Bab 4. Siksaan Mami Mertua

1074 Kata
“Ara!” Arabella terkesiap. Dia tersadar dari lamunannya mendengar bentakan dari sang suami. Semua yang di sini memang kadang memanggilnya Ara, berbeda dengan di rumah yang memanggilnya Bella. “Apa?” tanya Bella pelan. “Bisa, kamu tidak melamun? Aku tidak suka jika harus mengulangi perkataanku!” Kenzo membentaknya lagi. Arabella berdoa semoga urat tenggorokan suaminya tidak putus. “Iya, maaf,” jawab Arabella sambil menunduk. “Pijit kakiku! Kamu dengar ‘kan kata dokter kakiku harus sering dipijit!” ucap Kenzo dengan tegas menyuruh Arabella untuk memijit kakinya. “Baik,” jawab Arabella singkat. Arabella naik ke atas tempat tidur. Dia membuka selimut lalu memijit kaki sang suami. Kenzo tidak merasakan apa pun, sebenarnya Kenzo pikir ini percuma berhubung dokternya menyuruh dia untuk rajin terapi pijit, mau tak mau dia ikuti. Tiba-tiba pintu kamar Kenzo dibuka dengan kencang. Masuk Agnes dengan wajah yang garang. Tanpa ba-bi-bu dia langsung menarik rambut Arabella hingga Arabella turun dari tempat tidur. Satu tangan Arabella memegang tangan mami mertua, mencoba untuk melepaskan pegangannya yang sangat sakit. Kulit kepalanya serasa ingin lepas. “Aduh ampun, Mi, sakit! Lepasin Mi!” teriak Arabella sambil merintih. Kenzo hanya tersenyum miring, melihat istrinya disiksa. Arabella terus merintih. Apa lagi salahnya kali ini? Kenapa mereka selalu marah-marah dan suka menyakitinya? Agnes terus menyiksa Arabella. Setelah dia menarik rambutnya, Agnes lalu menampar Arabella. Bukan hanya wajahnya saja yang memar, tetapi tangan dan seluruh badannya pun tak luput dari siksaan Agnes. Bahkan Agnes mengambil sabuk yang tergantung lalu mencambuk wanita malang yang berstatus sebagai menantunya tersebut. Kenzo tak berusaha menghentikan aksi sang ibu. Dia justru menikmati adegan penyiksaan itu. Rintihan Arabella yang menyayat hati adalah hiburan bagi Kenzo. Suara rintihannya terdengar sampai keluar kamar. Berbeda dengan Kenzo yang menikmati penderitaan istrinya, para asisten rumah tangga sebagian justru ada yang menangis merasa iba. Sungguh suara tangisan dan rintihan minta ampun berpadu dengan bentakan serta hinaan adalah suara yang paling mengerikan. Mereka tak pernah menyangka jika majikan mereka dapat berbuat kejam seperti itu. Padahal Arabella adalah menantu yang baik. Para asisten rumah tangga tersebut sudah lama bekerja di rumah tersebut. Selama ini Agnes dan seluruh keluarganya sangat baik pada mereka, tak pernah berbuat kasar. Namun, semenjak putra beliau kecelakaan dan dinyatakan lumpuh sikap Nyonya Agnes berubah menjadi kasar. Terutama setelah Kenzo menikah. Bukannya senang sang putra ada yang mau menikahinya, beliau justru sering marah dan menyiksa sang menantu. Sungguh semua yang bekerja di rumah itu merasa kasihan pada Arabella. “Dasar tidak tahu diri! Kamu tahu, apa yang ibu kamu bicarakan tadi? Dia ingin membuat resepsi yang mewah untuk putri cantiknya ini.” Agnes membentak sambil menatap tajam. Terdengar suara tamparan untuk yang ke sekian kali. Rasanya pipi Arabella sudah kebas. Telinganya pun berdengung, sampai kapan dia akan disiksa seperti ini? “Ya Allah tolong aku.” Arabella berdoa dalam hati. “Buat apa resepsi? Untuk membuat anakku malu! Supaya orang bisa memujimu baik dan tidak pandang fisik, sedangkan anakku dipandang hina! Iya?!” “Aku tidak tahu, Mi.” Arabella menjawab dengan suara lemah. “Anakku cacat karenamu! Dia menderita karenamu! Apanya yang beruntung dan bahagia punya mantu sepertimu? Mengenalmu saja sudah malapetaka bagi kami, cuih!” Terakhir Agnes meludah di depan Arabella. Agnes lalu pergi dari kamar Kenzo dengan napas yang memburu. Ternyata marah-marah itu, melelahkan. Arabella duduk di lantai dalam keadaan yang mengenaskan. Pakaiannya sobek karena cambukan, rambutnya berantakan karena dijambak, sudut bibir berdarah dan memar di pipi bekas tamparan. Rasa sakit dia rasakan di sekujur tubuhnya, tetapi yang paling sakit adalah hatinya. Arabella menangis tanpa suara. Dia berusaha bangkit lalu melangkah dengan tertatih menuju lemari pakaian. Diambilnya pakaian tertutup untuk salin, kemudian perlahan melangkah menuju kamar mandi. Arabella menyalakan air hangat untuk membersihkan semua luka di tubuh. Dia sudah menanggalkan semua pakaiannya. Dengan pelan dan hati-hati Arabella hanya membersihkan luka yang bisa dia gapai. Dia tidak mau mandi takut merasakan perih. Arabella lalu memakai pakaian yang tadi dia bawa. Sementara itu, Kenzo menunggu sang istri keluar dari kamar mandi dengan kesal. Dia saat ini ingin buang air kecil. Kenzo sudah tidak tahan dan sangat tersiksa. Begitu pintu kamar mandi terbuka. Kenzo langsung menyemprot Arabella dengan kata-kata kasar. “Dasar istri tidak berguna! Kamu tahu? Aku mau buang air kecil, tapi kau malah sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi!” “Maaf, aku tidak tahu.” Arabella menjawab dengan suara yang lemah. “Apa sih, yang kau tahu? Wanita egois, keras kepala, manja, suka foya-foya dan clubing. Kau hanya tahu cara menyakiti orang lain! Lihat, sekarang kau menerima karma perbuatanmu!” Arabella tidak peduli bentakan Kenzo, badannya saat ini sakit dia ingin segera istirahat. Arabella kemudian membantu Kenzo untuk buang air kecil. Setelah selesai, dia keluar dari kamar hendak ke dapur. Kenzo meminta dibuatkan teh manis hangat. Asisten rumah tangga ingin membantu Arabella, tetapi mereka ingat ancaman nyonya Agnes yang melarang mereka melakukannya. Arabella kembali ke kamar Kenzo dengan membawa secangkir teh manis hangat. “Ini tehnya.” Dia menyerahkannya pada Kenzo dengan tangan yang gemetar. Tangannya masih sakit dan lemah, sehingga akhirnya teh hangat itu jatuh ke atas tempat tidur dan membasahi d**a Kenzo yang terbalut pakaian serta selimut. “Astagfirullah, maaf. Aku tidak sengaja.” Arabella cepat-cepat mengambil cangkir di atas tempat tidur lalu menyimpannya di atas meja. “Dasar wanita pembawa sial! Kenapa aku harus terjebak denganmu? Wanita tidak berguna yang hanya bisa membuat kekacauan!” bentak Kenzo. “Maaf, aku tidak sengaja.” "Aku juga tidak mau terjebak pernikahan dengan suami kasar sepertimu, andai aku bisa memutar waktu, tidak sudi aku mengenalmu!" lanjut Arabella dalam hati. “Ambilkan bajuku!” sentak Kenzo. Dia lalu membuka bajunya. Arabella mengambil baju Kenzo juga selimut. Bergegas dia mendekati Kenzo lalu memberikan baju pada suaminya. Dia membuka selimut yang membalut kaki Kenzo. Untunglah seprainya tidak ikut basah. Arabella mengganti selimutnya dengan yang baru. “Aku akan membuatkan teh lagi,” ucap Arabella lalu dia beranjak hendak keluar kamar. “Tidak usah. Aku sudah tidak selera. Lebih baik kau pijiti kakiku. Aku mau tidur!” Kenzo melarangnya. Arabella lalu membantu Kenzo berbaring. Dia pun memijit kaki suaminya. Arabella merasa lelah. Dia mengantuk, badannya juga terasa sakit. Melihat suaminya yang sudah terlelap, Arabella turun dari tempat tidur lalu menggelar karpet. Arabella berbaring di atas karpet kemudian memejamkan mata. Luka di punggung dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Air matanya menetes, tidak kuat menahan sakit di hati dan seluruh tubuh. Dia berharap ini hanya mimpi buruk dan besok bangun semua kembali seperti biasanya sebelum dia menikah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN