Dua hari berlalu, babak Free Practice dan Qualification kemarin telah dimenangkan oleh Keanu Devretez. Keanu menempati P1, disusul oleh Alex McRone di P2, serta Martin di P3.
Sedangkan Jack hanya puas menempati P5, ia akan start di posisi ke lima itu. Martin merasa berada di atas angin karena telah mengungguli Jack meski terpaut dua posisi, ia bahkan sudah melemparkan senyuman mengejek andalannya.
Di tempat lain, seorang gadis tengah bersiap-siap dengan dandanan yang rapi. Ia memperhatikan pantulan tubuhnya di cermin, sudah sempurna.
Ia mengenakan setelan kemeja bermotif kotak-kotak, celana jeans berwana hitam legam, topi penghalau panas serta kaca mata hitamnya. Tak lupa di lehernya terdapat kamera kesayangannya yang selama ini ia gunakan untuk memotret obyek-obyek indah.
Terakhir, ia menyemprotkan parfum aroma green tea ke sekujur pakaiannya. Katakan lah berlebihan, tapi Nika sangat menyukai aroma wangi.
“Okey, perfecto!” Bibirnya bergumam pelan sembari menyunggingkan senyuman manisnya.
Rambutnya telah tertata dengan rapi, bibirnya juga telah dipoles oleh lipstick warna merah muda.
Nika membalikkan badan dan meraih tas jinjingnya, ia akan melakukan perkerjaannya dengan baik.
Terlebih lagi kemarin Manager Geo telah melihat dan mengomentari hasil jepretannya, Manager Geo memberi saran agar Nika memotret para pembalap khususnya Jack Roshel lebih dekat lagi, jadi tidak usah menggunakan zoom karena akan memberikan efek pecah-pecah di gambar meski samar.
Manager Geo sangat jeli dan perfeksionis, Nika menyanggupi arahan dari sang atasan, toh komentar dari Manager Geo merupakan hal yang membangun.
Nika berjanji untuk memperbaiki semuanya.
Ia membuka pintu kamar hotel lalu menutupnya kembali, menaiki lift untuk turun ke lantai bawah.
Pintu lift sudah terbuka, ia berjalan menuju ke pintu keluar. Di saat ia berjalan terlihat Savier yang sedang berbincang-bincang dengan seorang gadis, sepertinya itu adalah resepsionis incarannya.
“Hei, gurl.” Savier menoleh saat mendapati gadis itu berjalan melewati dirinya.
Nika menghentikan langkah kakinya, menoleh sejenak dan memberikan senyuman.
“Bukankah kau temannya Jack? Tidak ingin menonton dia balapan?” tanya Nika pada Savier.
Savier menggeleng pelan sambil menoleh kecil pada gadis yang sedang ia taksir. Nika mengangguk mengerti, Savier sedang sibuk PDKT.
“Selamat pagi, Nona.” Resepsionis itu memberikan sapaan pada Nika, senyumannya sangat manis.
“Selamat pagi juga, errr—“ Nika menggantungkan kalimatnya karena ia belum tahu nama wanita itu.
“Diandra.” Lanjut wanita bernama Diandra itu.
“Ohh Diandra, selamat pagi juga.” Balas Nika.
“Anda ingin ke mana?”
“Aku ingin hadir ke Sirkuit Suarez, biasa pekerjaan fotografer.” Kekehnya dengan pelan.
Diandra tersenyum paham.
Nika melirik Savier, pria itu mengamati Diandra dengan tatapan berbinar. Merasa tak ingin mengganggu pasangan yang sedang kasmaran ini, ia memutuskan untuk segera beranjak.
“Kalau begitu aku langsung berangkat. Savier masih ingin mengobrol denganmu.”
Diandra tersenyum canggung, pipinya bersemu merah. Ahh, Nika jadi merasa turut bahagia.
Sedangkan Savier menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Hati-hati gurl.”
“Hati-hati, Nona.”
Savier dan Diandra berujar secara bersamaan, hal ini membuat keduanya saling menatap dan tertawa renyah.
“Kalian serasi.” Nika menunjukkan dua jari jempolnya.
Lalu setelahnya ia kembali melanjutkan perjalanan, ia masih memilih menaiki taksi karena jika berjalan sampai ke sirkuit, maka ia akan berkeringat.
Cuaca hari ini cukup cerah, bisa-bisa ia sampai di sana dengan mandi keringat bila berjalan kaki.
Menaiki taksi yang sama seperti hari sebelumnya, sopir itu juga langsung paham ke mana arah sang penumpang pergi.
Nika mengamati jalanan kota yang sangat ramai, bisa dikatakan hampir semua orang sangat berminat dan tertarik dengan pertandingan ini.
Para pengguna jalan juga ramai-ramai mengecat warna mobil mereka dengan poster-poster gambar sang idola. Antusiasme warga sekitar untuk mendukung para pembalap andalan sangat tinggi, Nika merasa terhibur dengan mereka.
Ada yang mengenakan kaos merchandise sang idola, ada pula yang menempelkan stiker di pipi, serta mewarnai kendaraan masing-masing.
“Jika boleh saya tahu, Nona ini pendukung pembalap yang mana?” Sopir itu berujar membuka percakapan.
Nika mengalihkan tatapan yang sedari tadi fokus pada jalanan lalu menoleh ke depan.
“Saya hanya fotografer, tidak tahu harus mendukung yang mana.” Jawabnya dengan apa adanya.
Sopir itu mengangguk pelan.
“Yang bersinar musim ini adalah Jack Roshel, jika Anda ingin mengambil fotonya, fokuskan pada dirinya.” Ujar sopir tersebut.
“Ya, saya melakukannya.” Balas Nika sembari menorehkan senyuman kecil.
Selanjutnya obrolan keduanya terhenti, sang sopir fokus pada jalanan yang semakin padat ketika mendekati sirkuit.
Nika yang semangat membara untuk membuat hasil karya yang bagus.
Memang benar, sepanjang jalan menuju ke sirkuit, semakin banyak pula pengguna jalan yang memadati. Tujuan mereka sama, yakni menonton jalannya balapan.
Akhirnya perjalanan selama lima belas menit telah usai, agak terlembat lima menit dikarenakan jalanan yang agak macet.
Sopir menghentikan laju kendaraannya, Nika memberikan sejumlah uang lembaran.
“Terimakasih.”
“Sama-sama Nona, selamat bekerja!” ujar sopir tersebut.
Ketika ia membuka pintu mobil, suasana riuh di luar sirkuit terdengar. Antrean sudah panjang mengular, untuk masuk ke sini dikenai sejumlah biaya.
Untuk tiketnya sendiri, Manager Geo sudah menyiapkannya, ia hanya perlu mengscan QR code dan langsung masuk saja.
Nika ikut antre di barisan tiket system online, di sini tak terlalu ramai. Ketika ia datang ke sana langsung disuguhi layar untuk scan QR code, Nika melakukannya dengan segera.
Success!
“Silahkan masuk, Nona.” Ujar penjaga barisan.
“Terimakasih.”
Nika melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam sirkuit, sedikit banyak ia tahu di mana letak yang pas untuk mengambil gambar dari jarak dekat ketika di tribun.
Nika memilih tempat yang dekat dengan posisi start dan finish, di sini ia bisa lebih leluasa mengambil potret dengan jelas.
Saat ia ingin menduduki tribun, ada seorang pria agak tambun mendekatinya.
“Maaf, permisi Nona.”
Nika mendongakkan kepala, kacamata hitamnya ia lepaskan sejenak.
“Ya, ada apa?”
“Apa Anda yang bernama Nika Adlen, seorang fotografer yang diutus perusahaan La Viore?” Pria itu mencocokkan foto Nika yang ada di ipadnya dengan wajah Nika secara langsung.
“Ya, saya.”
Pria itu menghela napas lega. “Akhirnya saya menemukan Anda, Manager Geo sudah berpesan agar Anda bisa langsung mendekat pada para pembalap jika sudah finish nantinya.”
“Ohh begitu?”
“Ya, fotografer, reporter, dan beberapa orang lainnya diberikan hak untuk mendekat pada para pembalap, Anda bisa melakukannya.” Ini sebuah keberuntungan, bayangkan saja berapa juta umat fans yang mengidolakan sang idola dan ingin melihatnya dengan dekat.
“Baik, terimakasih atas informasinya.” Ujar Nika pada pria tambun itu.
Setelahnya orang tersebut pamit undur diri, sedangkan Nika kembali melanjutkan duduknya.
Ia menyetting kameranya untuk sejenak, mengeluarkan keperluan lainnya dan bersiap-siap untuk mengambil gambar dari jarak tribun.
Masing-masing pembalap sudah berjejer di garis start sesuai dengan urutan mereka masing-masing. Keanu menempati posisi terdepan, ia dikelilingi oleh crew atau timnya. Ia mengenakan kacamata berwarna cokelat gelap, bibirnya sedang menyeruput air mineral dari dalam botol minumnya,
Beralih ke sisi belakang, ada pula Martin yang tengah menatap dengan pandangan tanpa ekspresi. Sisi kanan dan kirinya dipenuhi oleh tim-timnya, MacZie.
Terres, asisten pribadi Martin mendekat pada sang majikan. Ia berjinjit dan membisikkan suatu kalimat pada Martin, seketika itu Martin mengulas senyum liciknya.
“Kau memang pandai, Terres.”
Terres merasa senang karena mendapat pujian dari atasannya.
Tv-tv berbagai dunia juga menayangkan acara MotoRace, saat kamera siaran menyorot pada Keanu, pria itu menyapa para fansnya melalui layar kaca.
Nika memperhatikan jajaran para pembalap dengan seksama, mencari sosok Jack Roshel.
Jack start di posisi ke lima. Dari sekian banyak pembalap yang ada di barisan itu, entah kenapa mata Nika selalu ingin menyorot ke arah Jack, seperti ada sesuatu yang ingin ia gali tentang sosok itu.
Jack sendiri tengah diam, ia memperhatikan suasana sekitar. Matanya menatap ke arah tribun, jantungnya berdegup dengan kencang, apakah saat-saat penantiannya telah tiba?
Apakah gadis yang sedang ia cari-cari berada di tribun sana?
Sayangnya karena ramainya penonton yang ada di tribun, Jack kesulitan mengidentifikasi sosok yang ia rindukan. Namun, degupan jantungnya sudah menjadi pertanda kalau kekasihnya berada di dekatnya.
Kamera siaran menyorot ke arahnya, seketika itu umbrella girl yang memayungi Jack langsung berpose dengan melenggak-lenggokkan tubuhnya.
Para pembawa payung ini adalah wanita-wanita yang seksi dan menggoda, memiliki tubuh yang indah dan sintal.
Namun, Jack sama sekali tidak tertarik.
Setelahnya pembawa bendera pertanda balap sudah tiba, para umbrella girl juga telah menjauh dari sekitar lintasan.
Jack menutup kaca helm full facenya, ia menggeber motornya hingga bersuara berisik. Itu juga diikuti oleh pembalap lainnya, mereka mulai fokus pada balapan.
Jack tertantang, setidaknya ia harus podium untuk memperlihatkan pada sosok itu bahwa dirinya mampu.
Di balik kaca helmnya, ia tersenyum indah. Feeling Jack selalu tepat, pasti di antara gadis-gadis yang duduk di tribun sana ada seorang pujaan hatinya.
“Aku akan berusaha untukmu.” Gumam Jack amat pelan.
Suasana langsung memanas, bunyi-bunyi geberan motor semakin mengeras saja.
3 2 1….
Brum!
Brum!
Bendera telah dikibarkan, pertanda bahwa pertandingan balap telah dimulai. Semua pembalap langsung menarik pedal gas kuat-kuat, begitu juga dengan Jack dan Martin.
Martin sudah mendahului Keanu, ia kini berhasil memimpin di P1. Sementara itu Jack berada di urutan ketiga, saat di tikungan pertama ia bisa mengendalikan motornya dengan baik.
Para crew juga tengah memantau kerja motor mereka, memastikan bahwa motor dalam keadaan baik-baik saja.
Penonton sangat riuh kala jajaran pembalap melintasi tribun tempat mereka duduk. Bendera masing-masing pembalap yang dibawa oleh para penggemar berkibar di sepanjang jalannya pertandingan, ini sangat seru dan menegangkan.
Total ada duapuluh lima pembalap yang ikut bertanding, dengan duapuluh putaran sirkuit.
Antara Keanu dan Martin masih kejar-kejaran, Martin cukup handal untuk memblokir jalannya Keanu.
Jack berada di posisi tiga, di belakangnya juga ada pembalap lain yang sedang mengejarnya.
Lap per lap sudah terlalui, masuk ke putaran ke sepuluh ada dua orang pembalap yang saling bertubrukan hingga menyebabkan keduanya terpental dan jatuh dari tunggangannya. Mereka berguling-guling di aspal, sedangkan motor yang berkecepatan 250km/jam itu juga terhempas mengenai balon pelindung di sisi lintasan.
Semua kejadian berlangsung dengan cepat, dua pembalap sudah terkapar di tanah. Para tim medis bergegas mengevakuasi korban, mereka dengan sigap memberikan pertolongan.
Penonton semakin tegang melihat itu, mereka merasa miris dan kasihan.
Pertandingan masih berlangsung, acara ini juga disaksikan oleh orang-orang dari berbagai dunia melalui channel tv.
Nika memotret semua pembalap dengan gesit, dengan beberapa detik saat melintasi tribunnya, ia harus gerak cepat agar bisa menyesuaikan kamera.
“Martin! Yeaaayy.” Salah seorang penonton meneriakkan nama idolanya.
Nika melirik ke belakang, tepat dua baris dibelakangnya merupakan sekumpulan penggemar Martin de Camrige.
Jack sudah berkeringat, cuaca yang cerah mampu menguras tenaga dengan cepat. Napasnya memburu dalam helm itu, sementara tangan kanannya terus menarik gas kuat-kuat.
Selangkah lagi ia bisa mendahului Keanu, saat ditikungan hampir semua pembalap memelankan laju motornya, tapi berbeda dengan Jack yang justru menambah kecepatan.
Napas para penggemar seakan berhenti sejenak, aksi yang dilakukan Jack cukup berbahaya. Tak tanggung-tanggung, ia bahkan sampai menukik tajam ke samping.
Hal ini membuatnya mampu mengungguli Keanu, Jack sudah berada di posisi kedua. Tinggal lah Martin di depan, Jack ingin menuntaskan sekalian.
Jack mencari ruang untuk mendahului, tapi sepertinya Martin dengan sengaja membuat blokir untuk Jack.
Jack kesulitan memecah ruang itu, ia masih tetap setia di belakang Martin.
Hingga di tikungan berikutnya, Martin melebar ke samping, di sinilah ruang Jack untuk mengambil alih posisi pertama.
Jack dengan berani menambah laju gasnya di tikungan, hal ini membuat Martin waspada. Dengan segera ia sengaja menghalangi jalan Jack dengan menempelkan motornya pada sisi tubuh Jack, stang motor Martin bahkan mengenai lengan Jack dengan sengaja.
Alhasil, Jack mulai oleng karena lengannya telah diganggu. Ia mengendarai motornya dengan oleng, karena terus ditempeli oleh Martin, Jack bahkan hampir terjatuh.
Beruntungnya ia bisa mengambil alih keadaan dengan memelankan laju kendaraannya, sehingga Martin masih berposisi di depan, sementara dirinya mengalah di belakang agar tidak ditempeli.
Jack menyumpah serapahi Martin, ia benar-benar dibuat marah. Seharusnya Martin mendapat sanksi tegas atas kelakuannya, bahkan jika perlu di blacklist selama beberapa season.
Martin tersenyum licik dari balik helmnya, ia sengaja berbuat curang agar bisa mengalahkan Jack dan membuatnya dalam masalah.
Apa yang dilakukan Martin sangat berbahaya, dengan sengaja ia ingin agar Jack jatuh serta celaka.
Seandainya Jack tidak memelankan laju kendaraannya, sudah pasti ia jatuh terguling di aspal.
Para penonton yang melihat adegan itu tak habis pikir dengan Martin, pria itu arogan.
Menjelang lap akhir, Martin masih mengungguli, disusul oleh Jack serta Keanu di posisi ketiga.
Keanu yang berada di belakang keduanya saat kejadian tadi menggelengkan kepala pelan, Martin telah melakukan aksi berbahaya, selayaknya ia patut dihukum.
Garis finish sudah terlihat, Jack membiarkan Martin berada di posisi pertama tanpa mau mengejarnya lagi. Emosinya memuncak, ia marah dan kesal. Bahkan bila perlu, Jack akan menantang Martin untuk duel saat ini juga.
Sorak sorai penonton akhirnya terdengar tatkala Martin sudah menyentuh garis finish.
“The first line is Martin de Camrige.”
“Jack Roshel…”
“… and the third is Keanu Devretez.” Ujar komentator MotoRace.
Jack langsung menghentikan motornya di tepi lintasan, ia menghampiri Martin dan ingin mengajaknya bertarung secara jantan.
Hal ini langsung dicega oleh crew Jack, ini lintasan balap, bukan ajang sparing tinju.
Jika sampai Jack melakukan kekerasan yang ada dia akan mendapat hukuman tegas.
“Jack, tahan emosimu.”
Luke, Jym, Leonard, tiga pria itu berusaha untuk menahan tubuh Jack agar tidak berlari menyerang Martin.
Puncak kemarahan Jack sudah di ujung tanduk, ia ingin mengakhiri hidup Martin saat ini juga.
“Dia curang, dia sengaja ingin mencelakaiku.” Jack yang terpancing emosi langsung menyentak seluruh crew timnya.
Miguel dan Dave selaku mekanik turut mengambil alih motor Jack, mereka mengamankannya.
“Jack, dengarkan aku dulu!” Leonard selaku crew chief—kepala kru, menahan kepala Jack agar tetap menatapnya.
Rahang Jack telah mengeras, tatapannya juga penuh kobar api.
“Jangan gegabah, kita adukan masalah ini sebagai laporan. Ini bukan arena baku hantam, tenangkan dirimu. Jika kau menyerangnya saat ini, kau yang akan rugi.” Leonard adalah pria berusia tigapuluh tahun, ia sudah diberi tanggung jawab menjadi kepala crew.
Leonard memiliki pengendalian diri yang cukup baik, ia penyabar dan mudah mencari solusi yang tepat.
“Jack, dengarkan aku. Sekali lagi, tahan emosimu.” Leonard berujar dengan nada tegas, tapi ada kepedulian didalamnya.
Akhirnya Jack pun luluh, apa yang dikatakan Leonard ada benarnya. Jika sampai Jack memukul Martin saat ini, yang ada dirinya terkena sanksi dari panitia.
“Ambil napas dalam-dalam, lalu buang.” Luke, Data Engineer dari pabrikan RoStar memberikan intruksi pada pembalapnya.
Jack melakukannya dengan baik, alhasil ia pun bisa mengendalikan emosinya.
"Aku mengerti." Balas Jack dengan nada datarnya, ia melirik pada Martin dengan tangan yang mengepal.
Suatu hari nanti Jack akan membalasnya, bukan hari ini.
Sementara itu Martin melihat adegan itu dengan tawa membahana, ia senang melihat Jack menderita kekalahan serta dikuasai oleh amarah. Rencananya dengan Terres serta timnya berhasil, ia bisa meyundangi seorang Jack Roshel.
Tak jauh dari sana Nika memperhatikan adegan itu dengan seksama, selintas ia bisa melihat bahwa Jack sepertinya amat marah dan ingin berlari menyerang Martin. Ia yang tak paham dengan bagaimana aturan MotoRace pun tidak mengerti jika ada kecurangan di sana, hingga membuat Jack amat kesal.
Nika hanya mengambil momen-momen yang krusial, yakni saat Jack melakukan aksi gilanya di tikungan tadi.
Setelah ini akan ada tahap penyerahan trofi, di sinilah Nika nantinya akan lebih dekat dengan Jack Roshel dan pembalap lainnya untuk mendapatkan potret mereka.