Jalan-jalan santai di sekitar danau, menikmati matahari pagi dan keindahan pemandangan serta menghirup udara segar, usaha Delisha untuk menyegarkan pikirannya. Ada banyak orang lain di sekitarnya, tetapi ia merasakan energi yang unik semenjak di rumah Mister D, Delisha yakin ada sesuatu atau seseorang yang membuntutinya. Namun, sampai detik itu dan ke mana pun matanya memandang, ia tidak menemukan makhluk tersebut. Hanya karena ia tidak disakiti, sehingga Delisha tidak terlalu cemas, tetapi juga sedikit tidak nyaman karena percakapannya dengan anak-anak Mister D. Jadi, sambil berjalan menuntun Siberian, Delisha menelepon ayahnya.
"Dad, jemput aku di rumah Tuan Ali Hussain jam 9 ini."
"Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa tidak nyaman," desah Delisha.
"Tidak nyaman bagaimana? Apa ada yang melakukan sesuatu padamu?" desak Richard panik.
"Bukan begitu, Dad. Ini hanya soal ... anak-anak itu ...."
"Mereka kenapa? Mereka memaksamu atau apa?"
"Mereka sangat baik, tetapi ... mereka suka membicarakan soal ibu mereka dan berkata padaku bahwa aku harus menikahi ayah mereka, itu membuatku tidak nyaman, Dad. Kenapa mereka membicarakannya sangat mudah padahal aku orang asing bagi mereka?"
"Hmm, mungkin pernikahan di usia muda belia hal yang biasa di komunitas mereka. Jangan khawatirkan hal itu, Delly. Aku tidak akan mengizinkanmu menikah di usia semuda ini. Kau harus selesai sekolah dulu dan punya penghasilan sendiri."
Delisha tertawa kecil. "Ya, Dad, aku tidak khawatir soal itu. Hanya saja seluruh percakapan itu terasa aneh bagiku."
"Aku jemput kamu sekarang juga!" tegas Richard, tetapi disergah Delisha.
"Tidak, tidak, Dad. Tunggu sampai jam 9 saja. Aku tidak ingin membuat mereka tersinggung jika aku tiba-tiba pulang. Mereka orang-orang baik, hanya aku yang bermasalah, jadi aku rasa tidak pantas bersikap agak kasar pada mereka."
"Baiklah, Delly. Untuk kali ini Daddy ikuti keinginanmu, tapi untuk selanjutnya, sebaiknya tidak ada lagi acara menginap ke rumah mereka."
"Ya, Dad. Aku mengerti."
Delisha menutup teleponnya, lalu berjalan lebih cepat untuk menyelesaikan satu putaran sebelum ia kembali ke mansion Mister D. Sementara tak jauh di belakangnya, ada yang patah hati, hingga tak sanggup melangkah. Sungguh-sungguh menyakitkan hati Devdas bahwa ia ditolak sebelum ia melakukan apa pun. Ia ingin memarahi anak-anak, tetapi juga tidak bisa menyalahkan mereka. Ingin ia berteriak kenapa, akan tetapi juga tidak ingin menjadi selembek itu.
Akhirnya Devdas mengiringi Delisha dengan langkah serba salah. Begitu mereka kembali ke mansion, ia memisahkan diri. Devdas ke kamarnya untuk meratap.
Delisha memasuki mansion melalui pintu depan dan seketika terkesima melihat dua pemuda berperawakan serupa yang seluruh tubuhnya berpendar cahaya perak. Mereka mengenakan celana dothi serta sabuk pinggang dan aksesoris dari perak. Kedua pemuda itu berdiri di ambang tangga seperti dua pengawal, berlutut untuk bersalut padanya.
"Nona, senang bertemu Anda lagi," kata kedua pemuda itu.
"S-siapa kalian?" Delisha gelagapan salah tingkah.
"Saya Qoysan," kata yang sebelah kiri.
"Saya Qoy'an," kata yang sebelah kanan.
"Kami adalah pengawal pribadi Mister D."
Delisha terdiam karena takjub. Mister D bahkan punya pengawal pribadi dari makhluk astral. Sesakti itukah Mister D ini? Ia sering melihat orang-orang yang menggunakan jin dan sejenisnya untuk membantu urusan bisnis dan sebagainya, tetapi penampakan makhluk seagung ini baru pertama kali dilihatnya.
Qoy'an dan Qoysan memang kerap mengiringi ke mana pun Devdas pergi karena tuan mereka itu jadi sering mabuk-mabukan, sehingga mereka akan mengawalnya pulang agar tidak terjadi masalah.
Rani dan kedua adiknya berlari kecil menuruni tangga sambil berceloteh menyapa kedua pengawal itu. "Qoy'an, Qoysan, selamat pagi!"
"Selamat pagi, Nona Muda, Tuan Muda!"
"Mana Papa?"
"Ayah kalian sedang beristirahat di kamar."
"Oh. Oke, kalau begitu kami akan menyiapkan sarapan lebih dulu! Delisha-ji, apa kau ingin ikut? Ayo kita ke dapur."
"Ya, tentu. Kita ke dapur," sahut Delisha, melangkah ke dapur sambil menatap terkagum-kagum pada Qoy'an dan Qoysan.
Ada banyak makhluk berwujud indah yang dilihatnya, termasuk para anak-anak, membuat Delisha jadi penasaran makhluk seperti apakah Mister D ini. Sayangnya, ketika ia melihat pria di halaman depan itu jaraknya terlalu jauh dan ia hanya sempat sekilas menampaki pundaknya saja.
Di dapur, mereka memasak sarapan ala Amerika ala kadarnya, seperti telur, roti bakar, dan bacon serta segelas s**u. Delisha memperhatikan Rani kemudian membuat secangkir kopi hitam.
"Ini untuk ayahku," kata Rani. Ia lalu menyiapkan cangkir itu di nampan untuk membawanya ke atas.
"Kau akan mengantarnya untuk Mister D?" tanya Delisha.
"Iya. Ini favorit ayahku setiap pagi."
Delisha menyelanya. "Bolehkah aku sekalian ikut. Aku belum pernah menyapa beliau dan aku ingin berterima kasih atas malam tadi sekaligus minta maaf karena telah merepotkan."
Rani tertawa kecil kemudian berusaha membuat wajahnya serius lagi. "Maaf, Delisha-ji, semenjak ibu kami tiada, ayahku menjadi sangat sentimen terhadap perempuan lain. Nah, jika kau perhatikan, tidak ada pegawai perempuan di rumah ini. Itu karena ayahku merasa tidak nyaman. Jadi, aku harap kau mengerti jika lebih baik kau tidak perlu bertemu ayah kami."
"Oh ...."
Kemudian Rani berlalu membawa kopi ayahnya. Delisha jadi kikuk, apalagi mendapat tatapan berbinar dari Aaryan dan Chander, tetapi sekejap kemudian anak-anak itu berpaling karena bersedih. "Ayah kami yang malang," ucap sendu keduanya.
Delisha bergegas menata isi piring untuk kedua anak itu. Ia taruh roti bakar, telur ceplok, dan bacon di atas roti, ditambah selembar keju dan sesendok mentega. "Eh, ini, ayo kita makan dulu."
"Terima kasih, Delisha-ji!" Aaryan dan Chander lalu mulai bersantap bersama Delisha.
Rani kembali dari atas, ikut bergabung sarapan bersama mereka sambil berbincang-bincang.
"Delisha-ji, bagaimana kalau siang ini kita piknik di halaman rumah kami?" ajak Rani.
Delisha menampik dengan sungkan. "Maaf, sayang sekali, aku sudah minta jemput ayahku jam 9 ini."
Rani, Aaryan, dan Chander terperangah kecewa. "Apa? Kami kira kita akan main sampai sore."
"Sorry, guys. Tidak bisa selama itu. Aku harus pulang .... Aku banyak pekerjaan rumah ...."
"Yaah ...." Anak-anak lalu melanjutkan makan mereka dengan kepala tertunduk.
Delisha jadi tidak enak hati. "Mmm. Mungkin lain kali ...," katanya.
Aaryan dan Chander yang mendongak bersemangat. "Sungguh? Nanti main lagi ke sini, ya? Janji, ya, Delisha-ji?"
"I-iya ... aku janji ...." Kemudian Delisha menyeruput susunya untuk menutupi desahan serba salahnya. Kenapa aku jadi tidak enak hatian begini? Uuhh ....
Rani senyum-senyum saja. Ayahnya tadi sempat curhat Delisha tidak nyaman di rumahnya dan itu membuatnya nyaris putus asa. Namun, Rani yakin, selama Delisha belum jadi milik siapa pun, akan selalu ada peluang bagi ayahnya kembali bersama Delisha.
Jam 9 tepat, mobil jemputan Delisha datang. Richard Lee benar-benar menjemput anaknya dan tidak ingin melewatkan satu detik pun. Delisha berpamitan di pintu depan lalu bergegas masuk ke mobil. Siberian duduk di pangkuannya. Kendaraan itu pun melaju, tanpa ada keinginan Richard melihat ke belakang.
Delisha duduk di samping Richard sekonyong-konyong memeluk lengan ayahnya itu.
"Ada apa, Delly?" tanya Richard.
"Hanya terpikir, pasti berat bagi Daddy menyandang semuanya sendirian. Daddy tahu pasti sulitnya mengurus anak-anak tanpa kehadiran seorang ibu. Aku jadi mengerti kenapa Daddy tidak serta merta menikah atau bergonta-ganti pacar. Daddy memikirkan perasaanku, bukan? Karena bisa saja wanita yang bersama Daddy tidak mengerti rasa cinta Daddy pada anaknya."
Richard manyun berpikir sesaat. "Sebagian besar karena itu. Sebagian lagi karena pekerjaan. Lagi pula, kau tidak pernah mengeluh atau menyuruhku untuk menikah. Kenapa? Apa kau senang Daddy ini sendirian saja agar hanya kau yang bisa mengurusku?"
Delisha tertawa kecil. "Aku dulu berpikir begitu, Daddy, tetapi sekarang aku mulai berpikir kita tidak akan bersama terus menerus. Aku semakin dewasa dan suatu saat aku harus meninggalkanmu. Saat itu aku yakin kau butuh teman pendamping hidup. Namun, di atas semua itu, aku rasa Daddy punya masalah kepercayaan. Tidak ada seorang pun layak dipercaya bagi Daddy. Apakah itu karena pekerjaan Daddy seorang agen rahasia?"
Richard tertawa hambar. "Ini percakapan yang sangat dalam antara kita, Delly. Kau mengenalku sangat baik." Kemudian ia tatap ke dalam mata berkemilau indah milik putrinya itu dan berujar menenangkan. "Aku hanya berharap jika kita harus hidup terpisah kelak, aku sudah cukup membekalimu agar kau bisa menjaga diri dan orang-orang yang hidup bersamamu melindungimu dan menyayangimu lebih baik dari aku."
Delisha peluk ayahnya dan berujar lirih bahagia. "Thanks, Daddy!"
***
Ini tidak adil!! Kenapa, ya Tuhan? Kenapa kau membuat situasiku dan Delisha sangat sulit?? Batin Devdas berteriak demikian sementara ia memijat area di antara kedua alisnya. Jika saja Delisha cukup umur 18+, ia tidak perlu susah-susah mendekati Delisha. Akan ia culik dan rayu dengan gaya BD.SM. Akan ia buat jatuh cinta dengan gaya Stockholm syndrome. Akan ia paksa Richard Lee menjualnya, lalu ia beli dengan harga berapa pun lalu ia nikmati tubuhnya sepanjang malam. Namun, itu semua hanya khayalan. Ia tidak sanggup mengungkapkan kekecewaannya di hadapan anak-anak saat mereka satu meja untuk menyantap makan siang.
"Kami sudah melamarkan Delisha-ji untukmu, Pa," ungkap Aaryan dan Chander dengan bangganya.
Devdas tidak sanggup menatap kedua anak itu. Ia pejamkan mata seolah sakit kepala, di samping ia memang sakit kepala karena keseringan mabuk.
Rani yang jadi sebal dengan adik-adiknya. Ia mengomel, "Kalian ini sebaiknya diam saja mulai sekarang! Kalian mengacaukan semuanya, tahu tidak? Kalian pikir Delisha segenit itu mau nikah dengan orang yang jauh lebih tua darinya, apalagi punya anak 3? Apa kalian lupa kalau kita harus jadi temannya dulu supaya dia sayang pada kita?"
Aaryan balas omelan Rani dengan suara nyaris berteriak. "Dia pasti sayang karena kita satu-satunya orang yang bisa melindunginya dan menghargai kelainannya. Lagi pula, buat apa bertele-tele? Apa kau tidak melihat Papa sudah menderita seperti ini?"
Devdas yang tadinya ingin memarahi si kembar menjadi kehilangan amarahnya. Ia berujar mendesah lelah. "Sudahlah, anak-anak. Jangan kita bahas lagi soal hari ini, oke? Kita cari peluang lain untuk mendekati ibu kalian dan jika bertemu dengannya lagi, ingat, jangan sebut soal pernikahan, oke?"
Aaryan, Chander, dan Rani tertunduk dan menyahut serentak. "Oke, Pa ...."
"Sekarang, ayo kita makan. Papa jadi lapar memikirkan ini terus," ringis Devdas. Ia berusaha menata mood-nya agar tidak membebani anak-anak. Mereka lalu makan ala kadarnya tanpa semangat.
Saat suasana makan mulai nyaman, Vijay datang ke sisi Devdas dan memberitahunya sesuatu. "Tuan, ada tamu."
Devdas mendelik tajam saat masih mengunyah. Ia ingin menyuruh Vijay mengatasi atau mengusir tamu tersebut, tetapi Qoy'an dan Qoysan juga menghampirinya membuat Devdas terdiam. "Tamu kali ini bukan orang biasa, Tuanku. Melihat seragamnya, sepertinya berasal dari Underworld. Kami menduga ia utusan Tuan Xelios."
Mendengar hal itu, Devdas mempercepat makannya, kemudian ia berujar pada anak-anaknya. "Kalian diam di kamar. Jangan ikut campur selama Papa bicara pada orang ini." Lalu ia meninggalkan ruang makan tanpa menunggu sahutan anak-anak itu.
Apakah anak-anak patuh disuruh demikian? Tidak. Justru mereka ingin tahu. Jadi, mereka mengintip diam-diam dari balik plafon saat ayah mereka dan tamunya berada di ruang kerja.
Si tamu adalah seorang wanita berpakaian zirah model swimsuit seperti superhero wanita di komik dan film animasi keren. Sangat seksi. Tubuhnya atletis, langsing berotot keras. Rambut pirang tergerai, serta mengenakan tiara warna keemasan dan berhias permata warna ungu tua. Model tiara itu setipe gelang tangan dan tameng tulang kering di sepatu botnya. Wanita itu memperkenalkan dirinya bernama Gea dan nada bicaranya sangat mengintimidasi Devdas.
"Saya dikirim ke sini untuk mengawasi, Anda, Tuan Devdas. Tugas saya memastikan Anda melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal dan Anda tidak berbuat ceroboh lagi seperti yang sudah-sudah."
"Ceroboh bagaimana? Aku tidak pernah melakukan kesalahan!"
"Anda telah menyebabkan Nona Delisha tewas, saya ingatkan kembali, jika Anda lupa. Kejadian itu bisa dicegah jika saja Anda melaporkan terlebih dahulu pada Tuan Xelios sebelum Anda bertindak."
Devdas terperangah. Tidak menyangka Xelios mengirimnya peringatan dengan cara demikian. Apalagi menggunakan kematian Delisha sebagai alasan. Tangan Devdas terkepal di lututnya dan gemetaran menahan marah. "Apa kau bilang tadi? Xelios tahu sejak awal Delisha berurusan dengan misinya. Jika ia tidak ingin Delisha tewas, seharusnya ia peringatkan sejak awal. Seharusnya ia larang Delisha sejak awal!"
"Master saya sudah memperingatkannya bahkan membiarkan dia memegang emblem The Lady untuk keselamatannya, tetapi ia memilih menyelamatkan Anda lagi dan lagi karena Anda lalai."
Devdas bergumam lirih. "Emblem The Lady?"
"Ya, dan karena kejadian itu emblem The Lady hilang bersama Delisha. Emblem itu tersimpan dalam dimensi astralnya. Saya ditugaskan mengambil kembali emblem itu dan saya akan melakukan segala cara untuk menuntaskan misi tersebut."
Bola mata Devdas membesar seolah ia siap menerkam Gea, akan tetapi wanita itu bergeming tak kenal takut. Tentu saja, karena jika mati, Gea akan memperbanyak diri yang berarti membunuhnya hanya akan menambah kekesalan Devdas berkali- kali lipat. Ia kecam wanita itu. "Apa maksudmu melakukan segala cara? Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Delisha dan kau tahu Xelios bahkan menganggap Delisha cucunya. Hanya karena ia tidak berdarah Xin lalu keselamatannya diabaikan demi emblem itu?"
"Ini dilakukan dengan mempertimbangkan besar kecilnya kerugian yang diakibatkan. Lagi pula, jika Nona Delisha cukup kuat, ia akan bertahan saat saya mengakses penyimpanan dimensi astralnya."
Kening Devdas berkerut dalam. "Dan bagaimana caramu mengakses dimensi astralnya?"
Gea mendongak menatap plafon, lalu tanpa basa basi ia arahkan tangannya ke atas. "Seperti ini!" ujarnya.
Brak!! Plafon jebol dan Rani tertarik ke tangannya.
"Kyaaaah!" teriak gadis kecil itu. Rani ketakutan dan kesakitan dicengkeram Gea.
"Kurang ajar!" Devdas hendak melemparkan jurus bola apinya pada Gea, tetapi wanita itu menjadikan Rani sebagai sandera.
Gea memegangi belakang Rani, lalu sebelah tangan mencengkeram masuk ke dalam rongga da.da Rani membentuk lubang bercahaya. "Kyaaaaahhh! Papa ... tolong aku!" Rani berteriak sampai berlinang air mata.
Devdas melancarkan Nigrum Mortem-nya membelit Gea. Qoy'an dan Qoysan muncul turut membantu menolong Rani. Aaryan dan Chander juga mempelesatkan tenaga mereka ke arah wanita jahat itu. Rani terlepas dari cengkeraman Gea dan wanita itu meledak. Namun, bukannya hancur berkeping-keping, dari satu Gea, malah muncul satu lagi sehingga ada dua Gea dalam ruangan itu dan keduanya berdiri sama tegak, tanpa bekas cedera, serta tersenyum menyeringai. Gea yang pertama berujar mencemooh. "Saya hanya mencontohkan caranya karena Anda yang meminta, Tuan Devdas."
Yang lainnya terperangah. Devdas tarik Rani ke dekapannya. Ia sangat geram pada wanita itu sehingga meneriakinya. "Pergi sekarang juga dari rumahku, perempuan berengsek!"
Gea 1 malah bersedekap dan duduk di kursi dengan santai menyilangkan kakinya. Gea 2 duduk di lengan kursi mendempet di sisi kembarannya. Gea 1 berseloroh lagi. "Sayang sekali saya tidak akan pergi dari sini. Mulai saat ini saya akan tinggal bersama Anda, Tuan Devdas."
Devdas membisu seribu bahasa. Ia tarik anak-anaknya ke sisinya dengan sorot tajam tertuju pada wanita itu. Rani dan si kembar menangis sesenggukan.
Gea 1 melirik sekitarnya. Karena tidak ada yang menyambut kedatangannya, ia beranjak sambil berujar tanpa mempedulikan tuan rumah. Gea 2 mengikutinya. "Saya akan minta pelayan tadi menyiapkan kamar untuk saya dan belahan saya. Jika saya dibunuh lagi, maka akan semakin banyak kamar yang saya pakai, jadi jangan ceroboh lagi, semuanya. Selamat siang dan semoga hari Anda sekalian menyenangkan seperti hari saya!"
Wanita itu melenggang bak nyonya rumah. Devdas, ketiga anaknya, serta Qoy'an dan Qoysan tak berkutik. Setelah jeda sesaat, anak-anak memeluk Devdas dengan si Rani menangis kejer. Devdas bergegas menelepon Xelios dan berteriak di telepon. "Apa-apaan kau, Xelios? Jika kau membenciku, bukan begini caranya. Kenapa kau kirim wanita lak.nat itu ke rumahku?!"
Xelios menyahut dengan embusan napas lelah. Ia mengucek lubang telinganya yang berasa rontok isinya setelah diteriaki Devdas. "Maksudmu Gea? Bagaimana? Dia sesuai seleramu, bukan? Tipe hardcore dan tidak akan goyah oleh kata-kata manis atau wajah tampan."
"Jangan bercanda, Xelios! Kau tidak tahu apa yang dilakukannya pada putriku. Ia menyakiti Rani dan membuat anak-anakku ketakutan. Ancaman macam apa itu? Aku tidak akan menoleransi hal ini. Aku akan mengatakan pada Richard Lee kau mengirim pembunuh bayaran mengincar putrinya, biar kau tahu rasa!"
"Tunggu dulu, Devdas. Jangan emosi dulu," bujuk Xelios.
"Jangan emosi bagaimana? Dia membahayakan anak-anakku, juga Delisha. Aku akan membunuhnya segera setelah aku tahu caranya." Devdas akan mendatangi Erion untuk mencari tahu cara menghabisi perempuan se.tan itu.
"Dengarkan aku. Gea tidak seberbahaya itu. Dia sama seperti Gyo, tidak akan ada seorang pun yang mati oleh serangan mereka. Kelelahan mungkin, tetapi tidak mati, Dev. Aku jamin. Gea itu kasar di luar tetapi hatinya lembut. Mereka seperti jamur ragi yang diperlukan untuk mengolah makanan menjadi lembek."
Devdas tidak percaya hal itu karena tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya. Ia lanjut meneriaki Xelios. "Aku tidak peduli bahkan jika ia bisa mengubah tepung jadi bolu sekalipun. Aku ingin ia keluar dari rumahku!"
"Tidak, Devdas. Aku akan tetap menempatkannya di rumahmu karena ia harus memastikan kau melaksanakan tugasmu. Sudah berbulan-bulan kau mangkir. Cukup berdukanya atau kau akan kehilangan pamormu karena terciduk mengejar ABG. Pikirkan baik-baik, Devdas. Delisha sedang menikmati masa-masa tumbuh kembang, jangan kau usik dia. Lebih baik kau fokus menyelesaikan pekerjaanmu. Soal emblem itu ... aku tidak tahu harus bagaimana, tetapi jika terdesak, Gea harus mengambilnya secara paksa dari dalam tubuh Delisha. Dia juga akan mengawasi Delisha melalui anak-anakmu untuk menunggu momen itu. Aku tidak mungkin menaruhnya di sisi Delisha karena Richard Lee tidak akan suka, serta Delisha akan curiga mengenai kehidupan alternatifnya, benar bukan?"
"Tetapi kenapa ia mesti menyerang putriku?"
"Aku rasa supaya kau tidak terkejut lagi jika ia melakukannya dan juga ia perlu rangsangan membelah diri. Serangan kalian membantunya."
"Sialan!" desis Devdas. Ini salah satu alasan ia benci wanita yang rumit. Ia hanya suka Delisha. Oh , Delisha ... cepatlah dewasa, sayang ....
Devdas menutup teleponnya. Ia tertunduk dalam dengan tangan bertumpu ke meja kerja. Anak-anak serta Qoy'an dan Qoysan menatapnya prihatin. Anak-anak lalu menggoyang lengannya. "Papa, bagaimana , Pa? Apa yang harus kita lakukan pada ibu-ibu tadi?" desak mereka.
Devdas mendengkus seraya menegapkan badannya supaya berwibawa kembali. "Kalian juga kenapa tidak mendengarkan larangan Papa. Sudah Papa bilang 'kan jangan ikut-ikutan urusan Papa. Kalian selalu saja bandel. Huh!"
Ketiga anak itu merengut menyesal. "Maafkan kami, Pa ...."
Devdas mendesah pasrah seraya merangkul anak-anaknya. Dalam hatinya terkenang dan menyebut lagi nama mendiang istrinya. Delisha-ji... bagaimana kami melalui semua ini tanpamu? Ia hanya bisa berkata, "Sudahlah .... Tidak apa-apa. Gea ada benarnya. Papa tidak bisa terus-terusan mengejar ibu kalian di masa kini. Papa harus mengisi waktu sambil menunggunya dewasa." Dan seharusnya juga fokus merawat anak-anaknya hingga dewasa.
Qoy'an dan Qoysan mendekatinya untuk mengemukakan ide mereka. "Tuanku, bagaimana jika kita minta bantuan Raja Erion?"
Devdas langsung cemberut. "Tidak perlu minta bantuan dia! Seolah Erion yang paling kuat saja. Aku bisa mengatasi ini. Kalian pikir aku tidak berpikir? Melibatkan Erion bisa jadi hal ceroboh. Jika Erion mengetahui soal ini, aku yakin ia akan menyusun rencana baru terhadap Delisha."
Kedua jin itu lekas berlutut. "Ampuni kebodohan kami, Tuanku. Kami benar-benar tidak berpikir sejauh itu."
"Tidak apa-apa," Devdas menukas tak bersemangat. Terpikir olehnya bertanya pada Akshay, tetapi jin itu pun tidak dapat dipercaya lagi. Apalagi Akshay sibuk dengan kehidupan barunya sebagai artis.
Jadi, begini ceritanya. Akshay mendapat jatah hadiah dari Erion. Ia meminta kalung benggol yang sama seperti milik Prakash. Atas desakan Maya, Akshay mengubah wujudnya menjadi manusia yang ternyata cukup tampan. Maya yang berpengalaman di dunia entertainment, mengajak suami dan anaknya menjadi artis film Bollywood. Jadilah mereka keluarga artis yang terkenal di India.
Lihat 'kan? Semua orang berakhir hidup bahagia kecuali aku. Devdas kembali merutuk nasib. Namun, ia tetap berusaha move on. Mulai hari itu, diaturlah Gea bekerja padanya. Gea 1 mengikuti Devdas bekerja dan menjalankan misi, sedangkan Gea 2 mengikuti anak-anak ke sekolah.
Ketika masuk sekolah setelah libur beberapa hari, Delisha berada di halaman saat mobil keluarga Ali Hussain tiba di gerbang sekolah. Ia ingin menyapa anak-anak itu seperti biasa, akan tetapi Delisha terhenyak melihat anak-anak itu keluar dari mobil dengan muka cemberut, bahkan menoleh ke arah lain seakan enggan bertatapan dengannya. Kemudian seolah ia tahu itulah penyebab anak-anak itu bermuram durja, seorang wanita beraura kobaran warna ungu muncul di belakang mereka. Pakaiannya berupa blazer yang sangat ketat dan rok super pendek. Dagu terangkat dan sorot mencemooh mengitari sekelilingnya.
Delisha sampai menelan ludah susah payah oleh aura mengintimidasi wanita itu serta kaget pada wujud jin yang terang-terangan tampil layaknya manusia. Delisha berusaha menyapa mereka seperti biasa. "Hai, Rani, Aaryan, Chander! Apa kabar?"
"Seperti yang kau lihat, Delisha-ji, kami baik-baik saja," jawaban dingin mereka.
"Oh iya," sahut Delisha kikuk.
Gea maju melengos di antara anak-anak. Ia berhenti di hadapan Delisha, melipat kedua tangan di bawah gundukan dadanya, lalu mencondongkan wajah ke hadapan wajah Delisha seraya berujar ketus. "Ouwh, jadi kamu yang bernama Delisha? Selamat, salam kenal!" Gea mengulurkan tangan untuk menjabat Delisha. "Perkenalkan! Aku Gea, asisten pribadi Mister D," ucapnya dengan penekanan penuh di setiap kata.
Delisha mengernyitkan pundak menjauhkan tangannya dari sentuhan Gea. Ia meringis pada wanita itu seperti membawa kuman berbahaya baginya. Bukankah katanya Mister D alergi wanita, tetapi kenapa malah menjadikan wanita sebagai asisten pribadinya? Padahal anak-anaknya kelihatan tidak suka pun. Hmm. Mister D, kenapa tega sekali tidak memikirkan perasaan anak-anak Anda? Hmmm ....
Itu membuat Delisha berpikir dalam sepanjang hari. Memikirkan ... Mister D.
***
Bersambung...
Follow my insta.gram sisilianovel