Bab 8

1042 Kata
Keesokan hari di kantin sekolah. Hari ini mereka semua kekurangan satu personil. Anggara. Dia sudah menceritakan kejadian yang dia alami sepulang sekolah kemarin kepada Arjuna bahwa dia melihat sosok berjubah dengan perawakan pembantunya yang menyeramkan. Saking takutnya sampai membuat Anggara demam. Itulah sebabnya dia tidak masuk sekolah hari ini. “Kita harus cari tahu siapa sosok berjubah itu dan kenapa dia melakukan terror terhadap kita,” ujar Arjuna. Dia mulai merasa terganggu dengan ini. Pasalnya akibat ulah usil si sosok berjubah, sahabatnya sampai jatuh sakit. “Lo bener, Jun. Gue gak mau ngeliat sosok itu lagi. Cukup sekali aja. Gue gak mau jatuh sakit kayak Anggara.” Kinara menusuk bakso di mangkuknya menggunakan garpu, menggigitnya separuh. “Tapi kenapa gue gak didatangi, ya?” tutur Kinara. Adelina dan Arjuna menatap Kinara. Itu benar. Di antara mereka berempat hanya Kinara saja yang tidak didatangi oleh sosok berjubah hitam itu. Sebenarnya ada apa? Apa Kinara punya penangkal hantu atau semacamnya? “Pulang sekolah nanti kita kembali ke perpustakaan bawah tanah itu lagi. Kita periksa apakah ada sesuatu yang bisa menjelaskan soal sosok berjubah itu atau tidak.” Adelina langsung mengangguk setuju tanpa keraguan sedangkan Kinara terdiam setelah mendengar kalimat Arjuna. Kinara merasa khawatir. *** Adelina, Kinara, dan Arjuna pergi ke ruangan Bu Bertha. Adelina sebenarnya enggan, dia sangat malas sekali melihat wajah Bu Bertha, wajah guru yang paling dia tidak sukai. Akan tetapi situasi sekarang mengharuskannya untuk ikut bertemu Bu Bertha. Kalau bukan karena takut didatangi sosok berjubah hitam itu lagi, Adelina tidak sudi masuk ke ruangannya Bu Bertha. Kalau ini jam pelajaran, mereka akan dengan mudah masuk ke perpustakaan. Akan tetapi sekarang sudah jam pulang, artinya mereka harus meminjam kunci perpustakaan pada Bu Bertha agar mereka bisa masuk ke perpustakaan bawah tanah. Masalahnya, Bu Bertha tidak akan memberikan kunci itu begitu saja tanpa ada alasan yang kuat. Oleh sebab itu, Arjuna memiliki ide. Kinara harus berpura-pura bahwa dia kehilangan anting pemberian alm. papanya. Kinara sama seperti Arjuna, sama-sama murid kesayangan Bu Bertha. Sesuai yang diharapkan, Bu Bertha tanpa ragu langsung memberikan kunci perpustakaan pada Kinara. “Saya akan pulang cepat hari ini. Kalian cari saja sampai dapat, ya. Besok pagi baru kalian pulangkan.” Arjuna mengangguk senang. Dia berterima kasih pada Bu Bertha. Juga Kinara. Namun di dalam hati Kinara dia meminta maaf pada Bu Bertha karena terpaksa harus berbohong padanya. Hanya Adelina yang tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Membuat ekspresi wajah terlihat biasa saja, tidak tampak membenci Bu Bertha saja sudah sulit, konon lagi mengucapkan terima kasih padanya. Tidak, tidak. Sudah syukur Adelina tidak mengumpat pada Bu Bertha. Tanpa membuang waktu, mereka bertiga langsung pergi ke perpustakaan. Kinara menyentuh rak yang berada di ujung perpustakaan. Bergeser perlahan. Arjuna mengangguk, memberikan aba-aba kalau mereka siap masuk. Sampai di perpustakaan, mereka bertiga langsung mencari sesuatu yang bisa menjelaskan kepada mereka soal siapa sosok berjubah itu. Mereka mencari di rak-rak buku. Satu persatu buku mereka buka. Nihil. Tidak ada hasilnya. Semua buku-buku bersampul hitam itu tidak ada tulisannya. Hanya kertas kuning kosong saja. Satu jam mereka berada di sana, tidak satu patah kata pun mereka dapatkan. Kinara berada di rak yang lumayan jauh dari Adelina dan Arjuna. Dia sedang memikirkan apakah dia harus memberitahu pada sahabatnya atau dia terus bungkam? “Buku ajaib,” ujar Arjuna tiba-tiba membuat Kinara langsung menelan ludahnya. “Buku ajaib itu. Pasti di sana jawabannya,” ulang Arjuna. Adelina mengangguk. Dia teringat soal buku mengambang tempo hari. Di dalam buku itu pasti ada jawaban soal sosok berjubah. Atau mungkin ada jawaban soal nomor 1 itu juga. Tiba di tempat di mana mereka pertama kali melihat buku ajaib itu mengambang, buku itu tidak ada. Karena tidak yakin buku itu menghilang, Arjuna dan Kinara memutari perpustakaan bawah tanah itu lagi. Tetap tidak ada. Kinara pun tidak punya pilihan lain selain berkata jujur. Dia mendatangi Adelina dan Arjuna. “Maaf, teman-teman. Buku ajaib itu gue bawa ke rumah.” “Apa?” ujar Adelina dan Arjuna kaget. *** “Kok bisa sih lo bawa tuh buku?” kata Adelina sedikit kesal. Dia ingat dengan benar apa yang Arjuna katakan waktu mereka sampai pertama kali di perpustakaan bawah tanah. Yaitu dilarangnya mengambil apa pun dari sana karena mereka tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Tapi lihatlah, Kinara tidak mendengarkan apa yang Arjuna bilang. “Lo seharusnya bilang ke kita, Ra kalau lo ngambil buku ajaib itu.” Kinara menunduk. Dia tidak berani mengatakan apa pun karena Kinara tahu dia salah. Memberikan pembelaan hanya akan membuatnya terlihat semakin tidak tahu diri. “Mungkinkah sosok berjubah itu gara-gara buku ajaib dibawa keluar perpustakaan bawah tanah?” tanya Adelina. Mereka sudah sampai di perpustakaan permukaan. Arjuna menggeser rak. Mereka berjalan keluar, bersiap untuk pulang menuju rumah Kinara. “Gue gak bisa mastiin. Tapi gue juga berpikiran bisa jadi ada hubungannya. Kita harus segera balikin buku itu ke tempatnya.” Mereka bertiga pulang naik taksi. Arjuna yang membayar. Sampai di rumah Kinara, mereka langsung ikut masuk ke kamarnya. Winda tidak ada di rumah. Entah pergi ke mana. Kinara langsung membuka lemari pakaiannya, mencari buku ajaib itu. Tidak ada. Buku ajaib itu hilang. Kinara mengeluarkan semua pakaiannya dari dalam lemari sampai-sampai pakaian dalamnya terlihat. Arjuna memalingkan wajahnya saat tak sengaja melihat. Lemari sudah kosong. Buku ajaib itu tetap tidak ada. “Lo yakin lo taruh di situ, Ra?” tanya Adelina. “Gue yakin seratus persen,” ujar Kinara mantap tanpa ragu. Seingatnya sepulang sekolah waktu itu, Kinara langsung meletakkan buku ajaib di bawah tumpukan bajunya di lemari yang sekarang Kinara buka. Dia sengaja tidak meletakkannya di rak agar mamanya tidak tahu karena buku ajaib itu yang paling mencolok di antara buku-buku yang berjejer rapi di rak. “Terus sekarang gimana dong?” Adelina mulai panik. Artinya kalau buku itu hilang, mereka tidak bisa mengembalikannya ke perpustakaan bawah tanah. Dan itu artinya, mereka semua masih berpeluang untuk didatangi oleh sosok berjubah. Adelina tidak mau itu terjadi. “Jangan panik dulu. Kita cari di sudut kamar Kinara. Semoga saja ada,” tutur Arjuna mencoba menenangkan. Dalam situasi seperti ini, bersikap panik bukanlah hal bijak untuk dilakukan. Mereka harus bersikap tenang dengan harapan bisa menemukan buku tersebut. Mereka menyelusuri setiap sudut kamar Kinara. Bawah tempat tidur, laci-laci meja dan lemari, atas lemari, belakang pintu, tapi tetap buku itu tidak ditemukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN