Jason dan beberapa penonton lainnya menatap ke arah panggung penuh kengerian.
"Apa itu darah asli?" tanya si gadis di hadapan Jason.
"Ah mana mungkin, itu kan hanya trik sulap, masa iya benar-benar ada darah asli," ucap si pria.
"Entahlah, tapi aku benar-benar mencium bau darah segar," sahut si gadis. Kedua hidungnya masih mengendus mencoba mencari arah bau darah segar tersebut.
Selanjutnya, tubuh wanita itu pun digergaji dan kotak terpisah menjadi tiga. Kotak pertama berisi bagian leher sampai kepala. Kotak kedua berisi bagian d**a sampai perut. Lalu di bagian ketiga ke bawah termasuk kaki, berada di kotak ketiganya.
Tuan Bill menunjukan tiga kotak yang sudah terbelah itu ke arah penonton lalu ia satukan kembali, seolah-olah tak terjadi apapun di kotak mengerikan tersebut. Kedua asisten datang membawa tirai hitam untuk menutupi kotak tersebut. Tuan Pine sudah menyatukan kembali kotaknya. Wanita yang tadi bersembunyi di balik tirai langsung memakai rambut palsu warna hitam dan bersembunyi di dalam kotak yang masih utuh.
Saat tirai disingkap oleh sang asisten, Tuan Bill membuka kotaknya. Munculah si wanita berambut merah tadi menjadi hitam. Para penonton bersorak dan bertepuk tangan dengan riuhnya menyaksikan kehebatan Si badut. Mereka tak sadar kalau gadis itu wajahnya sudah berubah.
Saat Tuan Bill berbincang-bincang dengan penonton sebelum pamit, sang asisten segera membersihkan jasad perempuan tadi ke dalam sebuah kantong hitam lalu membawanya menuju ke dalam ruangan.
Dan di situlah Jason mengerti apa yang terjadi pada wanita yang tubuhnya terpotong itu.
Jason segera berlari ke luar dari tenda pertunjukan Tuan Bill si badut. Begitu mengerikan jika berlama-lama ada di sana. Langkahnya terhenti kala seseorang meraih tangannya.
"Kau anak yang tadi, kan? Kau datang juga ke pertunjukanku. Aku tau kau tersesat, apa kau mau pulang bersamaku?"
Rupanya Tuan Bill si badut yang sudah berdiri di hadapan Jason tanpa riasan badutnya. Anak itu hanya terdiam dan mencoba melepaskan diri dari pegangan tangan pria monster itu.
Tuan Bill menarik Jason dengan paksa sampai ke belakang tenda di samping mobil van yang ia gunakan untuk tour sirkus keliling dari kota ke kota. Anak itu mencoba meronta untuk lepas, tetapi tak bisa. Tenaga pria itu lebih kuat.
Ada kilatan merah yang aneh terlihat di kedua mata Tuan Bill. Jelaslah dia bukan manusia biasa. Jason terlihat makin ketakutan saat pria itu mengendus layaknya serigala lapar yang sedang memindai buruannya.
"Kau punya kekuatan yang bisa aku manfaatkan, atau aku akan membuatnya mengendalikan kekuatan makhluk yang bersemayam di ragamu ini." Tuan Bill menatap Jason penuh semangat dengan tawa menyeringai.
"A-aku, aku mau pergi!" pekik Jason.
"Kau tak akan bisa pergi dariku, ikutlah denganku, Nak."
"Tak mau! Aku tak mau!" Jason tak sadar mengeluarkan kekuatan terpendam dalam tubuhnya. Ia sampai tak sengaja mendorong pria itu sampai membentur dinding. Ternyata kekuatan sosok bayangan hitam di dalam tubuhnya yang kini mengendalikan.
Tuan Bill terperanjat kala melihat iris anak laki-laki itu berubah hitam. Pria itu lantas tersenyum senang kala melihat tubuh anak kecil itu dipenuhi aura hitam di sekitarnya.
"Rupanya kau yang berada di dalam tubuh anak ini," ucap Tuan Bill.
Jason lantas mencekik Tuan Bill dan mengangkatnya lebih tinggi. Tenggorokan pria itu sampai tercekat tak dapat bersuara. Kekuatan sosok dalam tubuh anak lelaki itu kini lebih kuat. Dia bahkan mampu mengalahkan pria tersebut.
Jason mencekik Tuan Bill sampai pria itu tewas. Ia melepas cekikan di leher pria tersebut dan menjatuhkannya ke tanah. Tubuh bagian atas pria tersebut berubah menjadi kadal besar berwarna hitam. Sementara di bagian bawahnya berwujud kaki manusia dengan ujung pergelangan kaki seperti reptil.
Anak itu tersadar setelah sosok yang mendiami tubuhnya kembali tenang bersemayam. Jason langsung tersentak kala mendapati monster mengerikan di dekatnya.
"Makhluk apa ini?" Pekik Jason yang menahan teriakannya dengan membekap mulutnya sendiri.
Terdengar derap langkah seseorang yang mendekat. Jason yang ketakutan langsung berlari menjauh. Rupanya Luke, asisten Tuan Bill yang mendatangi area belakang tenda. Pria itu langsung terkejut kala mendapati sang monster telah tiada.
Bukannya sedih, ia justru terlihat senang kala mendapati monster yang membuatnya menjadi asistennya itu mati begitu saja tanpa ia tau penyebabnya.
"Syukurlah perjanjianku berakhir, aku tak akan lagi membereskan mayat terpotong dan membunuh para gadis. Siapa ya yang membunuh monster ini, aku bingung berterima kasih kepadanya?" gumam Luke.
Namun, sesuatu terjadi dan menyentak raga pria itu. Bayangan warna hijau keluar dari dalam tubuh Tuan Bill yang terbaring. Bayangan itu lantas merasuk ke dalam raga Luke. Ia menelisik tubuh Luke dari cermin jendela sebuah van.
"Terima kasih kau datang ke sini, Luke. Kini tubuhmu menjadi milikku," ucap sosok monster yang kini mendiami tubuh Luke.
*
Jason yang berlari terbirit-b***t untuk menjauh dari tenda Tuan Bill tak sadar telah sampai di jalan raya. Sayangnya, anak itu tak melihat kendaraan yang melintas.
Tin... Tin...
Sebuah mobil sedan warna hitam menabrak Jason dan membuatnya tak sadarkan diri.
"Ayah, apa yang kau lakukan?"
Seorang anak laki-laki langsung turun dari mobil tersebut dan menghampiri tubuh Jason yang terbaring. Ia menelisik wajah Jason yang ternyata ia kenal.
Pria berambut pirang sebahu itu ikut turun dari mobil dan segera menghampiri Jason.
"Sepertinya aku mengenal dia, ah aku ingat dia anak dari sekolah yang sama denganku. Ayah dia berdarah, bagaimana ini?" Thomas mulai cemas karena beberapa pengunjung mulai menghampiri dia dan ayahnya.
"Lekas kita tolong, sebelum mereka menghampiri kita dan menyalahkan kita lalu kita akan diamuk oleh para pengunjung," ucap pria bernama Taylor Right.
Pria itu membopong tubuh Jason masuk ke dalam mobil. Mereka segera membawa anak lelaki itu ke rumah sakit. Mobil yang dikendarai Taylor akhirnya sampai di Rumah Sakit Hope, rumah sakit terbesar di kota tersebut. Bocah kecil itu langsung dilarikan ke ruang gawat darurat.
Di dalam rumah sakit itu, Taylor dan Thomas bertemu dengan Nyonya Harvey, pemilik sekolah Harvey's School di kota Warmside. Wanita berpakaian serba hitam menggunakan jas dan rok sepan selutut itu tersenyum dengan hangat.
"Apa yang kau lakukan di sini, Tuan Taylor?" tanya Nyonya Harvey.
"Ummm... aku tak sengaja menabrak seorang anak laki-laki. Tapi, sumpah aku tidak sengaja menabrak anak itu," ucap Taylor dengan tegas.
"Boleh aku tau, anak itu sekarang berada di mana?" tanya Nyonya Harvey yang penasaran.
"Ada di ruang gawat darurat."
Taylor membawa Nyonya Harvey mengikutinya ke ruang gawat darurat di dalam rumah sakit.
"Apa yang Ayah kau lakukan? Kenapa membawa Nyonya Harvey ke mari? Nanti kalau dia lapor polisi bagaimana?" bisik Thomas. Raut wajahnya mulai terlihat ketakutan.
"Tak apa, aku mengerti situasi yang kalian alami saat ini," ucap Nyonya Harvey seraya tersenyum.
"Maafkan aku, Nyonya Harvey. Aku benar-benar tak melihatnya karena kami sedang terburu-buru tadi," ucap Taylor masih membela dirinya.
Seorang Dokter laki-laki bernama Brian datang dari dalam ruang pemeriksaan Jason.
"Bagaimana keadaan anak itu, Dokter?" tanya Tuan Taylor.
"Anak itu baik-baik saja untungnya, dia hanya mengalami syok karena tertabrak mobil kalian, selebihnya dia akan segera pulih," ucap Dokter Brian.
"Segera pulih? Baik-baik saja? Lho, bagaimana dengan pendarahannya?" tanya Taylor yang menatap satu sama lain dengan putranya, Thomas. Mereka yakin sekali tadi melihat pendarahan di kepala belakang milik anak itu.
"Tidak ada bekas luka sama sekali sejauh yang saya periksa tadi, mungkin Anda terlalu lelah menyetir, sehingga Anda berhalusinasi, Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Dokter Brian.
Tuan Harvey kembali bertatapan dengan anaknya. Mereka sangat terlihat bingung dengan pernyataan Dokter Brian sampai menggaruk kepala sendiri meski tak gatal. Padahal jelas-jelas ia dan Thomas melihat darah dari kepala anak kecil itu tadi.
"Ayah, di mana Nyonya Harvey?" tanya Thomas yang baru sadar kehilangan sosok wanita bersanggul di sampingnya.
Tuan Taylor merotasikan kedua bola matanya mencari sosok pemilik sekolah yang berada tak jauh dari rumahnya itu. Ternyata Nyonya Harvey sudah masuk ke dalam ruangan gawat darurat itu. Pria itu dan putranya langsung masuk ke dalam menghampiri.
Terlihat Nyonya Harvey sedang membelai lembut kepala anak laki-laki yang terbaring itu. Tuan Taylor langsung menghampiri Jason dengan rasa penasaran. Ia menyentuh bagian belakang kepala milik anak lelaki itu.
"Benar-benar tak ada luka, apa aku salah lihat, ya?" Tuan Taylor sampai berucap pada dirinya sendiri.
"Mungkin memang Anda sudah terlalu lelah. Apa kalian tau di mana keluarganya?" tanya Nyonya Harvey.
"Kami berusaha menggeledah tas ransel miliknya. Kami hanya menemukan pakaian dan tak ada tanda pengenal apapun. Sepertinya anak ini sedang pergi jauh atau—"
"Atau malah kabur dari rumah seperti aku dulu, Yah," sahut Thomas memotong pembicaraan ayahnya.
"Bisa jadi, kalau begitu kita bilang sama dokter dan pihak rumah sakit untuk melapor ke kantor polisi. Kita kan sudah bertanggung jawab mengantarnya ke rumah sakit," ucap Taylor.
"Begini saja, biar anak ini aku bawa ke asrama. Jika ada pihak keluarga dia mencarinya. Kalian tau di mana bisa menghubungiku. Soal biaya rumah sakit, biar aku yang melunasinya," ucap Nyonya Harvey.
"Wah, ide yang bagus, Nyonya."
Seorang suster datang menghampiri.
"Sepertinya aku tahu siapa keluarganya," ucap sang suster bernama Amber.
"Apa kau sudah menghubungi keluarganya?" tanya Taylor.
"Dia tak punya siapapun lagi. Anak ini merupakan anak angkat Tuan Redfield. Dan sayangnya hari ini mereka ditemukan tewas di rumahnya," ucap suster itu yang berambut pirang itu.
"Apa? Mereka tewas?"
"Apa kalian tidak mendengar sebuah berita pembunuhan tadi pagi?" tanya Suster Amber.
Thomas dan ayahnya menggelengkan kepala mereka bersamaan.
"Begini, tadi pagi ada sebuah berita yang menyatakan Tuan Redfield diduga mengalami kelainan jiwa atau stres sehingga membunuh istrinya."
"Lalu?" Thomas memotong pembicaraan Amber.
"Nah, keluarga yang kuceritakan tadi itu adalah ayah dan ibu angkat anak ini," ucap Amber.
"Bagaimana anak ini bisa sampai di sini?" tanya Taylor yang menatap Jason.
"Kemungkinan dia kabur dari rumah, karena takut dibunuh, iya kan?"
"Betul, dia tau sesuatu tentang kematian Tuan Redfield," sahut Amber.
"Oh… sungguh kasihan anak kecil ini."
Nyonya Harvey membelai kepala Jason dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Jadi, apa kita harus bilang ke pihak polisi?" tanya Taylor.
"Pihak rumah sakit sudah menghubungi polisi karena melihat berita kematian keluarga Redfield dan melihat foto anak ini disebar oleh pihak kepolisian," sahut Amber.
"Begini saja, karena dia sendirian, biarkan anak ini ikut bersamaku dan tinggal di asrama sekolah," ucap Nyonya Harvey.
"Benarkah itu, Nyonya Harvey?"
"Iya benar, biar dia kubawa pulang dan tinggal di asrama sekolah. Jika pihak kepolisian mencarinya, mereka bisa datang ke asrama," ujar wanita itu.
Nyonya Harvey kembali menelisik ke arah Jason yang masih terbaring. Ada sesuatu yang ia sembunyikan dari anak tersebut. Sesuatu itu pula yang ia sembunyikan dari Tuan Taylor dan Thomas.
*
To be continue.