemudian berdiri dari posisinya dan ia menatap Teresa yang terlihat terkejut. Gadis itu berkedip selama beberapa kali, kemudian Alex menyambutnya dengan tawa renyah. "Aku serius, Teresa. Aku akan mengantarmu pulang. Jadi ayo, kurasa malam ini aku benar-benar akan tidur lebih awal dan aku akan langsung masuk ke dalam kamarku begitu aku sampai di rumah, haha. Dan tenang saja, tidak ada biaya antar alias ini gratis!" ujar Alex. Teresa meninju pelan salah satu lengan Alex dan juga gadis itu pun menerima ajakan Alex dan mereka memutuskan pulang bersama dengan menggunakan mobil milik Alex yang terparkir tak jauh dari sana. Di sepanjang perjalanan keduanya sesekali mengobrol dan bercanda, membuat suasana mobil itu menjadi agak ramai karena obrolan dan juga tawa yang berasal dari mereka berdua. Hingga sesampainya di rumah Teresa, gadis itu segera turun dari mobil milik Alex dan kemudian mengucapkan terima kasih pada pria itu. "Ingat, besok akan ada ujian semester dan kau harusnya belajar dan bukannya malah tidur!" tegur Teresa diiringi tawa pelan. "Haha. Baik, baik. Akan aku usahakan. Aku akan belajar dengan keras di dalam mimpiku!" ujar Alex. Laki-laki itu kemudian segera berpamitan pulang dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah Teresa, hingga pada akhirnya benar-benar menghilang dari pandangan gadis itu. Teresa pun segera masuk ke dalam rumah dan gadis itu langsung masuk ke dalam kamar. Usai berjalan-jalan di luar rumah, pikiran Teresa terasa sedikit lebih baik dari sebelumnya dan gadis itu pun memutuskan untuk belajar. Setidaknya, ia masih harus tetap fokus pada sekolahnya dan di samping itu, ia juga harus selalu berdoa perihal kesehatan Isla dan berdoa agar Tuhan selalu melindungi sahabatnya itu di mana pun gadis itu berada, dan entah dengan siapa pun dia di sana. —Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN