3. Kiddos

1371 Kata
ZACH  Ya, aku lebih memilih mengantarkan keponakanku yang lucu-lucu ini dalam keadaan belum mandi daripada harus merelakan anak-anak ini dianter sama orang asing. Nadhira dan Nathan duduk di babyseat mereka di belakang, sedangkan si Yuwan duduk di sampingku. Menggengam erat ransel si kembar. Seolah mengendalikan emosi agar tak meledak. "Kenapa lo? Bete sama gue?" Tanyaku. "Gak apa-apa kok Mas." Jawabnya. "Dari tadi pagi lo manggil gue Mas terus ya! Emang gue ikan!" Seruku. "Maaf, cuma ya kayanya lebih sopan begitu." Jawabnya, ia menunduk sekarang. Aku mengamatinya, hari ini ia memakai kemeja coklat bermotif dengan celana jeans sepinggang. Terlihat santai dan terlihat manis. Ia bahkan belum ganti baju khusus pengasuh. Yak, kalau ganti dulu ini pinyik dua bakal telat masuk sekolah. Kami sampai di sekolahan, dengan sigap Yuwan langsung turun dari mobil. Membuka pintu belakang dan menurunkan Nadhira dan Nathan. Merapikan baju mereka yang sedikit kusut, memberikan ransel untuk dikenakan oleh Si Kembar. Setelahnya Si Kembar langsung meraih tangan Yuwan, dan Yuwan membimbing mereka masuk ke dalam. Aku hanya diam, memerhatikan mereka dari depan mobil. Terlihat sih kalau Yuwan anaknya rapi dan cekatan. Hampir 15 menit kemudian Yuwan baru kembali. Gila emang dia ngapain dulu coba, lama banget! "Ngapain aja lo?" Tanyaku. "Nemenin mereka dulu Mas. Kalau gak gitu, gak mau masuk nanti." Jawabnya, asli suaranya enak banget didenger. Otak gelapku malah membayangkan bagaimana suara ini kalau berada di atas ranjang, menjeritkan namaku. Sexy kayanya yaa. Oh s**t! Masih pagi Zach!!! "Ayok mas!" Ajaknya. Aku tersadar dari lamunanku dan masuk ke mobil. Langsung saja kunyalakan mobilku dan mengarahkannya kembali ke rumah. "Nata sama Nada sekolah sampe jam 2 siang. Terus kerja lo apa?" Tanyaku. "Ya di rumah bantu-bantu beberes, tapi Ibu Jane seringnya minta saya masak." Jawabnya. Aku mengangguk. "Berarti lo digaji dobel dong? Buat masak sama buat jagain?" Tanyaku. "Ya enggalah Mas, kan itu bagian dari kerjaan saya." Katanya, sedikit kaget. "Harusnya lo minta dobel!" "Gak usah Mas, gaji saya cukup ko buat hidupin saya." Kataku. Aku mengangguk, sudah hampir pukul 10 siang, kami masih di jalan karena sialnya Jakarta masih macet. "Lo kuliah?" Tanyaku. "Engga Mas, cuma pernah sekolah perawat." Jawabnya. "Sebelumnya lo kerja di mana?" Tanyaku. "Gak kerja Mas, saya pas lulus sekolah perawat sakit, jadi pemulihan dulu." "Sakit? Sakit apa?" "Gak tahu mas, saya juga gak inget, aneh." Jelasnya singkat. Aku menoleh ke arahnya. Seriusan? Masa gak tahu diri sendiri sakit apaan? Masa Leia mau sih orang gak jelas kaya gini jadi pengasuh anak-anaknya? "Gimana caranya lo bisa tiba-tiba jadi babysitter Nata Nada?" Tanyaku. "Panjang ceritanya, Mas." "Kita lagi kejebak macet, mendingan lo cerita biar gue gak mati bosen." Kataku. Dia mengangguk kecil, lalu menarik nafas, mengambil ancang-ancang sebelum bercerita. "Hampir 7 bulan yang lalu, pas saya lagi sibuk cari-cari kerja ke rumah sakit. Gak sengaja saya liat Ibu Jane, lagi jadi korban tabrak lari. Mobilnya penyok. Ya sebagai manusia ya pasti ada niat buat nolongin kan? Ya saya samperin, saya anterin ke klinik terdekat pakai mobilnyaa. Pas udah selesai eh Bu Jane nanya-nanya gitu. Terus nawarin mau gak kalau jadi pengasuh, waktu itu kan saya lagi butuh kerja banget, jadi ya saya iya-in. Dan lagi, kerjanya enak. Ngurus Nada sama Nata yang lucu-lucu itu. Sebulan kemarin Bu Jean nanya lagi, saya betah atau gak? Masih mau tetep jadi perawat di rumah sakit gak? Kalau masih Bu Jane ada channel di Rumah Sakit temennya. Terus kalau masih betah, lanjut jadi sitter aja. Saya udah sayang sama Nata Nada kayak ke adik sendiri, jadi saya pilih stay. Gitu Mas." Jelasnya. Aku hanya mengangguk. Well, berarti dia emang orang baik, tapi aneh. "Orang tua kamu gak ada dari kapan?" Tanyaku. Dia diam sejenak, seperti mengendalikan emosinya. Asli, ini cewek bermasalah kayanya sama pengendalian diri. "Mama meninggal pas saya umur 18 tahun, pas saya sakit. Papa meninggal 8 bulan yang lalu." Jawabnya. "Wait! Kamu bilang sakit setelah lulus sekolah perawat kan? Ko bisa umur 18 kamu sakit?" Tanyaku saat mengetahui keganjilan ini. Mama sama Leia pasti gak peduli soal gini-ginian, tapi aku peduli. Aku harus tau background orang yang mau bekerja denganku atau keluargaku. "Saya dari kecil masuk kelas akselerasi Mas, jadi umur 15 tahun saya udah lulus SMA. Nah saya lanjut ke sekolah perawatan, 3 tahun lulus. Pas umur 18 tahun itu langsung sakit, 3 bulan semenjak saya sakit Mama saya meninggal." Well, ada keganjilan lagi. Anak ini pasti pinter sampe bisa masuk kelas akselerasi, tapi kenapa cuma jadi perawat? Dengan otak kaya gitu, masih muda pula. Dia bisa cari jurusan yang lebih kan? "Kamu sakit berapa lama?" Tanyaku. "3 tahun lebih, sisanya pemulihan. Hampir setahun saya sembuh, eh malah Papa saya yang pergi." Jelasnya. What the hell? Sakit apa sampe 4 tahun dan sekarang orangnya ada di depanku dan terlihat sangat sehat walafiat? "Kamu beneran gak inget sakit apa?" Tanyaku. "Engga Mas, gak inget." Jawabnya. Aneh! Sumpah ini cewek aneh banget! Dia nyimpen rahasia, I know it dan aku bakal cari tau apa yang dia sembunyiin. Kami sampai di rumah, aku langsung turun dan meninggalkan Yuwan. Kalau gak mandi sekarang, bisa telat meeting aku. "Aduh duh duh duh!" Terdengar jeritan Leia saat aku turun. "Kenapa kak?" Tanyaku. "Biasa, bayinya gerak-gerak." Jawabnya santai, yak Leia sedang hamil 7 bulan. Aku mengangguk walaupun tak mengerti. Aku berjalan menuju ruang makan, tempat di mana Mama berada. Mama nih sudah pensiun, dulu beliau lah yang mengurus beberapa perusahaan milik Papa, namun karena usia, Mama berhenti. Leia juga mengurus beberapa, namun karena hamil, jadi lah dia istirahat. Ketiban deh aku sama semua kerjaan itu. "Ma aku pergi yaa!" Pamitku sambil mencium kedua pipinya. "Yaa sayang, hati-hati yaa." Kata Mama, aku mengangguk. Aku menuju laci khusus kunci, mengambil kunci Aston Martin milikku, ya rasanya aku gak perlu beli mobil lagi. Mobil ini masih enak. Aku berangkat dengan tergesa-gesa. Iyalah meeting pertama kurang dari 2 jam lagi dan aku masih di rumah. Sarap! Sekertaris Papa, Ivanka. Bilang kalau client sudah datang, jadi langsung saja aku masuk ke ruang meeting 5 menit sebelum waktu yang ditepati. Oke gak telat kan ya berarti. Aku sudah mempelajari proyek ini, membangun relasi dengan pihak Iron Steel. Jadi aku bisa dengan lancar mempresentasikan rencana proyek, memberi tahu benefit apa yang didapatkan oleh mereka dan lain sebagainya. Aku sudah kembali duduk di tempatku, menunggu pertanyaan-pertanyaan dari calon relasiku ini. "Maaf kalau di luar topic, tapi apa bener Pak Zach ini yang punya perusahaan aplikasi game di New York?" Tanya Pak Martin. Aku tersenyum dan mengangguk. "Betul Pak." Kataku. "Perusahaan di sana ditinggal tuh?" Tanyanya. "Yeah, diurus sama orang kepercayaan. Saya sih kontrol dari sini dan kirim-kirim ide dari sini." Jawabku. Giliran Pak Martin yang mengangguk. "Jadi gimana Pak? Ada yang mau ditanyakan?" Kataku. "Nope, saya setuju kok!" Jawabnya. Aku lega mendengarnya, ini partner baru yang bisa kudapatkan dalam profesi baru ini. Good deh aku gak bego-bego banget. **** YUWAN  "Yu, kamu bisa anter handphone-nya Zach ke kantornya?" Tanya Mbak Leia. What? Seriusan ini tuh? "Dia dari tadi uring-uringan gara-gara HP-nya ketinggalan, nelfon terus pake telfon kantor." Lanjut Mbak Leia. "Tapi Mbak, kan saya mau jemput Nata sama Nada?" Kataku. "Kan deket dari situ ke sekolah, abis nganter HP baru jemput Nata sama Nada. Saya nanti telfon gurunya biar dijagain dulu mereka." Yaelah Mas Zach, segala HP ditinggal-tinggal. Ribetin banget. "Ayok Yu. Zach tanpa HP di gengamannya tuh udah kaya ikan di darat." Kata Mbak Leia, memberikan aku kunci mobil dan ponsel milik Mas Zach. Yaudah, karena cuma pengasuh. Aku ya cuma bisa nurut-nurut aja. Aku mengambil kunci dan ponsel itu, lalu pamit keluar. Langsung saja kujalankan mobil menuju kantor milik Bapak majikanku yang sedang terbaring lemah. "Pak, mau ketemu Pak Zach!" Kataku pada satpam yang jaga di lobby, hanya ada satpam soalnya gak tahu deh resepsionisnya mana. "Udah ada janji belum mbak?" Tanyanya menilai penampilanku dari atas sampai bawah. "Saya ART di rumah Pak Zach, mau anterin HP nya yang ketinggalan." Jelasku. "Ohhh gitu-gitu, naik aja Mbak ke lantai 22." Jelasnya. Aku mengangguk. "Makasih Pak." Kataku. Langsung saja aku menuju lift, memencet tombol nomor 22 dan menunggu lift membawaku naik. Beberapa saat kemudian, aku sampai. Aku keluar dan mencari-cari satpam atau siapapun yang bisa menunjukan ruangan Mas Zach padaku. "Permisi, Mbak ada perlu apa ya?" Tanya seorang wanita. "Oh ini, saya mau ketemu Pak Zach." Kataku. "Bos baru?" Tanyanya, aku mengangguk. "Itu ruangannya yang pojok, yang pintunya transparan." Tunjuk wanita itu. "Makasih Mbak." Aku berjalan pelan menuju ruangan tersebut, mengetuk pintu. Mas Zach agak kaget melihatku. Ia terlihat bangkit dari kursinya dan membukakan pintu. "Kok lo yang ke sini? Gue kira Grab atau gojek." Tanya Mas Zach. Nada suaranya terdengar ramah siang ini. "Grab sama Gojek gak boleh masuk Mas ke perumahan. Jadi saya aja." Kataku saat Mas Zach menarikku masuk ke ruangannya. "Yuwan Liberty Dashkov!!" Aku tersentak kaget saat mendengar namaku dipanggil. Nama lengkapku, nama asliku! Aku menoleh dan di sanalah si pemilik suara yang memanggilku, di ruangan ini. Duduk santai di sofa. Ia masih terlihat sama seperti dulu. Mirzha Suriawinata. Damn! *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN