Sudah beberapa hari sejak berada di sana, Hideyoshi juga belum mendaptkan tas miliknya. Ia sudah mengelilingi Sibichu namun ia belum kembali menemukan pencuri yang mengambil miliknya. Menyebalkan sekali.
Ia masih ingat bagaimana tragedi itu terjadi.
Malam itu sesampainya ia di kota Sibichu, ia berhenti untuk menikmati sake beberapa gelas. Tapi, ia lupa bahwa ia tak pandai minum, hanya beberapa teguk saja ia langsung mabuk dan tak sadarkan diri.
Waktu terus berjalan, saat itulah tasnya diam-diam diambil seseorang. Ketika terbangun pada pagi hari, ia mendapati dirinya sudah berada di luar kedai, mungkin karena sang pemilik menganggap Hideyoshi sebagai seorang pengganggu yang tak membayar.
"Anak muda, kau jadi membeli?" tanya seorang penjual buah menyadarkan Hideyoshi yang melamun sambil mengelus apel merah ranum.
"Ah iya paman," ujar Hideyoshi sambil memberikan satu logi dan mengambil satu buah apel.
"Aku memberimu tambahan pir," kata pemilik kedai buah itu sambil memberikan pada Hideyoshi, tapi Hideyoshi berusaha menolak, ia bukan pengemis tak perlu di kasihani. "Terima lah, panenku sedang bagus. Aku memberikan buah sebagai rasa syukur terhadap Sang Dewa pemberi rezeki."
Hideyoshi mengangguk menerima buah itu lalu tersenyum ramah. Pemilik kedai itu membelas senyuman manis dari Hideyoshi.
"Apa kau seorang ronin?" sambung pemilik kedai sambil bertanya.
"Iya, Paman. Aku seorang ronin, apa itu terlihat jelas?"
Sang pemilik kedai menggeleng perlahan, "kau sepertinya ada masalah. Tak seperti biasanya para ronin berkeliaran dengan santai di Kota ini."
"Aku kehilangan tas dan barang-barangku," kata Hideyoshi.
"Kau di rampok?" tanya pemilik kedai lagi.
"Tidak. Aku hanya mengalami pencurian."
"Aku bisa memberitahumu ..., di dekat perbatasan kota ada kumpulan pencuri. Kemungkinan mereka juga yang mengambil barang-barangmu," papar pemilik kedai.
"Kemana arah tempat mereka, Paman?" Hideyoshi begitu antusias mendengar ucapan pemilik kedai itu. Wajah lesunya berubah, ia berharap barang-barang miliknya ada di sana.
"Kau ikuti arah jalan ini, belok sebelah matahari terbenam. Di sana ada sebuah rumah kumuh, biasanya para pencuri berkumpul." Pemilik kedai memberikan arah pada Hideyoshi.
Hideyoshi mengangguk dan berucap terima kasih pada pemilik kedai, kemudian berlalu pergi menggunakan kudanya.
Ringkikan kuda terdengar kencang saat tali kekang di hentakkan, kemudian kakinya yang bersepatu besi membentak tanah, menimbulkan suara kencang.
Dengan kecepatan yang memiliki batas, Hideyoshi pergi kearah mana pemilik kedai itu mengatakan tempat kemungkinan barangnya berada.
Jika barang-barangnya bertemu ia bisa lebih cepat menuju Edo dan bertemu Daimyo kekaisaran untuk menunjukkan surat penggabungan itu. Semakin lama ia berada di sana maka akan semakin cepat kemugkinan Iwabhana bergabung dengan Iwachi.
Ia tak mau hal itu terjadi, ia ingin hidup di tanah merdeka, karena kemungkinan pun jika Iwabhana bergabung meskipun tetap di satu pulau Simazen tapi ia akan menjadi ronin di sana, karena ia mantan Bunshin tak bertuan.
Tak berapa lama ia sampai di ujung kota, ia menuju arah matahari terbenam, ada sebuah rumah kumuh di sana, seperti yang di katakan para pemilik kedai tadi.
Hideyoshi menarik kekang tali yang membeli mulut si kuda, kemudian berhenti. Hideyoshi turun dari sana.
"Hei kalian yang ada di dalam!! Keluar!!" teriak kencang Hideyoshi di depan pintu rumah itu. "Jika tidak rumah ini akan aku bakar!!"
Suara kencang Hideyoshi itu rasanya menggelegar, tak mungkin orang yang berada di dalam tak mendengarnya. Benar saja tak lama kemudian, pintu rumah itu terbuka. Tiga orang muncul dari sana, dengan pakaian hitam kotor.
Mata ketiganya tajam menatap Hideyoshi seolah menantang.
"Apa yang kau lakukan di sini?! Kenapa kau berteriak?!" seru salah satu dari mereka yang memiliki tubuh pendek dan tambun.
"Aku kehilangan tas dan barang-barangku, seseorang bilang kemungkinan kalian mengambilnya."
"Di kota ini bukan hanya kami pencurinya, kau menuduh tanpa bukti."
"Pasti kalian kan yang mencuri barangku di kedai sake empat malam lalu!"
Pria bertubuh tambun itu hanya terdiam, lalu mengisyaratkan kedua orang lainnya untuk menyerang Hideyoshi.
Keduanya mengeluarkan pedang dari sarungnya lalu berlari menuju Hideyoshi sambil berteriak seolah membakar semangat.
Hideyoshi mau tak mau melawan mereka setelah mendapat serangan, ia mengeluarkan dua pedang dari sarungnya.
Perkelahian terjadi, dan tak menunggu berapa lama akhirnya Hideyoshi memenangkan pertarungan itu.
Hideyoshi mendobrak pintu, beberapa orang yang ada di sana kaget bukan main. Namun, belum sempat mereka berkutik Hideyoshi lebih dulu menodongkan ujung pedangnya pada pria tambun sebagai sandra.
"Jika kalian berani bergerak, leher pria gendut ini akan kutebas!" seru Hideyoshi.
Ke lima laki-laki yang mengelilingi Hideyoshi dengan pedang mengacung yang sudah keluar dari sarungnya hanya bisa tertegun diam.
Sementara pria yang di sebut gendut oleh Hideyoshi tadi hanya bisa meneguk air liurnya yang terasa kering. Begitupun dengan kaki yang gemetar.
"Jangan apa-apa kan aku, aku belum ingin mati," ujar pria tambun itu memohon pada Hideyoshi.
Hideyoshi tak peduli dengannya bahkan sedikitpun tak ada rasa iba ataupun kasihan.
"Aku tak akan membunuhmu, jika kau mengatakan di mana barang-barangku yang telah kalian curi di kedai sake bintang malam?" tanya Hideyoshi.
"Kedai Bintang Malam?" ulang salah satu orang yang berada di kiri Hideyoshi. "Jika maksudmu kedai sake yang ada di dekat jalan keluar ... itu bukan daerah curian kami, seseorang pria bernama pendekar gagang merah yang membentuk perkumpulan pencuri."
Hideyoshi terdiam, memahami ucapan pria itu. Ia sama sekali belum pernah mendengar pendekar gagang merah. Apa mereka bohong? Tapi, sepertinya tak mungkin mereka sampai membohongi dirinya.
"Dimana mereka?" tanya Hideyoshi.
"Mereka tinggal di sebuah kuil yang tak jauh dari pintu masuk," jawab laki-laki itu lagi.
"Jika sampai kalian membohongiku, maka bukan hanya pria gendut ini yang kubunuh tapi kalian juga. Ingat aku seorang ronin yang setiap hari bermain pedang." Hideyoshi menggertak mereka lalu menurunkan pedangnya dan menjauhkannya dari pria tambun itu.
Setelah memasukkan pedangnya kedalam sarung, Hideyoshi berbalik dan berjalan santai meninggalkan enam orang itu. Mereka tak berani bertindak setelah mengetahui siapa sebenarnya Hideyoshi.
Sementara Hideyoshi sudah sampai di kudanya, menaikinya kemudian berlalu meninggalkan rumah itu.
Pria tambun itu mengintip dari celah pintu dengan senyum tipis di ujung bibirnya. Sepertinya ada yang sedang menyenangkan pikirannya.
"Kita akan mendapatkan Sibichu setelah gagang merah kalah," ujar pria tambun itu.
"Bagaimana kau yakin?" tanya salah satu rekannya.
"Dia ronin bukan, pasti dia ahli pedang. Aku yakin bisa mengalahkan Gagang Merah. Jika itu terjadi kelompok Kucing Hitam akan menjadi Raja Pencuri yang baru." Pria tambun itu semakin kegirangan, beberapa rekannya mengangguk-angguk bahagia.
Sebenarnya bukan hanya mereka pencuri dan perampok di sana, masih banyak lagi. Tapi, beberapa kelompok lain memiliki daerah sendiri, sementara setengah daerah Sibichu di kuasai pendekar gagang merah beserta perkumpulannya.