Hideyoshi mulai bangun saat musim dingin tiba, dokter mampu menyelematkan nyawanya dan menghambat racun itu menyebar ke seluruh tubuhnya.
"Ibhiki," panggil pelan Hideyoshi. Suaranya masih parau. "Berapa lama aku tak sadarkan diri?"
"Sekitar 10 hari," jawab Ibhiki.
"Apa? Aku sudah terlalu lama tidur." Setelah mengucapkan hal itu, Hideyoshi berusaha bangun dari tidurnya.
Namun, saat hendak bangun hal itu malah membuat tangan dan kepala Hideyoshi kembali nyeri. Ia tak bisa bangun dan kembali terjatuh.
"Istirahatlah, dokter bilang kau harus banyak istirahat lagi pula ini musim dingin." Norariku berusaha menenangkan Hideyoshi yang terus mencoba bangun.
Hideyoshi tak bisa memaksakan dirinya, akhirnya ia tertidur kembali. Sambil masih membuka matanya.
Ibhiki dan Norariku duduk di samping tubuh Hideyoshi. Mereka menunggu sejak Hideyoshi tak sadarkan diri. Bahkan mereka juga mengurus segala keperluan dan pengobatan Hideyoshi.
Seperti minggu lalu...
"Dia membutuhkan obat, sayangnya aku kehabisan obat itu," ujar sang dokter.
"Obat apa itu? Kami bisa mencarinya untukmu," kata Ibhiki berusaha membantu.
"Seharusnya aku membelinya, tapi aku bisa meraciknya sendiri. Bahan obat itu adalah anggrek bulan ungu, bunga itu tumbuh di bukit tak jauh dari kota ini, ini musim yang baik untuk memetiknya," ujar sang dokter.
Ibhiki mulai berpikir untuk membantu, tapi Norariku sepertinya enggan untuk melakukan apapun. Meskipun itu untuk membantu nyawa Hideyoshi.
"Kami akan membantu, beri waktu sampai besok sore. Hari ini kami berangkat mencari," ucap Ibhiki.
"Aku akan menjaganya di sini, aku takut jika kelompok itu sampai datang lagi dan ingin membunuh, Yoshi."
Setelah Norariku mengucapkan itu Ibhiki mengangguk kemudian berlalu pergi mencari obat yang di maksud sang dokter.
Ibhiki tak ingin hal buruk kembali terjadi pada Hideyoshi, jika Hideyoshi sampai mati bisa saja ia dan juga Norariku yang akan terpaksa terkena masalah.
Sebagai seorang bunshi mereka nantinya harus melakukan sepuku. Saat gagal menjalankan tugasnya.
Ibhiki memacu kudanya menyusuri kota, berusaha bertanya pada orang-orang di mana bukit yang di maksud dokter tadi.
Beberapa orang mengatakan bahwa bukit itu di arah selatan, tak jauh dari kota itu. Meski begitu perjalanan kesana cukup sulit. Harus melewati hutan dan mendaki bukit yang curam.
Ibhiki tak peduli sejauh apa perjalananya kesana, yang ada dalam pikirannya saat ini ia berharap cepat mendapatkan obat.
Ia terus menggirim kudanya kearah selatan dan menuju hutan yang masih ada di lingkar dalam kota itu.
Hutan itu cukup lebat, banyak pohon-pohon rindang dan juga hewan buas yang setiap saat mengincar nyawa.
Bahkan saat beristirahat di dalam hutan, Ibhiki berhadapan dengan harimau. Dalam pertarungan Ibhiki hampir terpojok, tapi ia bisa mengatasinya denga membunuh hewan itu.
Ibhiki mendapat cakaran di kulit luarnya, hanya mengeluarkan sedikit darah segar tak membuat Ibhiki merasa kesakitan.
Saat hari sudah mulai gelap, Ibhiki naik keatas bukit. Ia meninggalkan kudanya, di bawah. Dokter mengatakan jika anggrek ungu itu akan bersinar terang jika terkena cahaya bulan, dan untung saja bulan sedang naik di atas kepala.
Beberapa jam kemudian ia mendapatkannya.
Sayang, nasib buruk menimpanya. Saat kembali kudanya hilang, entah di curi atau kabur.
Ibhiki terpaksa pulang berjalan kaki dengan membawa bunga anggrek bulan ungu itu.
Di lain pihak, Norariku masih menjaga Hideyoshi yang tidur. Saat hendak memejamkan matanya, telinganya mendengar sesuatu yang berisik. Ia berusaha bangun, menggeser pintu dan berjalan keluar.
Namun, belum sempat menginjakkan kakinya ke teras. Ia memasukkannya lagi, lalu menutup pintu.
Ia melihat segerombolan orang yang tak lain kelompok Gagang merah sedang berada di area lain rumah itu.
Norariku harus mencari cara menyembunyikan Hideyoshi. Ia tak mungkin melawan sendiri. Hideyoshi yang begitu tangguh saja bisa kalah, apalagi dirinya.
"Apa benar laki-laki itu ada di sini?" tanya Pendekar gagang merah pada salah satu bawahannya.
"Benar tuan, saya melihatnya sendiri. Kalau laki-laki itu di bawa kesini, lagi pula ini kan tempat dokter yang paling dekat dengan kuil," ujar si bawahan mantap sambil berusaha meyakinkan Pendekar Gagang merah.
"Sekarang tunjukkan ruangan kau merawatnya!" Perintah Pendekar Gagang Merah dengan berteriak.
Dokter yang ketakutan itu, hanya bisa berjalan sendiri di depan untuk menunjukkan ruangan. Kemudian saat sampai, ia membuka pintu.
Di dalam ruangan itu kosong dengan tempat tidur yang berantakan, Norariku dan Hideyoshi seperti kabur begitu saja.
"Periksa kamar ini!!" Perintah Pendekar gagang merah lagi pada bawahannya.
Semua memeriksa ruangan itu, termasuk si gagang merah. Sampai ia melihat semua lemari dari kayu ampe (kecoklatan; mirip dengan kayu besi;ulin) yang pintunya terbuka.
Si gagang merah melihat kecelah pintu dan berusaha membukanya, hampir saja terbuka saat bawahannya berteriak.
"Tuan! Tuan, sepertinya mereka kabur!" ujar bawahannya sambil menunjukkan sebuah tali yang menjuantai dari jendela.
"Kejar mereka, salah satunya masih terluka. Pasti mereka belum jauh. Setelah mengucapkan itu, gerombolan gagal merah langsung keluar termasuk tuannya.
Mereka berusaha mengejar Hideyoshi dan teman-temannya, tapi ternyata itu hanya trik Norariku.
Setelah ia yakin si gagang merah menjauh, Norariku mendorong pintu lemar dan membuat tubuhnya yang mulai kehabisan napas terjatuh tertimpa tubuh Hideyoshi yang tak sadarkan diri.
Dokter yang masih ada di ruangan itu kaget. Ia awalnya juga berpikir jika mereka kabur.
"Angkat tubuhnya, dok," ujar Norariku. Sang dokter membantunya lalu menaruh tubuh Hideyoshi di atas tempat tidur.
"Kupikir kalian pergi dari tempat ini," kata sang dokter.
"Awalnya, tapi tubuhnya terlalu berat. Jadi aku putuskan untuk sembunyi," ucap Norariku berusaha mengatur napasnya.
Setelah tragedi itu Norariku tak bisa memejamkan matanya sampai Ibhiki datang kembali bersama kudanya yang ia temukan di hutan karena tali kekangnya terlepas.
Sang dokter langsung meracik anggrek bulan ungu itu dan memberikannya pada Hideyoshi.
Seminggu kemudian tubuh Hideyoshi sudah nampak baikan meskipun belum sepenuhnya sembuh.
"Kenapa kalian menolongku?" begitu tanya Hideyoshi. "Bukankah kalian berniat menghalangi tugasku dan ingin membunuhku."
"Kami tak pernah berniat melakukan itu padamu, Hide. Daimyo Tomoya meminta kami mengikutimu karena ia ingin kami menjagamu," ucap Ibhiki.
"Tapi, kalian Iwachi memusuhi Iwabhana. Yang kami musuhi adalah Daimyomu," kini Norariku yang menjawab. Sepertinya saat ini ia harus ikut campur.
"Bukankah sudah jelas, memusuhi Daimyo, memusuhi bunshinya dan memusuhi orang-orang di wilayah itu." Hideyoshi masih mengatakan bahwa orang-orang Iwachi memusuhi Iwabhana. "Penyatuan ini juga menjelaskan bahwa kalian tamak."
Norariku yang mendengar ucapan Hideyoshi tersulut emosinya, hampir saja ia beranjak tapi di tahan Ibhiki.
Ibikhi kemudian menjelaskan dan mengatakan bahwa selama ini apa yang Hideyoshi tahu itu salah.
Tomoya mengambil alih wilayah kekuasaan karena ingin menyelamatkan daerah Iwabhana dari sikap rakus dan keji Kazuo yang selama ini di tutupi. Ibhiki juga mengatakan pada Hideyoshi yang membunuh ketua klan Orochi yang tak lain ayahnya sendiri, Dhaici Yasuo adalah Kazuo, pemimpin klan Tehuri.
Klan Tehuri dan Klan Yoburi sejak dulu memang tak pernah akur, bahkan Kazuo sudah dendam dengan Dhaici Yasuo.
Kazuo membunuh Dhaichi dalam perang teluk dan mengatakan kematian itu karena pembunuhan musuh, Kazuo melakukan itu agar hadiah yang dijanjikan atas kemenangan menjadi milik klan tehuri.
Dan perang teluk di menangkan pulau Shimazen, membuat Kazuo mendapat wilayah Iwabhana.
Berita itu menyebar setelah salah satu dari mantan Ronin Kazuo mengatakan pada Daishuke Takanhi no Shimazen, Daimyo dari daerah Shukima.
Enam Daimyo dari pulau Shimazen langsung membuat surat keputusan menggabungkan wilayah Iwabhana dan Iwachi, sayangnya surat itu di masih di pertimbangkan oleh para Daimyo kekaisaran.
Menunggu waktu yang lama, bahkan hingga hampir 20 tahun. Keenam Daimyo pulau Shimazen membuat surat palsu, lalu menjatuhkan Kazuo.
"Kalian mengarang cerita hanya agar aku kembali kan," pungkas Hideyoshi tak percaya.
"Kami tak berbohong, Ayahmu juga menjadi korban dari Kazuo, Hide," Norariku mencoba membuktikan bahwa omongan Ibhiki benar.
"Bagaimana kalian tahu, jika saat perang kalian tidak ada di sana!" Seru Hideyoshi pada keduanya. "Tinggalkan aku sendiri."
Ibhiki dan Norariku terdiam. Perasaan Hideyoshi sedang terpuruk saat ini. Sebelum meninggalkan ruangan Hideyoshi, Norariku sempat menaruh tas dan barang-barang Hideyoshi.
Saat Hideyoshi duel dengan pendekar gagang merah, Norariku mengambilnya dan Ibhiki berusaha menolong.
***
Sementara itu di kediaman Shatoru, ia dan Hayato tengah tidur tak jauh dari tungku, karena dingin yang semakin menusuk kulit.
Shatoru belum begitu terlalu terlelap dalam tidurnya saat ia mendengar Hayato meringih.
Suara Hayato membuat Shatoru bangun, ia mencoba membangunkan Hayato. Tapi, ia urungkan, karena tubuh Hayato mengeluarkan keringat dan saat Shatoru memegangnya begitu panas.
Hayato terkena demam. Shatoru tak tahu harus berbuat apa, ia hanya mengambil kain dan air untuk mengompres Hayato.
Namun, suara Hayato masih belum mereda, tubuhnya juga masih panas.
Shatoru kemudian mengambil lampu minyak dan mantelnya, ia harus meminta bantuan Bibi Yumi untuk mengobati Hayato.
Di tengah malam gelap gulita dan salju terus turun begitu lebat. Lampu minyaknya terombang-ambing terkena angin musim dingin.
Tak berapa lama Shatoru sampai di rumah Bibi Yumi yang sudah tertutup rapat.
"Bibi, Bibi Yumi!" teriak Shatoru sambil mengetuk pintu kayu itu berulang kali.
Sampai entah ketukan yang keberapa, Bibi Yumi akhirnya membuka pintu rumahnya.
"Shatoru, apa yang kau lakukan malam-malam begini, Nak?" Begitu tanya Bibi Yumi yang khawatir melihat Shatoru berada di rumahnya malam hari bahkan saat angin.
"Hayato demam tinggi, aku takut terjadi apa-apa padanya. Bibi sembuhkan dia," ucap Shatoru untuk pertama kalinya merasa khawatir.
"Aku akan mengambil mantelku, kau bawakan tasku."
Setelah mengucapkan itu Bibi Yumi mengambil mantelnya, Shatoru membawakan tasnya berisi obat dan alat lainnya.
Kemudian keduanya berjalan bersama, Shatoru berusaha melindungi dan memeluk Bibi Yumi, sementara Bibi Yumi membawa lampu minyak.
Tak berapa lama mereka sampai, Bibi Yumi langsung memeriksa keadaan Hayato, mengurusnya dan memberikan obat pada Hayato. Yang membuat anak itu tak lagi mengeluarkan suara kesakitan ataupun mengigau.