Ayra lalu duduk di kursi tepat di sebelah Daddy nya, Agha. Dia kembali membuka suaranya. “Mom, Dad…” “Ayra ingin mengatakan sesuatu. Sebenarnya ini sudah dari satu bulan yang lalu. Dan Ayra sudah pikirkan ini dengan matang…” “Ayra juga sudah mendalami ilmunya…” “Dan Ayra sudah yakin dengan ini semua, Mom, Dad.” Zuha, dia melihat putrinya dengan senyuman tercetak di wajahnya. “Apa itu Sayang ?” Tanya Zuha seraya merespon kalimat sang putri. Lain halnya dengan Agha. Dia melihat putrinya dengan pandangan yang berbeda. Ayra, dia meremas-remas jemarinya. Dengan keyakinan yang bulat, dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Ayra sudah yakin mau menjadi Mualaf.” Zuha menghentikan gerakan tangannya, dan menatap lekat putri semata wayangnya.