Sehabis dari mall tadi, Alika hanya bisa menahan malunya sepanjang perjalanan sampai menuju apartement Devan. Gila sih ini, malunya minta ampun. Dan lebih malu lagi, Devan tadi membantunya mencarikan pakaian dalam untuknya!
Ya Tuhan tenggelamkan aku! Ucap Alika dalam hatinya.
Lucunya lagi, Alika tidak habis pikir mengapa Devan memeluknya. Apakah seorang gay tidak jijik memeluk wanita?
Fix! Aku bingung, sebenarnya Devan itu pria yang menyukai sesama jenis bukan sih?
Alika bertanya dengan dirinya sendiri dalam pantulan cermin. Ya, saat ini gadis itu sedang berada di dalam kamar mandi lebih tepatnya kamar mandi Devan. Sehabis belanja pakaian dalam di mall tadi, Devan hanya mengantar Alika ke apartementnya setelah itu Devan kembali ke kantor karena ada tugas mendadak. Entahlah Alika tidak tahu tugas mendadak apa di sore hari menjelang malam ini. Yang terpenting, ia bersyukur karena dia bisa lega tanpa pria itu mengingat insiden di mall.
Penasaran, Alika mengambil ponsel yang ia letakkan di samping wastafel, -kebiasaan Alika jika mandi ia selalu membawa ponselnya hanya untuk mendengarkan lagi sembari mandi- lalu ia langsung membuka Google.
Apakah seorang gay sanggup memeluk seorang wanita?
Hasil dari Google sangat membuat Alika bingung. Namun ada satu artikel yang menurutnya match dengan pertanyaannya meskipun tidak terlalu banyak dan itu disangkutkan dengan agama. Langsung saja Alika pun membuka artikel tersebut dan membacanya sembari menggosok gigi.
Gay sering dianggap tidak memiliki berahi terhadap perempuan. Ada gay yang menikah dengan perempuan, namun ternyata sebagian dari mereka tetap menjalin hubungan dengan sesama laki-laki.
Lalu apakah gay benar-benar tidak dapat berhasrat terhadap perempuan?
كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُخَنَّثٌ فَكَانُوا يَعُدُّونَهُ مِنْ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ قَالَ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا وَهُوَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ وَهُوَ يَنْعَتُ امْرَأَةً قَالَ إِذَا أَقْبَلَتْ أَقْبَلَتْ بِأَرْبَعٍ وَإِذَا أَدْبَرَتْ أَدْبَرَتْ بِثَمَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أَرَى هَذَا يَعْرِفُ مَا هَاهُنَا لَا يَدْخُلَنَّ عَلَيْكُنَّ قَالَتْ فَحَجَبُوهُ
Seorang mukhannats (waria) masuk ke tempat para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mereka (istri Nabi) menganggapnya sebagai orang yang tidak memiliki berahi terhadap perempuan.
(Sumber: https://islampedia.id/dapatkah-gay-berhasrat-kepada-perempuan-ffb0ceebb8b2)
"Devan itu gay bukan waria. Kenapa hasil di Google tidak ada yang benar dengan apa yang aku alami saat ini sih?" Alika menggerutu. Lalu ia menyudahi menggosok giginya.
"Apa memang dia itu pribadi yang sangat biasa memeluk wanita meskipun dia penyuka sesama jenis? Apa jangan-jangan... astaga!"
Wajah Alika yang terkejut itu terlihat jelas dalam pantulan kaca. Ia mendekatkan wajahnya ke arah bayangannya di pantulan kaca.
"Ya Tuhan Devan... apakah... apakah kamu bisexual?" Ucapnya syok.
***
Devan membuka pintu apartementnya. Saat ia memasuki apartnya, ia dikejutkan dengan pemandangan di mana Alika sedang tertidur pulas di sofa dan dengan tv yang menyala. Gadis itu sedang menonton drama korea dan ketiduran.
Devan hanya mendengus. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju kamar dan ia langsung membersihkan dirinya.
Sehabis mandi, ia pun kembali menuju ruang tv di mana Alika masih tertidur pulas. Devan tersadar, gadis itu tidur dengan tangannya yang memeluk keripik kentang.
Devan menggelengkan kepalanya sambil berdecak. "Tidak habis pikir dengan gadis ini." Ujarnya.
Ia pun langsung mematikan tv, lalu pria itu menepuk pelan pipi Alika. "Alika, bangun!"
Sudah dua menit Devan mencoba membangunkan gadis itu namun tetap saja tidak ada tanda-tanda gadis itu terusik. Jangan harap Devan mengangkat tubuhnya yang berisi itu.
Devan mencubit hidung Alika berharap semoga ia kehabisan napas dan langsung terbangun. Namun, gadis itu malah mengibaskan tangan Devan sambil menggumam tak jelas. Dan merubah posisi tidurnya.
Membuat Devan heran, apa semua perempuan tidur seperti orang mati?
Mau tidak mau Devan pun akhirnya mengalah dengan egonya yang tadinya tidak ingin mengangkat Alika malah menjadi sebaliknya.
"Kau harus membayar lebih dari ini, Alika."
***
Rasa nyeri di perutnya membuat Alika terbangun dari tidurnya. Mata Alika terbelalak kaget saat mendapati Devan berada tepat di wajahnya.
"Ya Tuhan!" Ucap gadis itu membuat Devan langsung menjauhkan wajahnya.
"Dari tadi saya melihat kamu meringis dengan mata terpejam. Kenapa? Mimpi buruk?" tanya Devan langsung. Alika bisa melihat raut wajah Devan yang khawatir.
Eh khawatir?!
Jangan gila Alika!
"Tidak... hanya saja perutku nyeri."
"Mungkin karena kamu melewatkan makan malam." Celutuk Devan mengingat mereka melewatkan makan malam karena Alika sudah tertidur.
Tidak. Alika terkadang sudah biasa melewatkan malamnya karena masalah diet.
Sesuatu mengalir deras di area intimnya. Membuat Alika spontan memegang alat kelaminnya yang tertutupi oleh celana tidurnya. Membuat Devan juga langsung menatap ke arah tangan Alika.
"Jangan lihat arah sini juga Devan m***m!"
Devan berdecak saat ia hendak mengalihkan pandangannya, sesuatu berwarna merah tercetak jelas di ranjang spreinya.
"Kamu pendarahan?" tanya Devan ia benar-benar takut Alika meninggal. "Lika, kita harus ke rumah sakit sekarang."
Alika mengernyit bingung. Pendarahan apanya?!
Alika pun mengikuti arah mata Devan dan astaga! Dirinya melihat ada noda darah. Pantas saja perutnya sakit. Tapi, kenapa harus sekarang sih?! Kenapa masa haidnya muncul di saat ia sedang bersama Devan! Dia harus menanggung malu dua kali. Dari insiden membeli pakaian dalam dan ia 'bocor'.
Double s**t.
"Ngga perlu ke rumah sakit, Dev. Aku baik-baik saja." Ujar Alika sambil merubah posisinya.
Ia bingung haruskah ia mengangkat spreinya sekarang atau nanti? Bodohnya lagi ia tidak membawa panty liner. Dan tidak mungkin juga ia mencari benda itu di saat ia dalam keadaan 'bocor' parah.
Devan menautkan alisnya. "Baik-baik gimana maksud kamu? Kamu pendarahan Alika!"
"Dev berhenti bilang aku pendarahan! Aku nggak hamil." Cetusnya kesal.
Pendarahan your head! Buat anak aja belum gimana mau pendarahan coba.
"Jadi ini apa? Darahnya berasal dari mana? Apa kakimu terluka?"
Aishhh...
Alika benar-benar bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Devan. Dia itu pura-pura tidak tahu atau apa! Kenapa juga musti pasang wajah yang sok polos gitu? Apa jangan-jangan dia tidak tahu ciri-ciri perempuan kena haid?
"Aku gak papa... tapi aku boleh minta tolong?"
Devan mengangguk.
"Belikan aku panty liner ukuran 29cm yang ada tulisan wings-nya."
Pikiran Devan yang berkecamuk itu pun akhirnya sadar, saat ini Alika sedang mendapatkan tamu bulanan. Reaksinya yang berlebihan membuatnya malu dan kali ini Devan mencoba bersikap biasa saja. Saat ini tidak ada yang lerlu ia khawatirkan lagi, Alika tidak sakit, ia hanya sedang mendapatkan tamu bulanannya.
"Oke, jangan lupa bersihkan ini." Ucap Devan menunjuk bercak darah di spreinya dengan dagu.
"Gak usah diingatin juga pasti aku bersihkan!" Balas Alika jutek.
Devan tidak menggubris, pria itu langsung mengambil dompet di atas nakas dan berlalu pergi mencari panty liner untuk Alika.
***
"Kamu gak pergi kuliah?"
Devan memasang dasinya sambil menatap Alika yang saat ini masih rebahan di atas kasur.
"Nggak lagi sakit perut."
"Ok, kalau gitu nanti siang saya jemput makan bersama atau kamu mau makan sendiri?"
Alika mengedikkan bahunya. "Terserah."
Tidak ada jawaban dari Devan, "Ya sudah, saya berangkat dulu. Sarapan sudah saya buat tinggal makan saja."
Alika langsung merubah posisi tidurnya menjadi duduk. "Ambilin dong, Dev. Perutku sakit sekali."
"Apa hubungannya!" Ujar pria itu, tetapi tetap saja Devan pun mengambil sarapan tersebut di meja makan dan memberikannya pada Alika.
"Kamu tuh ya, coba aja sehari jadi perempuan. Rasakan gimana sakitnya haid di hari pertama." Ucap Alika kesal.
"Nggak perlu, karena Tuhan sudah menggaris takdir saya jadi pria tulen. Jadi tidak perlu harus merasa seperti yang kamu bilang tadi." Ucap Devan enteng.
Alika mencibir. "Pria tulen dari mana!"
"Maksud kamu?" tanya Devan heran.
Alika menutup bibirnya sambil merutuki mulutnya yang suka ceplos itu.
"Lupakan. Sudah sana pergi."
"Kamu ragu kalau saya tulen?" Devan bertanya lagi dan matanya menatap Alika dengan lurus.
Alika mengibaskan tangannya. "Sudahlah Devan, lupakan saja. Aku mau makan."
Devan menarik piring Alika membuat gadis itu menatap Devan dengan kesal.
Empat mata itu saling memandang. Masing-masing melontarkan apa yang ada di pikiran mereka hanya dalam saling menatap satu sama lain.
Devan mengalah pria itu pun meletakkan kembali piring itu kepada Alika. Tanpa ucapan Devan pun akhirnya pergi ke kantor meninggalkan Alika dalam keterpakuannya.
***
Sesuai janji, Devan benar-benar menjemput Alika di apart hanya untuk makan siang bersama.
Alika satu harian ini sangat bosan di apart pria itu. Menonton drama The World Of The Married pun masih tidak bisa membuang rasa bosannya. Ditambah rasa sakit di perut dan mood-nya yang kacau membuat hari Alika semakin buruk.
Ia benar-benar tidak suka hari pertama di mana ia sedang mendapat datang bulan. Rasa nyeri di perut benar-benar membunuhnya. Biasanya jika seperti ibunya menyiapkan air jahe untuknya. Namun, tidak ada yang bisa ia harapkan saat ini.
"Kamu ngapain menungging di sofa?" tanya Devan heran dengan kelakuan gadis ini yang aneh.
"Lagi hilangin rasa sakit perut."
Devan duduk di sofa matanya masih terkunci menatap Alika yang menungging.
"Dengan cara seperti itu?"
"Iya, aku membacanya di artikel."
"Mau makan gak?"
Alika menyudahi kegiatannya dan duduk di sofa. "Ngga mood."
"Siang harus makan Alika, nanti sakit."
"Makan sekali gak langsung bikin sakit, Devan." Ujar gadis itu kalem.
"Saya mau pergi cari makan keluar. Kamu harus ikut." Paksanya.
"Gak mau, Dev... kamu pesan aja ya. Makan sini."
Devan menghela napasnya. "Baiklah, tapi kamu harus makan. Paham?"
Alika mengangguk saja walaupun ia lagi tidak mau makan karena perutnya terasa nyeri.
Devan pun memesan makanan mereka dengan aplikasi online. Sedangkan Alika menatap Devan dalam diam. Ada sesuatu yang ingin Alika tanyakan pada Devan. Namun Alika tidak yakin apakah sekarang adalah waktu yang tepat?
To be continue