Napas Andrea tersendat-sendat. Ia jatuh terduduk pada tanah basah di depan sekolah lamanya. Kedua bola matanya menatap kosong pada hamparan bangunan tua yang rusak, tubuhnya bergetar hebat sementara air mata perlahan mulai mengalir di kedua pipinya. Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi? “Tuan baik-baik saja? Apa Tuan terluka?” Haidar—pria paruh baya yang menemukan sosok Andrea di lingkungan sekolah lama itu menepuk bahu Andrea pelan. Dilihat sekilas pun siapa saja pasti merasa iba. Andrea tampak begitu menyedihkan sekarang. Lebih dari itu, bagaimana bisa dia berada di area ini? setidaknya itulah yang dipikirkan Haidar sejak pertama kali melihat Andrea. Sementara pak Haidar berdiri bingung, Andrea terus menangis sambil mencakar-cakar tanah di sekeliling tangannya. Tangisan yang