Seharusnya Hayato kembali ke Yubikana setelah mendapatkan pengobatan dari Mirai, tapi ia sangat nyaman berada di sana. Ia ingin tinggal lebih lama lagi.
Membantu orangtua Mirai yang menganggap dirinya sendiri seperti seorang anak. Sementara perasaan Hayato pada Mirai semakin tak terbendung lagi, ia jatuh cinta begitu dalam pada gadis itu.
Setiap Hayato mencoba menghilangkan pikiran tentang Mirai, ia tak pernah bisa. Mirai sudah mengisi dirinya dengan banyak sekali cinta dan bunga asmara, sampai membuat seorang kesatria bisa lupa akan tujuan awalnya melalang buana.
Meskipun ia masih berusia 19 tahun kini, tapi ia pikir rasa cintanya itu bukan hanya main-main. Hayato benar-benar mencintai Mirai.
Sudah seminggu lamanya ia berada di rumah keluarga Mirai, ia bahkan tak berniat untuk kembali dalam waktu dekat, bahkan dalam surat yang ia berikan pada Ishuke, ia mengatakan bahwa akan lebih lama lagi berada di tempat itu.
Meskipun ia merasa nyaman berada di sana, tapi ia tahu bahwa seharusnya ia kembali untuk berlatih. Ia ingin janji-janji dengan para gurunya untuk membalas dendam kematian orangtua dan kakaknya. Sayangnya semua tak semudah itu.
Orangtua Mirai, yakni Keluarga Kata sudah menerima dirinya seperti anak sendiri. Menganggapnya Hayato lebih dari tamu yang baru saja datang dan kemudian pergi.
Bahkan Hayato membantu Mirai lepas dari paksaan pernikahan Tsukimiya.
Tepatnya tiga hari lalu, saat Hayato membantu Mirai merangkai bunga untuk upacara pemujaan Dewa. Tsukimiya datang dengan para keroconya, membuat onar kembali.
Hayato menghadapi mereka semua dengan gagah, bahkan mereka dan Tsukimiya kembali kabur seperti yang sudah-sudah, dan sejak hari itu Tsukimiya tak pernah lagi menampakkan dirinya.
Entah karena takut atau karena bosan mengejar Mirai yang tak pernah mau mencintainya, padahal berbagai cara telah Tsukimiya lakukan.
Dulu sebelum Hayato datang Tsukimiya begitu sulit mendapatkan Mirai, sekarang Hayato datang harapan untuk mendapatkan Mirai semakin menipis.
Sementara Mirai sedikit lega mengetahui Tsukimiya yang menjauhi dirinya, ia memang tak pernah menyukai pemuda arogan itu, meskipun sejak kecil terang-terangan Tsukimiya menyukainya.
"Hayato, kau mau menemaniku mencari tumbuhan obat di bukit?" tanya Mirai saat ia melihat Hayato selesai latihan pedang.
"Tentu. Dimana?" Balik tanya Hayato.
"Di bukit, tak jauh dari perbatasan hutan. Aku takut Tsukimiya akan datang lagi jika aku pergi sendiri," ujar Mirai sambil mengambil keranjang punggungnya.
"Tenang saja, mulai saat ini aku akan terus bersamamu. Laki-laki itu tak akan berani menyentuhmu lagi," ucap Hayato semangat.
Setelah memasukkan pedangnya kedalam sarung, Hayato berjalan bersama Mirai beriringan. Mereka sambil bercerita dan kadang Hayato melakukan hal konyol hanya untuk membuat Mirai tertawa.
Sementara itu, Mirai merasa tenang berada di sisi Hayato. Ia tak pernah merasakan hal itu sebelumnya, Hayato mampu membuat dirinya aman dan terjaga, bahkan ia merasakan bahwa Hayato akan menjadi bagian dari hidupnya.
Meskipun kemudian Mirai menyadarkan dirinya, bahwa tak mungkin seorang kesatria mencintai gadis desa sepertinya. Walau dari awal Hayato tak pernah menyinggung keluarganya, tapi Mirai yakin jika Hayato adalah bagian dari sebuah keluarga yang cukup terpandang, setidaknya seorang kesatria dengan hidup berkecukupan.
Tak berapa lama mereka sampai di tempat yang di maksud Mirai, di sebuah bukit rendah dengan banyak sekali tumbuhan baik pohon maupun rumput senjang.
Mirai memberitahu tumbuhan obat mana yang harus Hayato ambil, Hayato mengerti tentang itu, meskipun ia tak begitu pandai membedakan tumbuhan satu dengan lainnya karena bentuk dan warnanya yang hampir mirip.
Dengan telaten Hayato mencari, dan membantu Mirai. Sesekali ia melihat wajah Mirai yang begitu cantik meskipun hanya dari samping.
Senyumnya saat itu begitu tipis terlihat bahagia, Hayato berpikir bagaimana caranya ia mengatakan betapa bahagainya ia bisa bertemu dengan Mirai, dan jatuh cinta pada Pandangan pertama dengan Mirai.
Seandainya ia tak begitu ketakutan akan sebuah penolakan.
Bertahun hidup di pengasingan dan jauh dari sebuah perkenalan membuat Hayato tak begitu mampu mengenal seorang perempuan, maka dari itu ia sekarang merasa sedikit canggung jika harus berterus terang.
Mirai dan Hayato masih mencari tanaman obat itu, hingga keduanya lelah masing-masing. Hayato menghentikannya, begitu pula Mirai yang kemudian duduk di atas rerumputan.
"Kau membuat obat sendiri?" tanya Hayato kemudian.
"Tidak, Ibu yang membuatnya," jawab Mirai.
Hayato mengangguk perlahan.
"Orangtuamu begitu sayang padamu ya, Mirai," kata Hayato lagi.
"Iya. Tapi, mereka bukan orangtua kandungku," ujar Mirai.
"Maksudmu?" tanya Hayato tak paham maksud Mirai.
"15 tahun lalu, ketika aku berumur empat tahun. Perang saudara pecah di depan Kanto, Ayahku yang seorang prajurit mati di medan tempur dan Ibu meninggal setahun kemudian," cerita Mirai.
Lebih lanjut kemudian Mirai menceritakan bagaimana akhirnya ia bertemu dengan keluarga Kata dan akhirnya mengubah namanya menjadi Mirai, yang awalnya tak pernah ia ingat lagi.
Bayangan kematian orangtuanya begitu membekas di pikiran Mirai, meskipun cukup lama ia sesekali masih mengingat bagaimana Ayahnya datang dari medan tempur dengan di tandu lumuran darah dan sudah tanpa nyawa.
Sejak kematian Ayahnya, sang ibu begitu steres sampai akhirnya jatuh sakit dan meninggal. Kemudian Keluarga Kata mengangkatnya karena mereka tak memiliki seorang anak pun.
Mendengar ucapan Mirai itu, Hayato jadi membayangkan bagaimana ia juga telah kehilangan kedua orangtua sejak kecil. Namun, seperti halnya Mirai yang ada orangtua angkat yang begitu menyanyanginya, Hayato pun merasa bahagia ada orang-orang yang juga menyayanginya, guru-guru yang begitu peduli padanya.
"Mari kita pulang," ajak Mirai setelah cukup lama ia mengakhiri ceritanya.
Hayato mengangguk mendengar ajakan Mirai itu, kemudian Hayato membawa keranjang punggung yang hendak di ambil oleh Mirai. Hayato tak ingin Mirai kelelahan setelah melakukan pekerjaan berat itu.
***
Beberapa bulan lamanya Hayato dan Mirai saling kenal satu sama lain, Hayato mantap memutuskan untuk menikahi seorang Mirai.
Ketika mengatakan itu awalnya Mirai dan keluarganya ragu, takut Hayato menyesal jika menikahi seorang gadis desa, tapi Hayato sudah membulatkan tekadnya.
Hayato juga menyuruh Ishuke sang guru datang ke Hokayo sebagai wali nikahnya. Sesuai waktu yang tepat, pernikahan pun di laksanakan di kuil.
Mirai begitu cantik mengenakan pakain kimono tradisional pernikahan, shiromuku (kimono putih), sedang Hayato memakai montsuki haori hakama (kimono hitam).
Acara pernikahan itu hanya di hadiri keluarga dan kerabat dekat mereka, dan berlangsung begitu sakral.
Pemuka kuil melakukan prosesi pernikahan pada umumnya, lalu melakukan janji suci untuk keduanya.
Perasaan bahagia kini nampak di wajah mereka, termasuk Ishuke. Ia merasa benar-benar bahagia, meskipun awalnya ia sedikit kaget ketika Hayato mengatakan ingin melangsungkan pernikahan.
Tapi, sebagai guru dan juga orangtua angkat tunggal ia sangat bahagia, bahwa anak angkat serta muridnya memiliki hidup baru yang lebih baik.